Terbesit Dengan Senyuman
Pagi Sunyi penuh taburan embun mengoyak matahari masih terlihat dingin karena didebat hujan semalam suntuk,
Kau masih lelap, tanpa pernah lagi meminta puisi,
Di hamparan rumput embun, rebah di rahim sunyi, waktu langit kukuh gelap, sehingga kata tak butuh pena, cuma kau.. sepasang mata yang terjaga... kekuatan yang menakjubkan selalu menghampiriku, Biasa selalu ada rindu ditiup pucuk pinusTapi ini cuma dingin sepi menghunus senyum lirih mengundang rindu,
Hati terbuai dengan kerinduan, berkelakar membuka hati,
Dan menulis dari tempat yang dikelilingi pepohonan rimbun.
Dan menulis untukmu saat malam hari diterangi bintang hingga darahnya mendidihDan menulis untuk merayu jiwamu, dan menulis mimpi senja di jantun
Dan hujan senyum yang tiada hentiDan menulis hujan abadi tentang rindu keabdian
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar