Suherniwita

I am a wife for my hubby, a mom of my Fadlan/Fadlin, an English teacher at SMKN 1 KOTO BESAR DHARMASRAYA SUMATERA BARAT....

Selengkapnya
Navigasi Web
5 TRADISI PERNIKAHAN ADAT PARIAMAN YANG MEMBUAT SAKIT KEPALA

5 TRADISI PERNIKAHAN ADAT PARIAMAN YANG MEMBUAT SAKIT KEPALA

By Suherniwita

Setiap daerah di Indonesia memiliki adat dan budaya tersendiri dalam menyelenggarakan pernikahan, tak terkecuali Pariaman. Pariaman yang berlokasi 56 KM dari Kota Padang atau sekitar 20 KM dari Bandara Internasional Minang Kabau terkenal sarat dengan adat istiadat dan budaya lokal termasuk dalam upacara pernikahan. Setiap keluarga di Pariaman apabila akan menyelenggarakan pernikahan harus siap merogoh kocek dalam-dalam, yang so pasti akan membuat “sakit kepala” Si Penyelenggara Pesta. Berikut ulasan 5 tradisi pernikahan adat Pariaman yang lumayan membuat “sakit kepala”:

1. Maanta Kampie/Maanta Tando

Maanta Kampie/Maanta Tando adalah istilah yang digunakan ketika calon penganten perempuan dan laki-laki bertunangan. Di beberapa daerah di Pariaman ada yang menggunakan istilah Maanta Tando dan ada juga yang menyebutnya dengan Maanta Kampie. Dalam tradisi ini keluarga calon mempelai wanita mengantarkan berbagai jenis hantaran yang biasanya berupa makanan seperti: lapek, buah-buahan, kue, singgang ayam, agar-agar, serta jenis makanan lainnya yang tidak lah sedikit. Setiap tetangga, saudara dan sanak keluarga yang diundang oleh penyelenggara biasanya membawa makanan, sehingga makanan yang terkumpul sangatlah banyak. Di beberapa acara manta kampie yang telah saya lihat dan saya selenggarakan ada yang bahkan mendapatkan ratusan kue dan singgang ayam untuk dihantarkan ke rumah calon mempelai laki-laki. Tentu ini tidak memakan biaya yang sedikit. Setelah semua hantaran tersedia, rombongan pihak calon mempelai perempuan pergi ke rumah calon mempelai laki-laki. Biasanya nanti di sambut pula dengan acara petatah petitih dari ninik mamak dan dilanjutkan dengan membicarakan kapan acara pernikahan akan diselenggarakan dan berapa uang japuik serta uang ilang yang harus disediakan oleh pihak perempuan. Terakhir di tutup dengan acara tukar cincin sebagai tanda bahwa pasangan tersebut telah bertunangan.

2. Uang japuik dan uang ilang.

Sebagian orang yang tidak memahami adat Pariaman mungkin menganggap Uang Japuik sama dengan Uang Ilang. Ini adalah dua hal yang berbeda dan dua hal ini harus disediakan pihak mempelai perempuan agar penganten laki-laki bisa terbawa ketika “Kapalo Mudo” (orang yang dipercaya di Pariaman sebagai jubir pepatah petitih dan memberi arahan rangkaian adat yang akan dilaksanakan) dan Ninik Mamak mempelai perempuan menjemput mempelai laki-laki secara adat. Ketika acara menjemput inilah uang ilang dan uang japuik di serahkan dari pihak perempuan ke pihak laki-laki. Uang ilang biasanya adalah berupa uang tunai dengan jumlah yang fantastis tergantung kesepakatan ketika acara maanta kampie dilaksanakan, sedangkan uang japuik berupa emas yang besarannya juga sesuai dengan kesepakatan. Uang ilang adalah uang yang benar-benar akan hilang karena sudah diberika kepada pihak mempelai laki-laki, sementara uang japuik yang berupa emas nanti akan dikembalikan lagi kepada mempelai perempuan ketika acara manjalang mintuo. Sebagai contoh, besaran uang ilang sekitaran Rp 15.000.000 - Rp 50.000.000 bahkan lebih, sesuai dengan pekerjaan atau jabatan si pengantin laki-laki dan uang japuik berupa gelang emas seberat 3 - 5 emas. Bisa dibayangkan hal ini pasti akan membuat pihak keluarga perempuan migrain! Hehehe.

3. Manjalang Mintuo dan Basalam

Setelah pesta pernikahan usai, pada malam harinya mempelai wanita akan melaksanakan acara yang disebut dengan manjalang mintuo dimana mempelai wanita bersama rombongan datang ke rumah mempelai laki-laki. Rombongan biasanya datang dengan membawa juadah yang telah diantarkan pada siang harinya. Nah, di sini keluarga mempelai laki-laki nanti akan melaksanakan acara basalam yang biasanya berupa cincin emas, baju, kain batik, seprei, dan lain-lain. Bisa dibayangkan berapa jumlah keluarga mempelai laki-laki, sebanyak itulah cincin yang didapatkan oleh mempelai perempuan. Lumayan membuat sakit kepala ya sobat pembaca, apalagi kian hari harga emas kain melonjak.

4. Manjalang Duo

Sobat pembaca, jangan kira resepsi pernikahan usai maka rangkaian adat juga selesai. Masih ada yang disebut dengan manjalang duo. Manjalang duo biasanya dilaksanakan seminggu setelah pernikahan dilaksanakan. Di sini penganten perempuan kembali memakai baju anak daro dan suntiang, untuk yang kedua kalinya bersama rombongan pergi manjalang ke rumah mempelai laki-laki. Makanya disebut dengan manjalang duo. Dalam tradisi manjalang duo, keluarga mempelai perempuan kembali membawa hantaran berupa juadah dan masakan-masakan dalam rantang. Apakah hanya untuk orang tua mempelai laki-laki? Jawabannya tidak! Semua saudara kandung orang tua mempelai laki-laki wajib dibuatkan hantaran seperti ini. Lagi-lagi, pihak mempelai perempuan harus merogoh kocek dalam-dalam. Namun, nanti balasan dari pihak mempelai laki-laki juga akan berupa cincin emas atau pun uang untuk tiap rumah yang dibuatkan hantaran.

5. Membuat hantaran untuk satu tahun pertama pernikahan

Untuk lebih mengeratkan hubungan kedua keluarga, biasanya orang-orang yang baru menikah di Pariaman akan melaksanakan hantaran pada bulan-bulan tertentu pada satu tahun pertama pernikahan. Misalnya pada bulan Rajab, hantaran yang biasanya dibuat adalah berupa serabi dan rantang-rantang yang berisi masakan dari keluarga perempuan untuk keluarga mempelai laki-laki. Pada bulan Ramadhan, biasanya menantu mengantarkan takjil atau “pabukoan” ke rumah mertua. Begitu juga pada saat Idul Fitri, sambil pergi silaturrahmi ke rumah keluarga mempelai laki-laki, ada hantaran makanan dan kue-kue lebaran yang akan dibawa. Hantaran ini dibuat ke rumah keluarga mempelai laki-laki yang juga dibuatkan hantaran ketika acara manjalang duo.

Bagaimana sobat pembaca, rangkaian adat ini cukup membuat “sakit kepala” bukan? Tidak hanya memberatkan dari segi financial, tapi rangkaian adat ini juga akan memberatkan dari segi pekerjaan emak-emak yang akan sibuk di dapur demi membuat hantaran dan hantaran. Namun, hal inilah yang membuat kekeluargaan di Pariaman sangat erat. Bak kata pepatah adat di Pariaman “Mangiak Baban Barek Singguluang Batu, Ndak Kayu Janjang Dikapiang” artinya seberat apa pun beban yang akan dihadapi oleh pihak perempuan di Pariaman, dengan bantuan sanak keluarga dan masyarakat sekitar, akan tetap bisa dilaksanakan.

Salam dari Putri Asli Pariaman yang sedang rindu dengan kampung halaman.

Somewhere, Mey 14 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pitih bajapuik tu babaliek ka anak daro,, untuk membina rumah tangga yang baru mambangun bahtera. Kadang kesepakatan itu sasuai juo jo kamampuan yang ado, indah harus dipaksakan harus sekian..bapandai-pandailah..

14 May
Balas

MasyaAllah.. Beban yang berat untuk mempelai wanita

14 May
Balas

Pihak perempuan yang proaktif ya?

14 May
Balas

Iya ibu.. kalau d pariaman pihak perempuan yg melamar laki2.. pihak perempuan yang proaktif

14 May
Balas



search

New Post