BULY
#Tantangangurusiana(185)
Dibutuhkan satu keberanian menerima kenyataan yang tidak diinginkan. Tapi bukankah perjalanan hidup bukan kita yang menciptanya?
Meski telah terjadi kesepakatan panggilan orangtua, bukan berarti semuanya mudah untuk dilakukan. Kabar tentang keadaan yang yang sedang dialami Siska, pasti akan meruntuhkan hati siapa pun orangtuanya.
Tapi diibaratkan sedang sakit, kondisi Siska berada pada ujung kematian. Jika ada dukungan orangtua, dia memiliki kemungkinan kembali normal. Jika sebaliknya, dia akan kembali pada perilaku seksual yang tidak wajar. Karena Siska memiliki mental yang kurang mandiri.
"Hidupmu apa kata dirimu. Mungkin kau bisa menentang arus, tapi benarkah akan memberimu bahagia? Apapun yang saya katakan jika tak memiliki tekat, tidak akan membuatmu beranjak dari situasi saat ini. Allah sudah memberimu kesempatan hidup, jangan kau ulangi lagi perbuatan bunuh diri," aku menyimpulkan inti dari pertemuan konseling.
Siska mengangguk dengan senyum pucat di wajahnya. Dia kembali ke kelas dengan langkah yang masih tampak berat.
Pada akhirnya, aku juga harus mengkonseling Dena. Aku pelajari catatan otobiografi dalam buku BPS-nya. Aku mendapati Dena sedikit memiliki rasa minder atas keadaannya. Baik itu secara perekonomian dan utamanya fisik. Kucari data tentang kejuaraan dalam bidang yang digelutinya. Dan aku tak mendapatkannya.
"Saya belum pernah dikirim perlombaan, Bu," jawabnya lirih saat aku menanyakannya.
"Sejak kau masuk dalam klub? Bukannya kau bergabung sejak kelas SMP akhir, ya?"
"Saya tidak rajin berlatih, Bu,"
"Tapi bisa bertahan selama itu?"
Dena tersenyum malu-malu. Aku melihat dengan lebih seksama. Dalam keceriaan yang ditampilkan sebagai sosok pribadinya, matanya tampak tidak seperti itu.
"Apa kau merasa tidak beruntung dengan dirimu sendiri?"
Dena tampak tersentak dengan pertanyaannku. Penampilanya yang ceria mendadak terhenti.
"Saya mempelajari dari otobiografi yang kau tulis. Pernyataanmu tentang suatu saat ingin dapat terbang bebas laksana burung camar? Saya melihat itu sebagai keterpurukan. Antara kondisi sedang sakit atau sedang tertekan. Apakah betul demikian?"
Dena tak menjawab, sekaligus menghindari tatapanku. Sebenarnya masalah tidak percaya diri pada masa SMA, merupakan hal yang biasa. Karena mereka masih mencari jati diri yang sebenarnya. Tetapi bila rasa tersebut dikompensasi dengan perilaku seksual yang tudak wajar, di situ ada masalah yang perlu dibongkar.
"Setiap remaja seusiamu banyak yang mengalami hal demikian. Tapi mengapa kau menjadi tertekan?"
"Saya tidak suka dikatai bogel, Bu. Dipanggil Debogel," Dena menjawab dengan suara hampir terpekik. Aku terkesiap.
"Tapi mengapa kau tertawa saja saat namamu dipanggil demikian?"
"Saya bisa apa, Bu? Faktanya kan demikian. Saya pendek dan metekhel kaya laki,"
"Tapi kamu bukan laki," jawabku dengan tekanan tertentu. " Kamu perempuan. Dan cantik, karena cantik itu relatif. Jadi semua perempuan harus merasa cantik. Kalau merasa tampan itu akan membuatmu terjebak dalam bodymu sendiri,"
Dena menatapku dalam diam. Tampak dia berusaha mencerna kata-kataku.
"Mengapa kau tidak merasa cantik. Benar badanmu tampak methekel. Tapi mana ada lelaki yang memiliki dada sepertimu. Itu perbedaanmu dengan lelaki. Jika seorang lelaki memiliki dada sepertimu, pasti itu suntikan. Punyamu asli, kan?"
Dena tersenyum di kulum. Aku senang melihatnya.
"Jika kau tidak suka dikatai, datangi anaknya. Sampaikan baik-baik dengan sikap serius. Bukannya ketawa-ketiwi. Itu tanda kau merestui perbuatan temanmu."
Dena menggeleng halus.
"Jangan diamini jika kau tidak suka. Apa yang tidak kau suka pada dirimu, perbaiki. Bukannya justru beneran merasa sebagai laki dan berciuman dengan perempuan,"
Kali ini Dena menunduk semakin dalam. Dia pasti sudah diberitahu Siska tentang panggilan yang kulakukan.
"Lelaki itu menyukai wanita yang berkepribadian. Cantik tanpa kepribadian hanya akan bikin capek. Juga demikian dengan lelaki. Jika hanya anggota NATO, kita juga bosen ngeliatnya kan?"
Dena masih tetap diam.
"Apa benar kau mencintai Siska? Terangsang pada kecantikannya? Apa itu yang kau rasa saat berdekatan dengannya?" tanyaku dengan sangat hati-hati.
Dena terkejut. Posisi duduknya langsung berubah.
"Ti...ti...tidak seperti itu, Bu. Saya suka Siska, tapi tidak pernah merasa terangsang padanya," jawabnya dengan gugup. Wajahnya memerah. Antara malu dan marah terbersit pada raut mukanya.
"Kau tahu saya selalu berkata yang sebenarnya. Agar lebih mudah memberimu bantuan. Jika kau merasa demikian, Ibu bisa membantumu mengurainya pada pihak lain yang profesional. Siska memang cantik. Tapi dia perempuan. Kau juga perempuan. Yang normal adalah lelaki dengan perempuan. Bukan perempuan dengan perempuan...,"
"Kami hanya tidak sengaja, Bu. Dan keterusan....,"
"Tidak punya mimpi untuk hidup bersamanya sebagai pasangan?"
"Tidaklah, Bu," jawabnya keras.
"Tapi kalau kebiasaan itu kau teruskan, cepat atau lambat kau akan memilihnya sebagai pasangan hidupmu,"
"Masa seperti itu, Bu?"
"Fokuslah pada kekuranganmu untuk diperbaiki. Jadilah orang yang berani berkata tidak, jika memang tidak kau suka. Jangan biarkan dirimu dijadikan bahan gurauan orang lain. Berbanggalah dengan dirimu sendiri dan kau akan menikmati masa remaja secara wajar..,"
Dena manggut-manggut. Dia tidak banyak bertanya-tanya.
"Nanti ibu akan membantumu. Pembulyan tidak boleh terjadi. Tapi berusahalah juga untuk menjadi dirimu yang sebenarnya. Jika ada yang kau rasa aneh dengan perilaku seksualmu, kita akan mencari bantuan pada pihak yang seharusnya. Paham?"
Kulihat air muka yang lebih bercahaya pada wajahnya. Dena belum menyadari bahwa sebagai wanita dia memiliki daya pikatnya tersendiri. Pembulyan telah membuatnya tersesat pada perilaku seksual yang tidak wajar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keren bu cerpennya, penomena anak-anak berperilaku meyimpang banyak, kaang hanya untuk trend dan gaya-gayan juga ada... mengerikan, apalagi di wilayah perkotaan... trimakasih bu sudah mengangkat konpilk seperti itu dalam cerpen... keren, salam