Di ruang kantor guru, Syifa dan ketiga temannya saat ini duduk tertunduk di kursi sebelah kanan pintu. Dan di sebelah kiri pintu, sudah ada beberapa paruh baya yang sedang dihadapkan oleh Bapak Kepala Sekolah. Mereka adalah orang tua dari Asyifa dan teman-temannya.

"Baiklah, mohon maaf kalau selama seminggu ke depan mereka harus belajar dulu di rumah," ucap Kepala Sekolah mengakhiri percakapannya dengan para orangtua tersebut.

"Tidak!" ketiga gadis yang sejak tadi terdiampun tidak bisa menerima keputusan itu. Mereka tetap menyangkal kalau barang itu bukan milik mereka. Terutama Asyifa.

"Yah, barang itu bukan milikku, Yah..." dia merengek pada Ayahnya, berharap pria gagah yang sudah merawatnya hingga saat ini percaya dengan apa yang diucapkannya. Namun, sayangnya semua orang sudah melihat sendiri bahwa barang itu di temukan dari dalam tasnya. Jadi, sekeras apapun Syifa menolak hal itu, ia tetap tidak bisa mengubah kenyataan. Walaupun ia bukan pemakai barang haram itu, tapi ia tetap diduga sebagai pengedar barang tersebut. Untuk itu, dengan terpaksa pihak sekolah memberikan hukuman selama seminggu untuk merenungi perbuatan mereka.

Bagi Syifa, hukuman ini tidak adil. Ia bukan pemilik benda haram itu. Kenapa pihak sekolah tidak mau mendengarkan ucapannya. Memang diakui, kalau selama ini ia sering melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil seperti menyontek, bertengkar dengan temannya, hingga memanjat pagar sekolah ketika ingin membolos. Tapi, untuk hal yang ini Syifa benar-benar tidak berbohong. Ia tidak bersalah. Ia pasti dijebak oleh seseorang. Tapi, siapa? Ia tidak bisa berpikir untuk saat ini.