Hafalan Al-Qur'an
Hafalan Al-Qur'an
#Tagur hari ke-33
Rif'atus Sholihah Azalia adalah namanya. Dia dipanggil Aza. Dia adalah anak yatim. Ketika ibunya sedang mengandung usia 3 bulan, ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan tabrak lari. Dia tidak pernah tahu bagaimana wajah ayahnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ibunya bekerja sebagai penjahit.
Ketika kecil apabila ditanya ingin menjadi apa kalau sudah besar jawabannya ingin menjadi Bu Nyai. Tentu saja ibunya sangat senang memiliki anak yang bercita-cita ingin menjadi Bu Nyai. Apalagi ayahnya ingin mempunyai anak yang hafal Al-Qur'an. Cita-cita Aza bisa meneruskan keinginan ayahnya yang telah tiada.
Aza tergolong anak yang pendiam dan sulit bergaul. Dia suka menyembunyikan masalah yang dihadapi.
Setelah lulus SD Aza minta belajar di pondok pesantren sesuai dengan keinginannya sejak kecil.
"Aza kamu anak yang pendiam, apa kamu kerasan tinggal di pondok pesantren, karena di pondok pesantren banyak sekali anak dan harus pandai bergaul agar punya teman," kata ibunya.
"Akan saya coba Bu," jawab Aza.
"Di sekolah nanti ada jurusan Al-Quran, IPA, dan bahasa, Aza mau mengambil jurusan apa?" tanya ibu Aza.
"Saya mau mengambil jurusan Al-Quran saja Bu," jawab Aza.
"Kamu kan bacaan mengajinya masih kurang lancar dan belum pernah mengikuti tashih ?" tanya ibunya.
"Tidak apa-apa Bu meskipun belum lancar saya akan belajar dan berjuang dengan sungguh-sungguh," jawab Aza.
"Semoga cita-citamu terkabul nak," doa ibunya dengan terharu.
Aza berangkat ke pondok pesantren diantar oleh ibunya. Setelah didata Aza berpamitan kepada ibunya. Ibunya hanya mengantar sampai di depan pintu gerbang menuju kamar. Peraturan baru wali santri tidak boleh masuk ke dalam kamar pondok. Dengan berat hati ibunya melepaskan Aza masuk ke dalam lingkungan pondok. Air mata ibunya mengalir membasahi pipinya.
"Ya Allah uang saku Aza ketinggalan," ucap ibu Aza dalam hati.
Ibu Aza menitipkan uang saku kepada pengurus pondok.
Berhari-hari bu Tika memikirkan anaknya. Sampai bu Tika tidak mau makan, dia membayangkan bagaimana kalau anaknya tidak mau makan, tidak punya teman, dan lain sebagainya. Apalagi waktu itu bu Tika lupa tidak memberi uang saku kepada Aza. Bu Tika sering menangis memikirkan anaknya. Bagaimana kalau anaknya tidak bisa membeli jajan karena tidak punya uang. Hari hari dilalui oleh bu Tika dengan sepi. Orang tua tidak boleh menjenguk anaknya selama empat puluh hari. Hari- hari terasa begitu lama bagi bu Tika. Dengan rasa was-was bu Tika menunggu kabar anaknya.
Bersambung
Mojokerto, 2 Februari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ceritanya
Terima kasih atas apresiasinya Bu
Kereeen... tambah siip
Terima kasih Bu
Keren, Bu semoga Aza selalu dalam lindungan Allah
Aamiin, terima kasih doanya Bu
Semoga Aza kerasan di pondok dan jadi hafidz di tunggu kisah selanjutnya bu keren
Aamiin terima kasih doanya Bu