Suharni Jamaluddin

Suharni, lahir di Bulukumba, 29 Agustus 1983, Guru Bahasa Inggris di MAN Biau di bawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Buol Propinsi Sulawesi Tengah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kisah Cinta Arya & Difa (Pertemuan Pertama)

Kisah Cinta Arya & Difa (Pertemuan Pertama)

Hari mulai siang saat disebuah cafe, nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu duduk menyendiri di pojok ruang dekat pintu masuk. Tangannya sibuk menorehkan tulisan di atas lembaran buku, mungkin saat itu dia sedang mengerjakan tugas dari gurunya. Suasana cafe yang sunyi, membuatnya nampak sangat berkonsentrasi, sehingga tak pernah sekalipun menoleh kesekitarya. Tidak jauh dari tempat itu, seorang pemuda berbaju lusuh sedang berjalan terseok-seok dengan mata yang memandang ke sekililing berharap menemukan sebuah botol plastik bekas. Langkahnya tiba-tiba terhenti tepat di depan cafe dimana sang gadis cantik berseragam SMA itu berada. Ia memandang takjub ke arah sang gadis, seolah baru saja melihat bidadari turun dari khayangan. Tubuh si gadis yang jangkung, menambah indah pesona dirinya dengan seragam sekolah berlengan pendek dan rok yang memanjang hingga ke betis. Rambutnya panjang terurai rapi hingga ke pinggang. Sesekali nampak rambut indah itu terkibas oleh tiupan angin, namun dengan sigap tangan lentik si gadis merapikannya kembali. Semua itu tak lepas dari perhatian si pemuda sejak tadi. Namun, gadis cantik berambut panjang tersebut sepertinya belum menyadari kehadiran sang pemuda pemulung di dekatnya. Hingga akhirnya si pemuda pemulung memutuskan untuk singgah di café itu.

"Aku boleh duduk disini gak, kak?" Sapa pemuda tanggung itu sambil duduk di lantai tak jauh dari tempat sigadis berada.

Nampak si gadis cantik terkejut dan sontak berdiri lalu membalas sapaan si pemulung.

"Kak, duduk di sini aja!" Perintahnya sambil menarik sebuah kursi dan mempersilahkan si pemuda berbaju lusuh itu untuk duduk di depannya.

"Aku duduk di sini aja, kak." Balas si pemuda lagi dengan nada yang sangat sopan.

"Disitu agak panas,kak. Duduk di kursi ini aja. Aku pesankan makanan ya, minumnya apa, teh dingin atau kopi panas?" Ucap si gadis sambil terus memaksa agar sang pemuda mau duduk di kursi.

"Tidak usah, kak. Aku duduk disini aja, takutnya pemilik cafe akan marah jika aku duduk disitu. Sejak tadi aku haus, aku mau minum air putih saja, kak!" Jawab si pemuda dengan mata sayu.

"Baiklah. Kakak tunggu di sini ya, aku akan ambilkan air mineral di dalam." Ucap si gadis sambil tersenyum dan berlalu dari tempat itu untuk mengambil sebotol air mineral.

"Terima kasih, kak." Kata si pemuda lagi sambil menatap langkah panjang si gadis yang bertubuh tinggi dan langsing tersebut.

Beberapa saat kemudian si gadis berseragam putih abu-abu itu telah kembali sambil membawa sebotol air mineral.

“ini airnya kak, silahkan diminum”. Perintah si gadis dengan sopan. Sebelumnya dia telah membuka penutup botol itu, sehingga si pemuda pemulung langsung meminumnya.

“Aku duduk disini ya. Rasanya kurang sopan jika kakak duduk di bawah sini dan aku duduk di kursi itu.” Pinta si gadis sambil duduk dan melemparkan senyum manis kearah pemuda pemulung yang ada di depannya.

“Ta’ tapi kak, lantainya kotor. Nanti roknya kena noda.” Ucap si pemuda dengan spontan bahkan sempat terbatuk karena tak menyangka si gadis mau duduk melantai di depannya.

