AKU INGIN PULANG
AKU INGIN PULANG
Oleh: Sulastri
Langit mulai memerah. Matahari hendak meninggalkan siang. Kulihat dia meloncat-loncat di bebatuan. Sebentar kemudian bersembunyi di balik bebatuan. Lalu ia muncul kembali. Sambil menegok ke kakan-kiri seolah ia takut ada yang mengikuti. Tngginya kira-kira hanya satu meter. Badannya kurus, sampai kelihatan tulang iganya,dan tulang tangan dan kakinya yang sangat menonjol.Kulitnya keriput. Mukanya hampir berbentuk
Segtiga.Matanya bulat dan cekung.Hidungnya seperti tak bertulang rawan. Hanya dua lubang besar di sana. Mulutnya lebar dengan gigi hitam yang kelihatan jarang-jarang apabila menyeringai. Rambut kepalanya hampir gundul hanya dua, tiga helai mondar-mandir di mukanya, ketika tertiup angin. Apabila bicara dan tertawa suaranya serak seperti orang yang terserang sakit batuk. Jalannya hampir membungkuk. Di tangan kanannya memegang sebuah guci kecil terbuat dari emas. Dan ia lalu berkata “Ini milikku yang paling berharga.”Sejenak kemudian ia memandangku. Aku tersentak kaget. Ternyata ia tahu kalau aku sedang mengamatinya. Matanya melotot ke arahkau. Kutelan ludah dan tanpa sadar, keringat dingin pun mulai membasahi dahi dan badanku. Tiba-tiba gupraaak…! Aku terjatuh. Batu tempatku bersembunyi ternyata ambrol. Belum sempat aku berdiri, tiba-tiba ia sudah berada di depanku.
“Siapa kamu, mengapa dari tadi kau mengikutiku?” kata orang kerdil itu, seperti mengadiliku.
“Aku…aku. Suaraku terpatah-patah, karena aku memang tidak tahu mengapa aku harus mengikutinya. Kami seperti di sebuah gurun berbatu. Di sekeliling hanya terlihat batu cadas dan tanah yang tandus.Udara terasa pengap.
“Sebaiknya kau cepat pergi dari sini, atau selamanya kau harus mengikutiku terus sampai ke gerbang kematian ha ha ha…”
Wajah orang kerdil itu semakin membuatku takut, ketika ia tertawa sambil mendekatkan wajahnya ke mukaku. Wakjahnya yang seram semakin kelihatan jelas. Badanku seketika lunglai karena ketakutan. Lalu dengan sekuat tenaga aku berdiri. Kucoba berlari dan terus berlari untuk menjauhi orang kerdil itu. Dengan sisa tenaga dan nafas terengah-engah kuterjang apa saja yang ada di depanku. Kudengar suara tawanya mulai samar-samar.Kuharap aku sudah jauh darinya dan ia tak mengejarku. Namun kucoba terus berlari sampai kakiku sudah tak kuat lagi melangkah. Tiba-tiba aku sudah berada di sebuah perkampungan Ah,lega sekali bila aku bisa pulang. Kulelusuri jalan kecil berbelok-belok.Kakiku sudah pegal,namun belum sampai juga di rumah.Apakah aku salah jalan.Aku ingin cepat pulang. Perlahan langit mulai gelap, aku tak jelas lagi melihat jalan,bahkan melihat kakiku sendiri saja sudah samar-samar.Mengapa dari tadi jalan ini begitu sepi, tak kutemui seorang pun yang bisa kumintai tolong sebagai penunjuk jalan. Tenggorokakku terasa kering dan perutku mulai keroncongan minta diisi. Aku merasa heran, di kiri-kanan rumah orang-orang itu begitu gelap.
“Mari sini Nak, istirahat ke rumah saya.” Tiba-tiba muncul seseorang di depanku.Karena terkejut sampai dadaku berdebar-debar.Darimana munculnya orang ini.Karena gelap, aku hanya bisa melihatnya samar-samar. Orang itu kira-kira sudah setengah baya. Namun laki-laki atau perempuan tak terlihat dengan jelas, karena ia memakai jubah puth. Belum sempat aku menjawab ajakanya, ia segera menuntunku ke rumahnya. Takut, tapi aku tak kuasa menolak. Sebenarnya aku hanya ingin bertanya, jalan mana menuju rumahku,tapi mulutku terkunci.
“Kamu ingin cepat pulang?”
“E…e..iya nek,eh..kek,”jawabku terpatah-patah.
Sekejap kemudian kami telah sampai di depan rumahnya.
“Tidak usah takut, mari masuk !”
Sampai di dalam rumah, terasa dingin, seperti ber-ac. Di dalam rumah ini lebih terang. Dari luar tadi tampak seperti rumah biasa tapi begitu masuk luas dan mewah.Lantainya dari keramik putih,bersih. Kursi tamunya kelihatan empuk,indah dengan kain beludru,bercorak biru langit kehijau-hijauan serasi dengan warna karpetnya.Setelah kuinjakkan kakiku di karpet, terasa lembut dan tebal.Dindingnya putih.Tepat di arah pintu ruang tengah ada tulisan berlafadz Alloh dan Muhammad terukir indah. Plafonya dicat gambar seperti langit di siang hari, biru dan diselingi awan putih.Waw… !Belum selesai aku mengagumi rumahnya, orang itu sudah megejutkanku kembali.
“Kau belum mengucapkan salam?”
Eh, iya, lupa.Assalamualaikum?
Waalaikum salam warohmatullahi wa barokatuh. Masih muda kok pikun.”
Iya, maaf.”
“Ayo basuhlah mukamu dan cucilah kakimu dulu. Kau kotor dan bau.”
