Suharni Jamaluddin

Suharni, lahir di Bulukumba, 29 Agustus 1983, Guru Bahasa Inggris di MAN Biau di bawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Buol Propinsi Sulawesi Tengah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kisah Arya&Difa (Rombongan Kembali ke Jakarta)

Kisah Arya&Difa (Rombongan Kembali ke Jakarta)

Tampa terasa 3 hari sudah pak Broto dan nenek Karti berada di Surabaya. Sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh dokter Sherly sebelumnya, bahwa pada hari ini mereka sudah akan meninggalkan kota Surabaya. Ada banyak jadwal meeting yang telah menanti untuk Arya lakukan di perusahaan yang dipimpinnya. Pak Broto pun hanya mengambil cuti 3 hari di dinas tempatnya bertugas. Dokter Sherly sendiri telah membooking pesawat untuk kembali ke London. Selama 3 hari kebersamaan mereka di kota apel ini, tentu menyimpan kesan khusus dalam hidup Difa. Wajar jika ia merasa sangat kehilangan saat orang-orang yang dicintainya itu akan meninggalkannya untuk kembali ke Jakarta.

“Jaga dirimu baik-baik ya nduk di sini, jangan lupa makan meskipun sibuk.” Nasehat nenek Karti di sela-sela pelukannya pada sang cucu.

“Iya, nek.” Jawab Difa singkat mencoba menahan bendungan air mata yang seakan tak tertahankan lagi.

“Mas Broto dan emak Karti tenang aja, aku akan selau menelpon calon menantuku ini untuk mengingatkannya tentang menu makanan sehat yang harus dikonsumsinya agar ia bisa tampil prima saat bersanding dengan Arya nanti.” Ujar dokter Sherly tersenyum sambil membelai kepala Difa dan memberinya kecupan ringan.

“Terima kasih bu Shelrly atas perhatianmu pada putriku kesayanganku ini.” Gumam pak Broto saat Difa memberikan salam ta’zim padanya.

“Oh ya, kak Arya kemana ya bu? Tanya Difa yang baru menyadari jika Arya tidak berada di tempat itu.

“Aku di sini dek Difa. Di hatimu.” Ucap Arya yang tiba-tiba saja muncul dengan membawa beberapa kantongan berisi buah.

Pak Broto dan bu Sherly saling tatap dan tersenyum melihat keromantisan anak mereka.

“Ka Arya dari mana saja?

“Dari toko buah yang ada di perempatan jalan sana.” Jawab Arya sambil menghapus peluh yang membasahi jidatnya.

“Beli apa lagi kak? Bukankah ibu semalam sudah membeli banyak makanan di supermarket? Tanya Difa lagi.

“Aku khusus membeli buah lambang cinta ini untukmu!” Jawab Arya sambik mengeluarkan sebuah apel berwarna merah maron.

“Kak Arya mah ada ada aja ah.” Ucap Difa tersipu malu.

“Tapi, makasih ya kak. Aku memang udah rencana akan ke toko itu sebentar untuk beli buah. Namun, rupanya kak Arya udah antisipasi duluan.” Sambung Difa lagi sambil menerima 3 kantongan berisi apel itu.

“Calon suami yang baik adalah suami yang siaga.” Puji nenek Karti tiba-tiba.

“Benar sekali itu, nek. Aku akan selalu jadi suami yang siaga untuk Difa, misalnya saat Difa nanti akan melahirkan aku pasti akan mendampinginya 24 jam.” Ucap Arya sambil mengangkat dua jarinya. Tentu saja perkataannya barusan langsung mendapat reaksi dari nenek karti.

“Heh, nikah aja belum udah mikirin lahiran.” Ujar nenek Karti setengah berteriak sambil menjewer telinga Arya.

“Aduh, ampun nek. Difa, tolooong.” Teriak Arya sambil tertawa.

“Hehehe, udah atuh nek. Kasian kak Aryanya.”

