Suharni Jamaluddin

Suharni, lahir di Bulukumba, 29 Agustus 1983, Guru Bahasa Inggris di MAN Biau di bawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Buol Propinsi Sulawesi Tengah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kisah Cinta Arya & Difa (Menawarkan Bantuan)

Kisah Cinta Arya & Difa (Menawarkan Bantuan)

“Ah, aku merasa tersanjung dengan kalimat dek Difa barusan.” Ucap Arya salah tingkah. Meskipun rambutnya acak acakan namun terlihat sekilas jika Arya memiliki kulit wajah yang putih dan terawat. Bahkan jika dipandang lebih lama wajahnya memiliki kemiripan dengan artis Korea, karena ia memiliki mata yang sedikit agak cipit.

“Apakah aku juga perlu mengeluarkan jurus kalimat jitu agar kak Arya mau duduk di kursi itu. Rasa-rasanya pinggangku mulai encok kak dengan model duduk melantai seperti ini.” Ucap Difa tersenyum sambil merapikan rambutnya yang sesekali jatuh menutupi sebagian wajahnya karena tertiup angin. Sangat nampak jikalau ia mulai pegal dengan gaya duduk ala putri keratonnya. Roknya yang panjang hingga ke betis, menyebabkan ia tidak bisa duduk dengan gaya bebas.

“Baiklah, Difa. Asalkan kamu siap tanggung jawab aja ya jikalau pemilik café ini nantinya marah karena kursinya di duduki oleh seorang pemulung dekil seperti aku.” Jawab Arya sambil bergerak untuk berdiri dan berjalan menuju kursi yang telah disiapkan oleh Difa sejak tadi. Tak lupa karungnya di bawa serta dan diletakkan di dekat kaki meja.

“Gitu dong, kak. Coba aja sejak tadi kakak mau duduk kursi itu, pinggangku gak perlu pegel seperti ini. Lagi pula ngobrolnya bisa lebih asyik dan nyaman kan jika duduknya di kursi.” Ucap Difa dengan perasaan lega dan senang. Mereka pun melanjutkan ngobrol dengan suasana yang lebih akrab dari sebelumnya.

“Hehehe, terima kasih, Difa. Kamu sangat baik hati mau menemani aku ngobrol.” Ucap Arya sesaat setelah duduk di kursi.

“Biasa ajalah kak, oh ya silahkan kak Arya lanjutkan kalimat kakak yang sempat terputus tadi.” Pinta Difa dengan sedikit rasa penasaran.

Nampak Arya kembali menarik nafas panjang seolah ada segudang beban yang menekan dadanya saat itu. Sesekali ia menatap ke arah Difa dengan perasaan ragu.

“Ayah dan ibuku telah cerai sejak aku masih duduk di bangku SMP. Aku kemudian di asuh oleh nenekku hingga aku lulus SMK, namun nenek sudah meninggal 2 tahun lalu” Tutur Arya dengan suara yang berat, nampak warna kesedihan menggelayut di wajahnya.

Difa memandang Arya si pemuda pemulung itu dengan tatapan iba. Ia merasa sedikit menyesal karena telah membuat Arya mengenang kembali masa lalunya yang kelam. Namun, sebenarnya Difa pun terkenang dengan nasib dirinya yang tak jauh beda dengan Arya.

“Kita senasib, kak.” Ucap Difa tiba-tiba.

“Maksud kamu, kamu juga berasal dari keluarga yang broken home?” Tebak Arya tiba-tiba, sepertinya ia terkejut mendengar perkataan Difa barusan.

“Iya,kak. Ayah dan ibu cerai ketika aku kelas 5 SD. Sejak saat itu aku bersama dengan kedua adikku hidup bersama dengan nenek dari pihak ayahku.” Jelas Difa dengan gamblang.

“Hm, rupanya kita senasib,” ucap Arya lirih.

“Iya, kak. Tapi meskipun demikian kita harus punya visi masa depan yang jelas. Kita tidak boleh menyalahkan takdir dengan menyerah pada nasib. Oh ya, Kak Arya kenapa harus jadi pemulung sih. Bukankah kakak masih bisa bekerja di bidang yang lain, seperti kerja kantoran atau kerja di café sebagai barista kak!” ucap Difa menyelidik.

“Entahlah, Difa. Aku tidak punya kenalan untuk bekerja di kantoran ataupun di café.” Jawab Arya santai.

“Gimana kalau kakak ikut aku saja. Nanti biar rambut kakak di gunting, dan kakak juga bisa pakai baju ayah yang pas gitu. Setelah itu baru aku temani untuk cari kerja kak. Atau kita bisa tanya ayah, mungkin ada teman kantornya yang butuh pegawai. Kerja apa saja asalkan jangan mulung kak. Mau ya, kak?” Bujuk Difa kepada Arya.

“Tidak, Difa. Aku tak ingin merepotkan kamu.” Jawab Arya.

“Gak kok, kak. Aku sama sekali tidak merasa di repotkan oleh kakak. Lagi pula kan kakak akan kerja. Pasti ayah bisa bantu kakak untuk dapat kerja yang layak. Mau ya kak.” Bujuk Difa lagi.

“Tidak, Difa. Terima kasih, kamu sangat baik.” Jawab Arya yang lagi lagi menolak tawaran Difa.

“Ayolah, kak. Itu di sana ada motor aku. Nanti kita bisa pulang ke rumah bareng. Saat kakak sudah dapat kerja, kakak juga bisa pakai motor aku. Kakak bisa antar aku ke sekolah terlebih dahulu, trus kakak lanjut ke tempat kerja. Gimana kak, mau ya ikut aku.” Bujuk Difa lebih lanjut.

“Gak, dek. Aku gak mau ikut kamu. Aku maunya jadi pasangan masa depanmu aja.” Jawab Arya sambil tersenyum dan menggoda Difa yang tampa lelah membujuknya sejak tadi. (Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post