sulastri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

latihan menulis di gurusiana

MAMA LAST-REE

Oleh : Sulastri

( Istri dari Bp. Mas’udi, Ibu dari Fira Zulfania dan Dina Zulfania)

Jingga mewarnai sore cerahku kali ini. September 7, ditahun 2017 bak lagu sang diva Indonesia Vina Panduwinata, ceria. Cermin dari layar HP androidku yang termasuk tidak baru lagi, masih bisa melihatkan wajah asliku. Tiga puluh sembilan tahun yang lalu diriku dilahirkan dari seorang ibunda yang perkasa dari desa kecil dibelahan timur kota Semarang. Dari perjuangan seorang ayah yang gigih berjuang ingin melihat senyum manja putri mungilnya, terwujud sudah, diriku. Dilewatinya beberapa ritual dan doa demi mendapatkan sebuah nama yang cantik versi desa, Sulastri Dian Anggraini, ah…terlalu panjang. Cukup Sulastri, malu dengan tetangga, kayak orang kota saja. Dian Anggraini-nya untuk marga saja. Inilah Aku. Putri kecil dengan empat saudara lelaki, semua siaga menjagaku dari marabahaya. “Sendang kaapit pancuran” sebagai penerus generasi dari Kanjeng Romo Muhammad Hadiwijoyo dan Kanjeng Ibu R.A Yatimah.

Masa kecil sangat indah menghantarkanku menjadi sulastri kecil yang ceria. Diapit empat saudara laki-laki menjadikanku sedikit tomboy style. Ngajag (berburu binatang buas) adalah kegemaran kakakku nomor dua kadang juga aku ikuti, ternyata mengasyikkan bagiku. Bermain perahu getek dari pohon pisang dan renang gaya bebas dan gaya batu saat banjir tahunan tiba adalah kegembiraan yang tiada tara bagiku saat itu. Bermain layang-layang, bermain gundu, gambar-an (lempar kertas bergambar), petak umpet dan gobak sodor dibawah terang bulan di halaman depan rumah adalah kebahagiaan dan membawa efek kecerdasan tersendiri bagi kami anak-anak desa saat itu. Tumbuh di lingkungan sederhana, di atmosfer kesederhanaan dan nilai-nilai filosofi jawa, mewarnai kehidupanku selanjutnya.

Detik berganti menit bergulir, angin menghembus merubah warna hijau daun menjadi lembayung. Sulastri kecil mulai berjerawat seiring berganti mentari berpapasan senyum dengan si bulan. Ayahanda harus rela melepaskan trinil kecilnya untuk menerima kodrat kehidupan. Melepas dengan pinangan dan mahar seorang pria sholeh salah satu pilihan dan ijinnya. Birul wallidain tiada terkira batas pahalanya. Sulastri kecil hanya ingin jadi mama sholihah”.

i

Semarang, Pandanaran Hotel

9 September 2017, 21.45 WIB

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisannya keren, mengalir lancar, dan enak dibaca. Dahsyat

08 Sep
Balas

Suwun bpk...

08 Sep
Balas



search

New Post