Sulistari Rahayu

Guru PAI SD. Tinggal di Jatilor Kecamatan Godong Grobogan Jawa Tengah. Suka menulis tetapi lebih sering menulis puisi....

Selengkapnya
Navigasi Web

KEHIDUPAN ASYIFA

Setelah kejadian tiga hari yang lalu, Syifa yang terbukti menyimpan barang haram yakni narkotika di dalam tasnya, kini ia harus berdiam diri di rumah. Terkurung dalam kamarnya sendiri. Hukuman yang diberikan oleh pihak sekolahan memang hanya diskors atau berdiam diri di rumah. Namun, bagi Syifa yang suka dengan kebebasan merasa sesak, muak dengan semua ini. Apalagi dia merasa tidak bersalah. Ia benar-benar tidak tahu menahu soal barang haram tersebut. Yang tidak kalah membuatnya pusing adalah kenapa bisa barang itu ada di dalam tas sekolahnya. Seingatnya tadi malam ketika belajar, ia hanya memasukan buku serta alat tulis ke dalam tas sekolahnya. "Berarti, barang itu mungkin dimasukkan seseorang pagi tadi? Ah, iya, pasti itu!" Monolognya. Sambil berjalan kesana kemari mengelilingi tempat tidurnya, Syifa menebak nebak siapa kiranya yang telah tega menfitnah dirinya. Ya, semua hanya fitnah. Syifa bukan pemilik barang itu. Ia dijebak dan difitnah oleh seseorang. Tapi siapa? Syifa sendiri terlalu stres hingga tidak bisa menemukan siapa orang dibalik semua ini. Suara kegaduhan membuyarkan lamunan Syifa seketika. Samar-samar ia mendengar suara teriakan dan orang yang membentak-bentak dengan intonasi marah. Entah apa yang sedang diributkan di luar sana, Syifa hanya menghela nafas panjang guna menenangkan segala pikiran dan rasa sesak di dalam hatinya. Syifa tahu, jika kegaduhan di luar kamarnya itu adalah akibat ulah kedua orangtuanya. Pasti salah satu dari mereka ada yang memicu masalah entah tentang pekerjaan, bisnis, ataupun yang lainnya, Syifa pun tidak begitu mempedulikannya. Hampir setiap hari, orangtuanya selalu ada yang dipermasalahkan hingga berunjung saling berdebat yang tidak ada akhirnya. Seolah-olah mereka itu merasa paling benar dan orang lain itu salah di matanya. Jangankan mengurus rumah, orangtua Syifa malah sibuk mengurusi bisnisnya masing-masing. Tanpa peduli dengan darah dagingnya sendiri. Jika Syifa sempat protes kepada duanya, mereka berdalih bahwa apa yang mereka lakukan itu juga demi masa depan Syifa. Dan Syifapun hanya pasrah dengan semuanya. Dengan segala kemewahan yang dimiliki orangtuanya, Syifa kerap sekali metraktir teman-temannya. Makan, jalan-jalan, dan nongkrong bersama teman-temannyalah yang membuat Syifa bisa melupakan sejenak masalahnya. Walaupun Syifa berasal dari keluarga kaya raya, tak lantas membuatnya menyombongkan diri. Ia malah sering kali membantu teman-temannya yang sedang kesusahan. Saking baiknya, ia juga sering dimanfaatkan oleh beberapa temannya yang merasa beruntung memiliki teman tajir. Tapi, Syifa menikmati hidupnya itu. Banyak duit banyak teman, pikirnya. Padahal hal itulah yang malah menjadi sesuatu yang perlu diwaspadai.

.

.

.

Bersambung..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post