Nenek Karti langsung melepas jewerannya dari kuping Arya, kemudian menepuk nepuk pundaknya dengan penuh kasih sayang. Sejak pertama bertemu dengan anak muda itu, ia merasa seperti telah memiliki cucu laki-laki. Sikap Arya yang humoris membuat hubugan keduanya cepat akrab padahal baru saja berjumpa selama 3 hari lamanya.

“Nanti saat tiba di Jakarta, kamu harus sering datang menengok nenek ya.” Pinta nenek Karti kemudian.

“Siap, nek. Arya setiap hari akan berada di rumah nenek.” Ucap Arya sambil mencium tangannya.

Difa tersenyum bahagia melihat keakraban neneknya dengan Arya. Ia ikut mendekat dan merangkul neneknya dari arah samping.

“Oh ya, mobil yang akan mengantar ke bandara udah tiba tuh.” Ujar pak Broto.

Sesaat kemudian semua nampak sibuk menaikkan kopernya ke mobil itu. Satu persatu memasuki mobil, hingga kini tinggallah Difa dan Arya saja yang berada di luar mobil.

“Difa.” Panggil Arya lembut.

“Iya, kak.”

“Jaga diri baik-baik ya di sini.” Pesan Arya.

Difa tidak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya saja. Nampak matanya berkaca-kaca karena menahan beban perasaannya.

“Kak Arya juga, baik-baik di sana ya.” Ucap Difa sesaat setelah ia terdiam.

“Sesuai dengan permintaanmuu saat di acara lamaran kemarin, aku tidak akan menghubungimu sebelum acara penikahan kita tiba.” Ucap Arya dengan berat hati.

Difa mengangguk, tanda mengiyakan.

“Aku tau, bukan hal yang mudah untukku bisa melakukan itu. Namun, setelah aku pikir-pikir, ada baiknya juga untuk kita. Jika aku sering menghubungimu, dikit-dikit nelpon ataupun dikit-dikit sms an, kamu pasti akan terganggu dan berpengaruh pada proses penyelesaian studi kedokteranmu juga. Selain itu, kita tak tau godaan syetan apalagi yang akan mendekati kita jika terus berkomunikasi padahal belum muhrim.” Lanjut Arya lagi.

“Terima kasih, atas pengertian kak Arya.” Gumam Difa sambil menatap wajah calon suaminya itu.

“Do’akan aku ya, agar bisa istiqomah dengan sikap ini.” Pinta Arya.

“Iya, kak. Aku percaya kak Arya pasti bisa.” Jawab Difa yakin.

“Hmmt, secepatnya selesaikan studimu ya, agar aku bisa segera menghalalkanmu dek Difa. Rasanya aku udah gak sabaran ingin me…. .’ Ucapan Arya kali ini langsung di potong oleh Difa

“Iya, aku tau kak. Gak usah diteruskan kalimatnya. Ntar kedengaran sama nenek, kak Arya kena jeweran lagi.” Ucap Difa sambil tersenyum lebar.

Arya ikutan tersenyum dibuatnya.

“Ayo sana, kak Arya masuk mobil. Ibu udah memanggil tuh.” Lanjut Difa sambil menunjuk ke arah dokter Sherly yang nampak melambaikan tangan dari arah jendela kiri mobil.

“Gak ada acara ciuman tangan dulu? Nampak Arya mulai bercanda.

“Gak, kak. Belum muhrim, belum boleh bersentuhan.” Ucap Difa tersenyum sambil meletakkan telapak tangannya di dada kiri kemudian membungkuk di depan Arya.

“Senyumanmu itu, membuat dada ini selalu dag dig dug.” Ucap Arya menarik nafas panjang.

“Sabar kak, sebentar lagi senyuman ini juga akan menjadi milik kak Arya.” Batin Difa mengakhiri acara pamitan itu.

Dengan berat hati, Arya berjalan menuju mobil dengan diiringi oleh Difa di belakangnya. Sesaat kemudian, mobil bergerak keluar dari halaman tempat tinggal Difa dengan diiringi lambaian tangan tanda perpisahan. Hari itu juga, rombongan kecil itu, terbang kembali ke Jakarta meninggalkan Difa dengan segala kesibukannya sebagai calon dokter.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post