Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web
ADA BAYANGAN

ADA BAYANGAN

#Tantangangurusiana(147)

Hera terpaku menatap bayangnya di cermin. Setiap mengurai rambut setelah keramas, seringkali dia melihat ada bayangan lain di samping bahunya.

"Itu hanya halusinasimu saja, Ra!"

"Begitu, ya?"

"Maka jadi orang Jangan suka melamun,"

Tapi ucapan Hendra itu bukan yang sebenarnya. Dia mengkhawatirkan keluhan kekasihnya itu. Hanya dia tidak ingin membuat Hera menjadi ketakutan.

"Aku jadi males keramas dan bercermin. Aku serasa melihatnya,"

"Melihat gimana sih, Ra?"

"Badannya sedikit lebih tinggi berambut lurus basah sepinggang. Iya sepanjang rambutku ini,"

"Terus?"

"Ya terlihat sekilas gitu aja. Saat aku memastikan sudah gak ada,"

"Apa kamu kepikiran apa gitu?"

"Justru itu. Kalau aku sedang dalam rasa takut, dianya gak muncul. Tapi pas aku kaya merasa santai dan tenang tanpa pikiran, dia muncul begitu saja. Jadi kaget geragapan,"

"Aneh. Jadi pas kamu tenang tidak berpikir apa-apa. Apa tenang yang melamun gitu?"

"Entahlah. Aku hanya merasa jiwaku tenang dan seolah di tempat yang jauuuuh, terus dia mencul di belakangku. Tepatnya di sebelah bahuku, gitu!"

"Sudah! Jangan terlalu dipikirkan. Kamar jangan dibuat sepi. Dengerin murtal gitu," hibur Hendra sambil meraih jemari Hera. Penuh kasih sayang dia membelai rambut kekasihnya yang panjang tergerai menutupi sebagian wajahnya.

"Kau sakit?"

"Badanku terasa tak enak. Masuk angin kali."

"Oke, aku antar pulang. Istirahatlah. Minggu depan kita coba-coba cari kos baru, ya?"

Hera mengangguk tanpa semangat. Sepanjang perjalanan juga tampak diam. Hal yang jarang terjadi.

"Ra...," panggil Hendra saat Hera turun dari motor dan meninggalkannya begitu saja. Hera menoleh. Wajahnya kelihatan pucat.

"Kau baik-baik saja? Aku antar ke dokter, yuk?" ajak Hendra. Hera menggeleng dan berlalu dari hadapannya dengan cepat. Hendra menatap punggung kekasihnya hingga hilang ditelan bayangan rumah kos. Secepatnya Hendra kembali ke kos-nya.

Sampai di kos perasaannya makin terasa tidak tenang. Segera dia meraih gawai dan menekan nama bertuliskan: say!

"Assalamualaikum..., hallo?"

"Hallo?" jawaban dari seberang. Terdengar suara berat dan serak.

Sejenak Hendra termangu. Perasaannya sedikit ganjil. Tidak biasanya Hera tidak menjawab salam. Mengapa suaranya mendadak serak seperti suara nenek-nenek?

"Hallo? Hallo? Ra?" Hendra memanggil berulang kali. Dan mendapati jika panggilannya telah ditutup dari seberang.

"Ada apa?" tanya Beni, sahabat depan kamarnya yang ke luar dari kamar karena teriakan Hendra.

"Hera,"

"Kenapa?"

Hendra menceritakan tentang Hera. Tentang hal yang dialaminya dan perasaan ganjil yang dirasakannya.

"Dia kos dimana?"

Hendra menyebut satu alamat. Sejenak Beni tercenung.

"Di jalan itu ada dua kos mewah. Apa kos di salah satunya?"

"Iya!"

"Yang mana kosnya?"

"Rumah mewah di tikungan!"

"Kita secepatnya ke sana. Aku akan menemanimu,"

"Ada apa?"

"Itu tempat kos Nancy,"

"Anak Himala yang hilang itu? Bukannya dia hilang saat..,"

"Kejadian sebelum hilang sama dengan yang dialami Hera. Ayo, buruan. Semoga dugaanku tidak benar,"

Secepatnya Hendra dan Beni kembali menuju kos Hera. Waktu menunjuk pukul 17.00 Wib. Sebentar lagi Mahrib. Tapi jarak antara kos Hendra dan Hera hanya sekitar lima belas menit.

"Hera gak ada, Mas. Kamarnya kosong!" kata salah satu penghuni kos yang membantu memanggilkan Hera karena panggilan leewat gawai tidak direspon.

Hendra dan Beni saling pandang. Kecemasan mendadak terbayang pada keduanya.

"Tadi aku masih ngeliat dia ke luar dari kamar mandi. Seperti habis kramas gitu. Tapi terus ke luar lagi!" terang temannya itu.

"Memakai baju apa?"

"Apa ya? Kayak dres putih gitu. Kok baru kepikiran, itu kan baju tidur. Mengapa Hera ke luar memakai baju tidur putih, ya?"

Beni tak banyak bicara.

"Kita berpencar menuju alon-alon. Itu tempat terakhir yang dikunjungi Nancy sebelum hilang. Oh ya, kau panggil dia terus. Ajak bicara seperti biasa. Ingatkan dia pada peristiwa-peristiwa yang pernah kau lalui bersamanya,"

Hendra hendak bertanya. Tapi Beni sudah memacu motor dengan kencang ke arah Utara menuju alon-alon kota Malang. Hendra mengikuti, tetapi mengambil arah Selatan sebagaimana petunjuk Beni.

Hendra sudah memutari alon-alon dua kali, tapi dia tak mendapatkan bayangan Hera. Juga tidak tahu di mana Beni berada. Tetiba Hendra ingat pesan Beni. Sambil duduk lesehan di bawah pohon beringin besar dia mulai memanggil nama kekasihnya.

"Ra..., Hera...," Hendra memanggil berulang kali. Hendra bercerita seolah sedang berbicara dengan kekasihnya itu melalui gawai.

"Ingat tidak dimana aku menyampaikan cinta kepadamu? Jam nya? Kamu memakai baju ungu...cantik sekali," Hendra tak mampu untuk menahan airmata yang menetes. Dia larut dengan kenangan bersama kekasihnya itu. Entah berapa lama hal itu dia lakukan ketika dia mendengar teriakan.

"Hendra....,"

Hendra tergeragap. Dia berdiri. Kepalanya celingak-celinguk mencari asal suara, tapi dia tak melihat siapa pun.

"Ra? Apa yang terjadi demganmu? Di mana kamu sayang...," Hendra mengeluh sepenuh jiwa. Ruh nya seolah ke luar mencari jejak kekasihnya. Suara adzan mulai terdengar dari masjid yang tidak jauh dengan alon-alon kota.

"Hendra....," teriakan itu kembali terdengar berbaur dengan suara adzan yang mendayu-dayu.

"Ya Allah, selamatkan Hera-ku," doa Hendra setelah suara adzan berakhir. Airmata kembali menetes.

Tetiba dia mendegar nada panggil pada gawainya.

"Kau di mana? Kembalilah ke kos. Aku sudah bersama Hera!"

"Allahu Akbar! Alhamdulillah ya Allah...," Hendra melakukan sujud syukur dengan seketika. Tak berapa lama dia menuju kos Hera.

Begitu sampai di kos, dia mendapati kekasihnya itu yang menyerbu dengan pelukan kencang. Air mata mengiringinya.

"Hendra...,"

Hendra menyambutnya. Dan memeluknya dengan erat.

"Kau tidur di kosku malam ini. Aku akan minta ijin ibu kos. Aku akan tidur di luar kamar. Menjagamu!"

Hera mengangguk kuat-kuat. Dia masih shock dan tak bisa bicara banyak.

"Dia ada di sana. Di kamarku," senguk Hera lirih.

"Oke. Kau dijaga Beni. Aku yang akan mengambil beberapa pakaian di kamarmu!," ujar Hendra.

Dengan cepat Hendra menuju kamar Hera. Pintu dia buka dan mengambil beberapa kebutuhan kekasihnya.

"Krieeet....," Hendra mendegar suara pintu bergerak tertutup. Sigap dia kembali membukanya lebar-lebar. Dia tak tahu apakah itu gerakan angin atau yang lainnya. Setelah semua yang dibutuhkan selesai, dia menjumpai kekasihmya. Dan membawanya ke kos.

"Kau makan dulu. Aku siapkan mie panas. Beni akan menemanimu,"

Tak berapa lama ketiganya sudah duduk melingkar menghadapi tiga mangkok mie kuah.

"Apa kau sudah merasa baikkan. Aku ingin mendengar ceritamu," tanya Hendra. Tangannya menggegam jemari Hera, memberinya kekuatan.

Waktu beranjak malam ketika Hera memulai ceritanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Njenengan memang jagonya cerita misteri. Mbak yang JW aku belum selesai revisi. . Kali yang sagu sabu alhamdulillah beres. Standar nya beda

21 Jul
Balas

Aku revisi sampek ketiga...kepala serasa lepas...kkkk

21 Jul

Cerpennya keren bunda cantik. Salam.literasi

21 Jul
Balas

Terimakasih...

21 Jul

Kreen Bund...cukup menegangkan...bikin penasaran dengan ceritanya Hera...

21 Jul
Balas

Terimakasih...

21 Jul



search

New Post