BUKAN PUTERI SALJU
#Tantangangurusiana(166)
Mengapa harus ada rasa sakit hati saat kebenaran atas dirimu diungkap? Bukankah mengetahui kebenaran akan membuatmu semakin kuat?
Atika mencoba memasukkan kata-kata positif itu untuknya. Meski keegoisan pikirannya belum menerima sepenuh hati.
"Kau tidak buruk. Percayalah," hibur mamanya lembut
Aika tak bereaksi atas hiburan itu. Dia lebih senang bergelung diri sambil memeluk panda besarnya erat-erat. Seragam sekolah bahkan masih melekat pada tubuhnya. Itu bukan kebiasaannya. Biasanya kalau pulang sekolah, seragam dilepasnya lebih dulu dan berganti tank top. Celana kolor pendek dan kaos ringan tanpa lengan. Tapi kali ini Atika enggan melakukannya.
"Peran itu tak cocok untuknya," kata Pak Darmawan, tim juri audisi. Beliau adalah anggota dewan kesenian yang diundang sekolah, guna membantu memilih para pemeran tokoh Puteri Salju.
"Mengapa? Saya tidak melihat kekurangannya!" tanya Bu Tin mencoba mempertahankan Atika yang tinggi, berkulit putih serta cantik.
"Bahasa tubuhnya tidak pas. Karakter seorang puteri yang lembut dan penyayang tak mampu ke luar pada aktingnya. Ini untuk acara lomba. Lebih mengutamakan aura dari sekedar fisik. Agar tokoh mampu mengeksplor perannya," panjang lebar Pak Darmawan memberi alasannya.
Atika mendengarnya dengan jelas pembicaraan itu. Hatinya sedih mendengarnya. Dia sakit hati dinilai begitu.
"Bu, maaf, apakah dalam keseharian Atika adalah seorang gadis yang cenderung menang sendiri?"
Sejenak Bu Tin terdiam. Sejurus dia berpikir. Atika adalah anak sahabatnya. Jadi lebih dikenal kepribadiaannya daripada siswa lain.
"Atika memang gadis ideal, pak. Dia cantik, cerdas, dan memiliki orangtua yang mampu memberi apa yang dia mau. Membuatnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan sesekali berlebih. Tetapi dia siswa yang disiplin dan rajin,"
"Karakter itu yang membuatnya kesulitan mengeluarkan aura puteri berhati lembut dan suka menolong. Bahasa tubuhnya tampak tidak natural, dan ekspresinya kaku,"
"Wah, saya tidak menyangka bahwa karakter menunjang ekspresi ilmu peran, pak,"
"Mireta lebih baik, bu!"
"Tapi kulit Mireta dan tinggi badannya?"
"Kita akan mencoba menyiasatinya, bu. Gadis itu lebih natural dan semua indranya lebih berbicara. Cara dia tersenyum, menolak, dan cara melayani kurcaci, bahasa tubuhnya lebih berbicara. Untuk pangeran sudah fix: Gregy!"
Deg!
Putusan itu membuat shock Atika. Penilaian buruk pada karakternya. Dan kenyataan Mireta sebagai Puteri Salju. Serta Gregy yang berperan sebagai pangeran. Mimpi buruk apa ini? Siapapun tahu Mireta sering cari perhatian pada Gregy, meski dia tahu pemuda itu telah memiliki kekasih. Dan kini mereka berperan sebagai pasangan kekasih? Atika tak mampu menekan rasa sakit hati dan cemburunya.
Setelah mendengar pembicaraan itu Atika menjadi sedikit pemurung. Tanpa disadarinya dia menjauh dari Gregy. Hingga salah paham itu terjadi.
"Tik, ini untuk nama baik sekolah. Aku gak mungkin bermain separuh hati. Butuh fokus dan kemistri," Gregy mencoba menjelaskan saat Atika menjumpai mereka berdua berlatih di taman.