“Gak apa-apa kak, lantainya bersih kok. Lagi pula, aku mau ngobrol juga sama kakak.” Gadis itu berucap dengan sangat sopan membuat si pemuda menjadi salah tingkah.

“Tapi, baju aku kotor dan bau, kak. Apakah kakak gak jijik sama aku?” tampik pemuda pemulung itu ragu.

“Gak. Sama sekali aku gak jijik sama kakak. Baju kakak juga gak bau, kok.” hibur si gadis dengan tatapan tenang.

“Terima kasih, kak. Kakak tidak hanya cantik rupa namun cantik hati pula. Oh ya, perkenalkan aku Arya. Nama kakak siapa?” Tanya pemuda pemulung yang ternyata bernama Arya tersebut sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

“Aku Difa Dwi Putri. Kakak bisa panggil aku dengan sebutan Difa aja.” Jawab si gadis cantik Difa. Ia bermaksud akan menyodorkan tangannya untuk membalas salaman tangan Arya, namun niat itu ia urungkan karena Arya buru-buru menarik tangannya kembali dan menyembunyikannya di balik baju kumal yang dikenakannya.

“Maaf, tanganku kotor. Kita tidak usah bersalaman ya, takutnya tangan halusmu itu malah kena kuman nanti.” Kilah Arya cepat agar gadis itu tidak tersinggung.

“Ah, kak Arya ada ada aja, memangnya Kak Arya sudah memegang apa aja sampai takut aku ketularan kuman.” Tanya Difa sambil tertawa kecil karena merasa lucu melihat tingkah Arya si pemulung itu.

“Aku sudah memungut banyak sampah yang masih bisa di daur ulang.” Jawab Arya.

“Jadi, karung yang kakak pegang itu berisi sampah-sampah plastik ya?” Tanya Difa lebih lanjut.

“Iya, bahkan botol yang aku pegang ini nantinya juga akan aku masukkan ke karung ini kak.” Jawab Arya antusias. Sambil membuka karung yang dipegangnya dan memperlihatkan isinya.

“Hari ini kakak baru dapat sedikit ya?” Tanya Difa dengan perasaan prihatin.

Arya tidak langsung merespon pertanyaan itu. Nampak ia menarik nafas panjang dan kembali meminum sisa air mineral yang ada di dalam genggamannya.

“Dapat segini aja aku udah syukur kak.” Jawabnya sambil tersenyum kecut. Ia melemparkan pandangannya ke jalanan beraspal di depannya.

“Kak Arya, kenapa bisa jadi seperti ini sih? Rambut acak acakan dan pakaian kakak berlubang sana sini. Orang tua kakak kemana?” Tanya Difa mencoba membuka kembali percakapan yang sempat sunyi.

“Difa, eh maksudku kak Difa, orang tuaku….” Arya baru saja akan menjelaskan mengena dirinya namun kalimatnya terhenti karena di sela oleh Difa.

“Kak Arya, panggil aku dengan sebutan Difa aja ya. Biar lebih akrab gitu. Lagi pula mungkin umurku masih lebih muda dari kakak.” Pinta Difa dengan tiba-tiba.

“Baiklah, Difa. Sepertinya perkiraanmu benar. Aku memang lebih tua sedikit dari kamu. Kamu masih berstatus anak sekolah kan? Tanya Arya balik.

“Iya, kak. Aku masih kelas 3 SMA.” Jawab Difa.

“Ok, dari poin ini aja udah beda. Aku lulus dari SMK 3 tahun lalu. Itu artinya kemungkinan aku lebih tua 3 tahun dari Difa.” Jelas Arya secara mendetail. Memanglah umur Arya saat itu baru 20 tahun, sedangkan Difa baru memasuki masa sweet seventeenya.

“Tapi face kak Arya masih terlihat seperti anak seumuran SMA, hehehe imut gitu.” Goda Difa yang nampak mulai mengakrabkan diri dengan Arya si pemulung. (Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

26 Feb
Balas

Cerita yg menarik

26 Feb
Balas



search

New Post