Kisah Arya&Difa (Nostalgia di Caf Kenangan)
Setelah semua urusan yang menyangkut fitting gaun pengantin selesai, Arya dan Difa kemudian meninggalkan butik tersebut. Dalam perjalan pulang, Arya lebih intens lagi mengobrol dan tampa rasa bosan terus memandang wajah sang kekasih yang saat ini sedang duduk di sebelahnya. Tentu saja hal tersebut membuat wajah Difa bersemu merah dan semakin salah tingkah.
“Kak Arya, kenapa menatap aku terus sih?”
“Wajahmu bikin kangen.”
“Ah, kak Arya mah ada ada aja. Coba deh lihat lampu-lampu yang menghiasi jalanan itu. Keliahatan sangat indah kak.” Difa mencoba mengalihkan perhatian Arya.
“Aku sudah bosan setiap malam melihat lampu-lampu itu.” Kilah Arya.
“Tapi aku gak, kak. Selama kuliah aku jarang keluar malam dan lebih banyak mengurung diri di dalam kamar untuk mengerjakan tugas-tugas kampus.”
“Baiklah, kalau begitu aku akan minta pak Maman untuk membawa mobil ini berkeliling kota Jakarta malam ini.” Usul Arya.
“Asal jangan terlalu lama, kak. Ingat pesan nenek.” Ujar Difa mengingatkan.
“Aku akan membawamu ke satu tempat saja.”
“Kemana kak?”
“Tempat yang paling berkesan bagiku dan kamu juga bisa menikmati kerlap kerlip lampu hias di sana.”
Pak Maman sudah memahami tempat yang dimaksud oleh tuannya, sehingga tampa melewati penjelasan yang panjang lebar ia langsung mengarahkan mobil ke tempat yang dimaksud.
“Sebenarnya kita akan ke mana sih kak? Tanya Difa mulai penasaran.
“Sedikit lagi kita akan tiba dek Difa. Fokuskan pandanganmu ke samping kanan ya.” Perintah Arya sambil tersenyum.
Tampa di komando Difa langsung mengikuti petunjuk itu. Ia terus menatap keluar jendela mobil dan benar saja, tidak jauh di depan mereka ada sebuah pertigaan, nampaklah sebuah café yang sangat terang karena dipenuhi oleh lampu hias berbagai warna. Belum sempat ia akan memberikan pujiannya, tiba-tiba matanya tertuju ke papan nama besar yang terpajang di depan Café itu. CAFÉ ARYA DIFA.
“Kak, nama café itu….. .” Difa terlihat bingung sambil menunjuk.
“Apakah ada yang salah dengan nama café itu dek Difa?” Tanya Arya berpura-pura memperlihatkan sikap yang biasa saja.
Saat itu pak Maman telah membelokkan mobil, dan masuk ke halaman café.
“Kak, sepertinya aku tidak asing lagi deh dengan café ini.” Ucap Difa saat ia telah turun dari mobil itu.
“Oh ya? Jadi dek Difa sudah pernah ke café ini?” Tanya Arya balik sambil berusaha menyembunyikan senyumannya.
“Kak Arya, tunggu dulu.” Tiba-tiba Difa menghentikan langkah kakinya dan menatap ke sebuah meja dekat pintu masuk café yang nampak jelas terlihat dari luar.
“Ada apa, dek Difa?”
“Itu, kak…”
“Iya, kenapa?”
“Tempat yang itu, kak… dulu aku pernah duduk di sana, dan kak Arya….” Ucapan Difa langsung terhenti karena disambung oleh Arya.
“Dan kak Arya saat itu menyamar sebagai pemulung tampan, iya kan!” Tebak Arya sambil tertawa.
“Jadi ini benar café yang empat tahun lalu itu kak?” Tanya Difa yang masih nampak tak percaya.
“Iya, sayang.” Jawab Arya dengan mesra.
“Lalu, papan nama itu, apakah ada kaitannya dengan dengan nama kita berdua, kak?” Tanya Difa heran.
“Iya, cantik. CAFÉ ARYA DIFA merupakan gabungan dari nama kita. Aku sengaja mengubahnya untuk mengenang perjalanan awal cintaku padamu.” Ucap Arya sambil mengedipkan matanya ka arah Difa.
“Rasanya aku masih tidak percaya, kak. Mengapa semudah itu kak Arya mengubah nama café ini? Jangan katakan jika Café ini adalah milik kak Arya lagi!” Sahut Difa dengan ekspresi yang masih sedikit shock.
“Memang benar Café ini adalah milik tuan Arya.” Terdenngar suara seorang laki-laki muda berpenampilan macho yang berjalan mendekati mereka.
“Selamat datang tuan Arya, selamat datang Nona Difa. Senang bisa bertemu langsung dengan anda. Sejak Café ini berubah nama menjadi CAFÉ ARYA DIFA, sangat banyak pengunjung yang datang setiap harinya ke sini. Oh ya perkenalkan saya Rudi, saya dipercayakan oleh tuan Arya untuk menjadi Manejer Café ini.”
Laki-laki yang mengaku bernama Rudi itu langsung mempersilahkan kedua tamu kehormatan tersebut masuk dan membawanya menuju ke sebuah meja yang di atasnya teelah tersaji makanan dan minuman level VIP. Rupanya, sesaat setelah tiba di tempat itu, pak Maman langsung masuk memberitahu Rudi tentang kedatangan sang bos.
“Dek Difa, apakah semua telah jelas sekarang?” Tanya Arya membuka percakapan saat mereka telah duduk.
“Terima kasih atas kejutannya, kak!” Jawab Difa dengan perasaan yang seolah masih tak percaya.
Arya tersenyum melihat ekspresi wajah Difa, yang nampak sedikit lucu oleh kebingungan yang ia sebabkan.
“Ini baru permulaan, selanjutnya kamu harus bersiap dengan kejutan lainnya dek Difa,” Guman Arya dalam hati.
(Bersambung).
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya,. Bunda. Salam literasi
Terima kasih pak Dede, salam literasi!
Cerpen yg keren...
Terima kasih pak Siswandi, salam literasi!