Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web

CINCIN MERAH DELIMA

Satu minggu setelah kepergian mbah Munah dan setelah selamatan tujuh harinya, demikian ibuku mengatakan, aku mulai merasa kehilangan. Selama ini aku tidak merasakan karena rumah sibuk dengan kegiatan selamatan di setiap harinya. Saat ritme rumah kembali normal, aku jadi mengingat kebiasaan yang selalu kulakukan.

Pagi itu aku berjalan ke kamar mbah Munah tanpa sadar. Di benakku hanya ingin mengganti bajunya. Subuh tadi seolah kulihat bayangnya ke luar dari kamar mandi. Yah, mbah Munah biasa bangun pagi sekaligus mandi sebelum subuh.

"Mandi sebelum subuh akan membuatmu sehat dan terhindar dari segala macam penyakit, kecuali penyakit tua," begitu alasannya mengapa sebelum subuh sudah mandi.

Aku mencoba mengikutinya. Mandi dengan menyiram ubun-ubun kepala. Saat musim dingin luar biasa rasanya. Tapi memang benar, aku gak gampang kena flu dan batuk saat pancaroba. Setelah sholat subuh aku akan menuju kamarnya untuk aku pakaikan baju bersih dan menyisir rambutnya. Itu kebiasaan yang terekam kuat pada alam bawah sadarku. Demikian pula yang kulakukan saat ini. Aku menuju kamarnya dengan pikiran untuk mengganti baju dan menyisir rambutnya.

"Krieeet," daun pintu kamarnya kubuka. Dan kudapati mbah Munah tersenyum menungguku.

"Ganti baju dulu, ya?" tanyaku langsung menuju lemarinya. Kuambil begitu saja tumpukan paling atas. Selembar kebaya dan sarungnya kutarik dari tumpukan dan kucium aroma yang tidak biasa. Aroma bunga melati yang menyengat.

"Siapa kasih bunga, mbah. Baunya wangi sekali," aku bertanya sambil memakaikan baju. Mbah Muna tidak menjawab. Dia hanya sibuk merentangkan tangan untuk aku ganti bajunya. Sekali lagi aku mencium bau bunga. Tetapi kali ini berbagai macam bunga ke luar dari aroma tubuhnya.

"Bau apa ini, mbah? Seperti bau kenanga, mawar, melati, terus apalagi ya? Kenapa banyak bau kembang di sini?" tanyaku sambil mengancingkan bajunya. Lagi-lagi aku tak mendapat jawaban. Tapi aku yak peduli. Dengan cepat aku menyisir rambutnya.

"Loh kok rambutnya banyak yang mbrodol?" tanyaku heran saat sisir yang kupegang seolah menarik beberapa helai rambutnya. Tapi aku seolah ngomong sendiri, mbah Munah tiada menjawab sama sekali.

"Sudah mbah. Sudah selesai. Sudah rapi dan wangi," ujarku setelah pekerjaan merawatnya selesai. Aku hendak meninggalkan kamar, ketika aku merasa ditarik dan duduk tepat di depannya. Dengan gerakan cepat bibirnya konat-kamit seolah merapal doa. Kemudian menarik kepalaku dan mencium ubun-ubunku. Ada rasa dingin yang membuatku sedikit berjingkat. Selanjutnya dia memutari sekujur tubuhku dengan gerakan tangan berputar. Mendadak aku mencium bau amis yang membuatku ingin muntah.

"Hoek!" aku menunduk untuk muntah, tapi mbah Munah menarik dan mengelus ujung leherku hingga rasa ingin muntah menghilang. Aku hanya merasa lemas, dan berat di kedua bahu. Tetiba mataku mengantuk. Sebelum aku berpindah dalam alam lelap, aku melihat asap ke luar dari sekujur tubuh mbah Munah. Sementara kedua tangannya menempel di punggungku. Ada rasa hangat mengaliri seluruh persendian tubuh. Rasa hangat yang menciptakan kantuk yang tidak bisa kutahankan. Aku tertidur tanpa bisa kucegah lagi.

Entah berapa lama aku tertidur ketika kudengar suara ribut-ribut.

"Tidur aja kau, gurunya sudah adah tuh. Memang semalam tidur jam berapa?"

Aku terbangun dan mendapati diriku sudah berada di kelas lengkap dengan seragam dan sepatu hitam. Sejenak aku mencoba mencerna apa yang telah kualami. Tetiba antara sadar dan tidak, aku melihat kipas angin yang baling-balingnya patah dan meluncur deras ke bawah. Entah reflek bagaimana, saat dengan cepat kutarik Celsea yang kebetulan sedang duduk di depanku dan searah jatuhnya kipas angin.

"Bruakkk!" suara kipas beradu dengan bangku kursi tepat Celsea berada, sementara aku dan Celsea menabrak teman di samping dan kami jatuh bertumpukan. Semua mata melotot, demikian pula aku.

"Huwaaahhh," Celsea menangis keras sambil memelukku ketakutan. Beberapa teman dan bu guru beramai-ramai menuju ke arah kami dan memberi bantuan. Setelah itu berbondong-bondong teman dari kelas lain menjenguk kelas kami. Kelas menjadi penuh dan sesak. Diantara teman yang ada sempat kulihat seraut wajah tak asing sedang tersenyum sambil mengangguk lirih, seraut wajah mbah Munah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post