Dingin-dingin begini harus kena air, malas ah. Sebenarnya aku ingin sekali duduk istirahat di kursi tadi. Tapi lagi-lagi aku tak kuasa menolak-kata-katanya. Kuambil air dan kubasuh muka, tangan dan kakiku. Benar-benar dingn seperti es mencair.
“Kau belum shalat kan? Shalatlah dulu, mumpung masih ada waktu.”
Orang itu lagi, mengapa kehadirannya selalu membuatku terkejut.Waah, bisa sakit jantung kalau begini.Beliau bisa muncul tiba-tiba, di depanku, di sampingku, di belakangku.Terus menyuruhku shalat lagi. Waduh, aku sudah lupa-lupa ingat caranya apalagi bacaanya.Aku sudah lama tidak mengerjakannya.
“Sudah, ayo shalat, katanya kau ingin cepat pulang, jangan ditunda-tunda,” kata orang itu dengan nada agak keras.
“Tapi, saya…saya… Belum selesai aku menjawab, orang itu sudah menghilang. Lalu kucoba mengingat sekuat tenaga tentang cara dan bacaan shalat.
“Kamu lupa bacaan dan caranya?” Tiba-tiba orang itu muncul kembali di sampingku. Mengapa orang ini bisa membaca pikianku ya.
“Sudahlah kerjakan saja, yang penting sudah ada niat dalam hatimu. Sebelum mengerjakan, bacalah basmalah dulu.”
Lalu kuucapkan bacaan basmalah dan kusebut nama-Mu ya Allah, Allahu Akbar”. Aneh, tiba-tiba aku bisa mengingat dengan jelas dan shalatku lancar. Aku seperti berada di sebuah masjid. Bersama teman-teman kecilku, Ozi, Rani,Tika dan si gendut Gani. Kami asyik mengaji. Mbak Nisa, anak pak Haji Mustofa yang membimbing kami mengaji shalat.Dengan sabar Mbak Nisa dibantu temannya mengajari kami satu per satu gerakan shalat. Setiap sore sehabis ashar kami selalu berkumpul di rumah Rahmad kemudian kami bersama-sama ke masjid.Rumah Rahmad memang paling dekat dengan masjid.Kami menjadikannya tempat bermain sambil menunggu teman lain kumpul.Sebab bila bermain di masjid pak Haji sering menegur kami karena kami erring membuat keributan. Tapi mbak Nisa sangat baik, dia sering meyediakan sirup dingin serta kue untuk kami sehabis mengaji.Itu salah satunya yang membuat kami rajin mengaji.
“Aku percaya, kamu masih bisa mengerjakan shalat.” Orang itu lagi,tiba-tiba sudah berada di depanku.” Tapi mengapa kamu tidak mengerjakan shalat, padahal kamu mampu.”
“Saya…saya…Belum selesai aku menjawab orang itu sudah memotong kata-kataku.Lagipula aku juga tidak tahu harus menjawab apa.
“Ayo anak muda, mari kuantar kau pulang.”
***
Dalam sekejab kami sudah sampai di suatu tempat. Tapi sepertinya bukan rumahku. Kami menelusuri sebuah lorong dengan pintu-pintu di kanan-kiri yang tertutup. Dindingnya berwarna utih semua. Sebenarnya aku ingin menanyakan kepada beliau, akan dibawa kemana aku ini.Tapi bibirku tak kuasa berucap. Lalu beliau membukakan pintu sebuah kamar di lorong itu.
“Ayo masuklah, keluargamu sudah lam menunggu.”Lalu orang itu menghilang kembali.Kulihat ada seorang yang terbaring di sebuah ranjang yang ditutupi selimut berwarna hijau terang. Dipasangi selang di hidung dan infus di tangannya serta kepala dan kaki yang diperban. Melihat alat-alat di ruangan ini seperti di rumah sakit. Tapi mengapa ayah dan ibu serta adikku menunggui orang itu. Kupandangi wajah orang di ranjang itu. Aku seperti mengenali wajah itu.Wajah yang sering kulihat di cermin.
“Andi, kamu sudah sadar Nak! bukalah matamu kembali. Mama di sini Andi.
Itu seperti suara mama.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar kembali.”
Kalau itu suara papa.
“Mas Andi, masih mengenal aku kan?Adikmu yang cuantik ini.” Itu pasti suara si Ita yang cerewet itu. Aku berusaha membuka mataku lebar-lebar, meski pandanganku masih kabur.Bergantian mereka mencium keningku. Dan mama yang begitu erat memegang tanganku. Aku ingin sekali menjawab sapaan mereka dan menceritakan perjalananku tadi. Aku juga ingin bertanya, mengapa aku sampai berada di rumah sakit ini. Tapi bibirku terasa kaku dan tak ada tenaga untuk mengeuarkan suara. Aku hanya bisa menjawab dengan kedipan mata dan anggukan saja. Sejenak kemudian seorang dokter memeriksaku.
“Karena saudara Andi sudah, sekarang boleh minum, pasti sudah haus kan? Tapi jangan banyak-banyak ya. Oya, Bapak,Ibu jangan diajak ngobrol terlalu lama, soalnya mas Andi masih perlu banyak istirahat,” kata dokter sambil memeriksa dadaku dengan stetoskopnya. Lalu dengan segera mama memberiku minum air putih.Alhamdulillah ya Allah, aku masih Kau beri kesempatan untuk bertemu kembali dengan keluargaku dan Kau beri kesempatan kepadaku untuk shalat,sebelum aku dishalati.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereen
Salam literasi
makasih pa sudah komen. mohon kritik dan sarannya. makasih. salam literasi
Makasih pak, tunggu cerpen saya beikutnya. salam literasi
masih dalam taraf belajar menulis.