Tika tak mampu menjawab. Apa yang dikatakan Gregy tidak salah. Dia tak mau berdebat. Atika tak mau dikatakan kehilangan rasa percaya diri karena semua itu. Dia hanya merasa jengkel Gregy tak mampu menenangkan perasaannya. Yang membuatnya jadi pendiam menahan sakut hati seorang diri.
Mamanya yang melihat perubahan putri bungsunya, mencari tahu pada wali kelas. Bu Tin menjelaskan sejauh yang diketahuinya.
"Kesempatanmu pasti akan datang," bujuk mamanya dengan halus.
Tika berbalik dan menatap mamanya. Rasanya dia butuh teman untuk mengurai perasaannya. Agar tidak semakin tertekan dengan situasi yang sedang dihadapinya.
"Aku tahu itu, ma. Aku hanya tidak suka yang menjadi puteri salju adalah Mireta. Dia itu ganjen dan sok baik!" sungut Atika.
Sejenak mamanya termangu. Tak disangka jika perkiraannya salah. Dipikirnya Atika sakit hati karena gagal menjadi Puteri Salju. Ternyata Atika sedang cemburu.
"Cemburu itu gak papa. Tapi harus pas porsinya. Agar kau tidak tersiksa sendiri,"
"Siapa yang cemburu?" sanggah Atika cepat. Mamanya tersenyum melihat ulahnya.
"Yakin tidak sedang cemburu? Tunjukkan itu!"
"Ih mama, tambah bikin puyeng!" sungut Anita dengan kesal,"
"Dengar nih Tik, cinta yang obsesif itu menyakitkan. Dan merusak badan. Kau harus memiliki kepercayaan bahwa kau adalah yang terbaik buat Gregy. Ini saat membuktikan bagaimana Gregy sebenarnya!"
Sejenak Atika menatap mamanya. Pemikiran itu menyejukkan hatinya.
"So?"
"Tunjukkan dukunganmu, dan lihat sisi lain seorang Gregy. Pantas tidak kau memilihnya dari sekian yang ada,"
Jawaban itu menyenangkan Atika. Dua sepakat dengan pemikiran mamanya. Tanpa sadar Atika melompat bangun dan memeluk mamanya.
"Wow...keren. Mama cerdas," teriak Atika. Mama Atika menikmati kegembiraan anaknya.
"Satu lagi, kau sudah berjanji pada mama bahwa Gregy tidak akan mempengaruhi prestasi belajarmu,"
"Asiyaap, mama..." sambut Atika dengan tawa lebar. Lepas sudah bebannya. Bersamaan dengan itu gawainya bergetar. Gregy menghubunginya melalui video call. Serempak Atika meraih ruku dan memakainya sebelum menerima panggilan.
"Kau ingin aku menemanimu tampil?" tanyanya dengan ceria, sebelum Gregy memintanya sebagaimana siang tadi. Gregy terkejut. Seharian tadi Atika tak mau bicara padanya. Bahkan ajakannya untuk melihatnya berperan tak dijawabnya.
"Oke, kau jemput aku. Aku akan menemanimu,"
Gregy menatap bahagia Atika yang kembali ceria.
"Tik, aku menyayangimu. Kemesraan di atas panggung hanyalah tuntutan skenario. Tak akan mengubah perasaanku padamu," jawab Gregy yang membuat hati Tika seketika menjadi damai. Tika tak mampu menjawab kecuali hanya mengangguk keras dengan bibir terkatup rapat, menahan tangis.
Malamnya Atika mendampingi Gregy bermain peran. Dia menikmati sajian drama Puteri Salju. Bahkan saat diumumkan sekolahnya sebagai pemenang, Atika berteriak paling keras dan melompat kegirangan.
Sesaat Gregy menjumpainya, Atika menemukan kembali sosok yang memandangnya dengan penuh cinta. Atika memang bukan Puteri Salju. Tapi baginya Gregy tetap pangerannya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar