Kisah Cinta Arya & Difa (Tentang Sebuah Janji)
“Gak kak. Aku gak pernah nge prank kakak. Jika memang kak Arya serius dengan niat kak Arya tadi. Maka, kak Arya gak usah mengajak aku pacaran. Kata ayah dan nenek pacaran itu adalah jalan mendekati zina. Bahaya kak, godaannya besar. Mending pacarannya setelah nikah aja.” Jelas Difa dengan ekspresi wajah tenang. Hal ini membuat Arya si pemulung semakin penasaran meski rasa tak percaya masih membelenggu pikirannya..
“Kamu beneran serius?” Tanya Arya mencoba terus meyakinkan dirinya.
“Iya kak, aku serius. Tapi, ada syaratnya.” Jawab Difa.
“Syarat?” Gumam Arya mengulang kata yang diucapkan Difa.
“Iya. Jika kak Arya mau menjadikan aku sebagai istri, maka kak Arya harus berubah. Jangan jadi pemulung lagi kak. Kakak harus bekerja dengan lebih tekun. Aku yakin skill yang kakak miliki saat sekolah di SMK lalu bisa membantu untuk merubah nasib kakak menjadi lebih baik lagi dari hari ini. Lagipula, aku juga masih harus sekolah. Setelah lulus dari SMA tahun ini, aku akan lanjut kuliah. Nah, selama menunggu aku, kakak bisa bekerja demi masa depan kakak. Setelah 3 atau 4 tahun kakak bisa menemui aku kembali. Tentunya bukan dengan rupa dan penampilan yang seperti ini lagi kak. Sebab, dengan bekerja keras, aku yakin kak Arya pasti bisa merubah nasib tentu dengan iringan doa dan ikhtiar ya kak. Kak Arya pasti bisa.” Ucap Difa dengan serius. Kalimat yang sangat panjang ini terasa sangat menyentuh kalbu Arya yang terdalam, menggelorakan rasa bahagia yang tak berujung. Namun, ia masih tetap ragu dengan ucapan wanita cantik yang saat ini berada di hadapannya. Mengapa ia begitu cepat membuat keputusan. Mengapa ia tak mencari tau terlebih dahulu siapa sebenarnya laki-laki yang di hadapannya itu. Dan berpuluh pertanyaan lainnya yang terus bermunculan di benak Arya, membuatnya kembali menanyakan akan keseriusan perkataan Difa.
“Kamu beneran serius mau nungguin aku?” Tanya Arya lagi yang hampir tak percaya dengan yang dialaminya hari ini.
“Iya, kak. Asalkan kakak mau serius mengubah hidup, pasti kakak akan mencapai semua cita-cita kakak. Termasuk jika kakak masih menginginkan aku saat itu nanti. Lagi pula, aku kan akan lanjut kuliah kak, aku belum mau mikirin tentang nikah jika kuliahku belum selesai kak. Tapi, kalau kak Arya suatu saat akan berubah, silahkan kak. Aku percaya kok, jika jodoh tidak akan kemana, begitu kata nenek” Jawab Difa dengan polos namun bernada tegas.
“Ok, Difa Dwi Putri. Kamu pegang kata-katamu ya. Kelak aku pasti kembali untuk menemuimu.” Ucap Arya dengan penuh semangat dan hati yang berbunga-bunga. Nampaknya ia mulai merasa yakin akan kesungguhan Difa. Ia kemudian berdiri untuk berpamitan pergi dari tempat itu.
“Iya, kak. Aku percaya pada 3 hal, bahwa ajal, rezeki dan jodoh semua telah ditetapkan. Aku akan mencoba menetapkan hati mulai saat ini, bahwa kakak adalah jodoh yang akan kunanti. Kakak pun harus berkeyakinan yang sama jika menginginkan harapan ini terwujud.” Tutur Difa disertai senyuman manis yang di arahkan ke Arya si pemulung yang baru saja di kenalnya itu. Ah Difa, kamu terus saja memberikan harapan ke Arya.
“Baiklah, Difa. Aku janji akan menjemputmu suatu saat nanti. Sekarang aku mau pamit dulu. Terima kasih untuk pertemuan indah di hari ini. Oh ya, aku titip kalung liontin ini ke kamu ya. Itu milik almarhumah nenekku. Katanya jika suatu ketika aku bertemu dengan gadis yang baik hati aku bisa memberikan liontin ini padanya. Mungkin kamu bisa menyimpannya mulai saat ini. Tunggu aku ya, jangan lelah, karena aku pasti akan menemuimu seperti janji kita di hari ini.” Sahut Arya sambil melepaskan kalung bermata liontin yang terpasang di lehernya dan menaruhnya di atas tangan Difa. Ia kemudian berdiri, memungut karungnya dan berlalu dari hadapan Difa.
Difa mengangguk pelan sambil tersenyum menatap kepergian Arya si pemulung. Ia hanya diam saja saat menerima liontin indah pemberian dari Arya. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu. Janji-janji yang terucap mengalir begitu saja dari bibirnya. Pertemuan pertama yang tak disangka berbuah sebuah kesepakatan, hingga berujung pada hadiah liontin. Ia sendiri tidak tau apakah semua harapan itu akan menjadi nyata atau tidak. Sikapnya yang polos dan karakternya yang periang serta tidak baperan membuat Difa tidak terlalu memikirkan peristiwa yang baru saja terjadi. Ia memandang sekali lagi ke kalung liontin itu, lalu memasukkannya ke kantong seragam sekolahnya,
Tubuh Arya yang tinggi masih nampak terlihat sebelum ia berbelok di sudut jalan. Difa terus memandanginya sebelum kemudian membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia juga bergegas membayar minuman yang dipesannya tadi bersama Arya, dan berlalu dari tempat itu.
Sementara itu Arya si pemulung yang telah berada di sisi jalan yang lain, tiba-tiba masuk ke dalam mobil Alphard Hitam. Sopir mobil mewah itu nampak sangat hormat padanya, dan dengan cekatan membawa mobil itu melesat pergi dan menjauh dari tempat itu. Siapakah sebenarnya Arya? Mengapa seorang pemulung dengan pakain compang camping bisa menaiki mobil berharga Milyaran rupiah itu. (Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar