CERITA MAWAR (KISAH SEORANG ISTRI KORBAN KDRT)
By Suherniwita, S.Pd
Namanya Mawar. Seorang ibu muda berusia 22 tahun. Ia memiliki 2 orang anak laki-laki. Si sulung berumur 5 tahun dan anak keduanya berumur 2 tahun. Mawar adalah tetangga satu komplek perumahan denganku. Aku sudah mengenalnya sedari kecil, karena ia teman adikku. Mawar sebelumnya merantau ke Jakarta bersama suaminya. Sekarang entah kenapa ia kembali lagi ke rumah orang tuanya, di komplek ini. Aku tak sengaja bertemu dengan Mawar ketika mengajak putraku bermain sepeda di jalanan sekitaran komplek rumah. Anaknya yang sulung berlarian mengejar anakku yang sedang bermain sepeda. Mungkin karena mereka seumuran, tampaknya mereka langsung akrab.
Mawar berjalan di sampingku sambil menggendong anak keduanya. Kami pun bercerita, bertukar pikiran tentang anak dan keluarga. Tanpa ku tanya mengalirlah cerita dari bibir Mawar yang tampak pucat tanpa riasan lipstick itu.
"Kak, aku sudah cerai dari suamiku" tuturnya sedih.
"Lho, kok bisa dek? Kenapa kamu bisa bercerai?" Selidikku dengan rasa penasaran. Rasanya sayang sekali jika wanita muda seperti Mawar sudah menjadi seorang janda. Kasian anak-anaknya yang masih balita dan pasti membutuhkan figur seorang ayah.
"Suamiku sering main tangan padaku, Kak. Acapkali aku ditampar dan dijambak. Pernah aku sampai dijejelin ke dinding hingga mukaku memar" Lanjutnya menceritakan kisah pilu rumah tangganya.
"Lalu kamu terima aja perlakuan suamimu seperti itu? Itu sudah KDRT lho, dek. Kamu bisa lapor polisi dan menjebloskan suamimu itu ke penjara" Balasku geram. Aku tak terima kalau kaumku yang lemah ditindas oleh lelaki laknat seperti itu.
"Aku pernah melawan, Kak. Tapi suamiku bilang kalau aku terlalu manja. Baru dikasarin segitu aja nangis. Kakak perempuan suamiku juga sering dihajar suaminya, Kak. Dan kata suamiku di keluarganya kekerasan seperti itu sudah biasa. Lama-lama aku jadi nggak tahan, lalu puncaknya sebelum bulan puasa kemaren aku minta cerai dan pulang kampung" Jelas Mawar dengan raut muka yang begitu sedih. Jelas sekali kalau ia memendam luka yang teramat dalam selama ini.
Aku menatap Mawar penuh iba. Kami pun berhenti berjalan, lalu duduk di bangku yang terletak di pinggir taman komplek. Yang kulakukan pada saat itu hanyalah menghibur dan menguatkan Mawar semampuku.
"Yang sabar ya, Dek. Tindakan kamu sudah benar. Walaupun perceraian adalah hal yang paling dibenci Allah, tapi kalau seorang suami sudah berani main tangan pada istrinya, lebih baik berpisah, Dek. Masih banyak lelaki baik di luar sana, yang bisa menerima kamu apa adanya. Kamu jangan pernah ragu dengan kebesaran Allah. Boleh jadi hari ini kamu ditindas, esok Allah akan angkat derajatmu menjadi lebih tinggi".
Mawar menangis sesenggukan. Sebagai sesama wanita, aku bisa merasakan perih di hatinya. Tak terbayang kalau aku yang berada di posisi Mawar. Masih muda, namun karena kebejatan seorang lelaki sudah menjadi janda. Aku hanya bisa berdoa, semoga kelak Mawar dipertemukan dengan lelaki yang lebih baik.
************
Selang beberapa bulan kemudian, aku tak pernah melihat lagi sosok Mawar di sekeliling komplek rumahku. Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan ibunya Mawar di warung Buk Inah.
"Eh ada Bu Marni di sini. Beli apa, Bu?" Sapaku kepada Bu Marni, ibunya Mawar.
"Ini ibu lagi beli teh dan gula. Biasa, Bapaknya Mawar selalu minum teh kalau pagi-pagi begini" Jawab Bu Marni.
"Oh iya, Bu. Ngomong-ngomong Mawar apa kabarnya, Bu? Kok nggak pernah kelihatan lagi lewat di depan rumah?" Tanyaku menanyakan kabar Mawar.
"Oh itu, Nak. Si Mawar begitulah. Udah capek Ibu bilangin dia. Emang dasar anak keras kepala, ia tidak mendengarkan kata ibunya ini" gerutu Bu Marni sambil mencari-cari barang yang mau ia beli.
"Emang Mawar kenapa, Bu?" Aku makin penasaran dengan cerita Bu Marni.
"Itu... Dia balik lagi sama Bagas. Mantan suaminya yang suka main kasar itu!" Jawab Bu Marni singkat, namun sangat mengejutkanku.
"Lho! Kok bisa Mawar rujuk lagi ya, Bu? Apa dia nggak takut kejadian yang sama terulang kembali?" Tanyaku heran dengan keputusan Mawar. "Ya begitulah Mawar, Nak. Ia sangat cinta dengan suaminya dan berharap suaminya bisa sadar sendiri nanti. Semogalah seperti itu. Oh ya, Nak. Ibu mau bayar ini dulu ya. Nanti Bapaknya Mawar kelamaan menunggu di rumah" Jelas Bu Marni sambil tergesa-gesa untuk pulang.
Bu Marni pun kemudian berlalu meninggalkanku yang masih melongo dengan cerita tak masuk akal itu bagiku. Kok ada ya, seorang istri yang walau sudah babak belur dihajar suami, tapi masih mampu mencintai suaminya sebesar itu. Kalau aku sih, wallahualam, sudah aku hempaskan suami yang berani melakukan KDRT seperti itu. Akan ku buang jauh-jauh ke tempat pembuangan sampah dan tidak akan pernah ku pungut kembali!. Tapi ya sudahlah. Itu kehidupan Mawar. Ia berhak mengambil keputusan atas hidup dan masa depannya. Sekali lagi, aku hanya bisa mendoakam Semoga rumah tangganya kembali aman dan sejahtera. Amin!....
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keren thor
Wanita kebanyakan rela berkorban demi cinta ya bun
Keren ceritanya ibu, pengalaman yang bisa menjadi guru untuk kita semua, semoga ga ada lagi kekerasan dalam rumah tangga...
Terima kasih ibu2 telah berkunjung..
terkadang cinta memang buta...