CINTA LABU KUNING
#TantanganGurusiana(107)
"Apa kau menyukainya?"
"Siapa?"
"Yudi...,"
"Cowok kasar itu? Tidaklah. Lagi pula bukan tipeku!"
Divan merasa lega dengan jawaban itu.
"Tapi kau suka membelanya...," tanyanya kesal.
"Apa itu berarti suka, ya. Aku tidak suka ada orang ngebuly teman. Gak pantas, tahu!"
"Tapi dia nurut sekali padamu!"
Sejenak Vita menelan suapan terakhir mie ayamnya. Dan menatap Divan lekat.
"Kamu itu mau ngomong apa sih. Muter-muter gak jelas. Kalau cemburu bilang aja. Jangan sok ngatur aku!"
Glek!
Divan hampir tersedak. Gadis itu terus-terang sekali. Harusnya itu memudahkannya bicara jujur. Tapi mengapa justru mati kutu?
Gadis di depannya itu bergegas meninggalkannya, saat isi dalam mangkuknya telah kandas. Tapi sejenak kembali lagi.
"Bayarin ya?" ujarnya tanpa beban sembari mengerlingkan sisi mata kirinya. Lagi-lagi Divan hanya terpaku.
"Vita!"
Yang dipanggil menoleh, tapi tidak mendekat. Divan tidak memiliki alasan memanggil nama itu. Dia hanya merasa nama itu memenuhi rongga hatinya. Dia selalu ingin mengejanya.
"Ya udah, balik aja ke kelas. Samperin tuh cowok pujaanmu!" ternyata tidak mudah mengatakan yang sebenarnya.
"Gak jelas," gumam Vita kembali berbalik. Dan melangkah pergi. Debar di hatinya tak dihiraukannya.
Siapa pun tahu bahwa Yudi siswa yang sok kaya. Itu menyebalkan. Tapi yang paling menyebalkan tentu saja mulut besarnya.
"Sepatu ini gak ada di sini. Ini dari Jepang...," katanya bangga sambil memamerkan sepatu kekinian dengan warna hijau stabilo. Sepasang sepatu olga yang keren mentereng.
Sebenarnya kalau hanya pamer, yang lain juga tahan hati. Tetapi terkadang ada gaya bercandanya yang membuat temannya diam-diam membencinya. Dan bersekutu membulynya.
"Gak perlu repot untuk menabung. Gak bakal kebeli. Sebaiknya belajar saja. Raih cita-cita setinggi langit. Baru deh, gaji pertama kau tukar dengan sepatu seperti milikku. Di saat aku sudah membuangnya dalam tong sampah...hahahaha...,"
Vita bukannya tidak melihat kesombongan itu.
"Kau itu kenapa begitu? Cari masalah aja," tegurnya suatu hari.
"Itu karena mereka tidak ada yang mau berkelompok denganku saat dibentuk kelompok tugas. Aku terlalu bodoh?"
"Siapa bilang? Itu karena kau malas belajar. Memang gak cepek ya bersikap sombong itu?"jawab Vita tanpa basa-basi.
Yudi termangu mendengarnya. Vita memang cocok sebagai ketua kelas. Dia tegas dan tidak berat sebelah dalam melihat masalah yang ada di kelas.
"Mengapa semua orang tidak suka padaku?" tanya Yudi akhirnya.
"Itu karena mulutmu bau!"
"Tapi mengapa kau tetap berkawan denganku?" tanya Yudi penuh harap.
"Karena aku ketua kelasmu. Memang karena apa?"
Sejenak Yudi tergeragap. Gadis itu sudah menjawab yang sebenarnya, tapi dia masih berharap lebih. Vita bukannya tak tahu tentang itu. Mata Yudi sudah mengatakan semuanya. Tapi wajah dan senyum manis Divan, telah lebih dulu ada.
"Ingat, kalau kau terus dibuly teman, itu karena sikapmu sendiri. Hingga mereka berkelompok dan menyerangmu," kata Vita tajam.
"Kalau itu membuatmu nyaman lakukan saja. Tapi ingat, aku tidak akan membelamu lagi!" ujar Vita dan berlalu dengan jengkel.
"Aku akan berubah demi dirimu...,"
Vita mendengar jawaban itu, membuatnya kembali berputar arah.
"Bukan demi diriku. Tapi demi dirimu. Aku melakukannya karena pertemanan. Tidak ada yang lain!"
Vita menyatakan itu dengan gamblang. Dia tidak ingin Yudi berpikir lain sebagai yang saat ini beredar sebagai isu.
Yudi mendengar dengan jelas keterusterangan Vita. Ada rasa sakit, tapi tak mampu membuatnya membenci gadis blak-blak an itu.
Sejak saat itu Yudi tampak lebih ramah kepada teman. Dia mencoba mengendalikan diri dan belajar lebih giat. Teman-temannya menyambut gembira. Bahkan menjadikan senjata pamungkas untuk menekan Yudi.
"Kalau kau keterlaluan, kita akan laporkan pada ketua kelas. Biar tahu rasa!"
Demikian teman-temannya menekan jika dia kembali berbuat buruk.
Divan bukannya tak memantau keadaan itu. Dia suka merasa cemburu melihat Vita selalu pasang badan untuk Yudi. Apalagi Divan sering melihat Yudi sering mencuri pandang pada Vita. Serasa terbakar hatinya. Tapi dia malu menyampaikan isi hatinya. Itu karena Vita adalah gadis blak-blak an tanpa tedeng aling-aling. Takut ditolak secara terus terang.
"Cepat sampaikan perasanmu, sebelum keduluan Yudi," nasehat teman sebangkunya.
"Kalau dia menolakku bagaimana? Malu aku!"
"Itu resiko. Tapi semua akan menjadi jelas, pada siapa dia melabuhkan hatinya!"
Meski demikian keberanian tak juga ada. Semakin hari semakin Divan merasa terpikat dengan gadis cerdas yang ceria dan terbuka. Tapi semakin membuatnya terbelenggu untuk menyatakan perasannya.
Hingga acara pensi digelar. Kelas Vita menampilkan cerita Cinderella. Vita berperan sebagai putri upik dan Divan berperan sebagai sang pangeran. Suasana hiruk pikuk waktu kelas memilih keduanys. Di sudut kelas, ada sepasang mata yang merasa perih.
"Semoga menjadi pasangan sesungguhnya," sorak teman-temannya. Vita salah tingkah. Sibuk menenangkan hati yang riuh bersorak harap. Bagaimanapun dia tetaplah seorang gadis. Jika hati terpanah asmara, rasa malu-malu mau pasti mengungkungnya.
"Apa kau bersedia menjadi permaisuriku?" tanya sang pangeran setelah sepatu yang dipasangnya pas di kaki putri upik.
Saat itu akan terjadi adegan berpegangan tangan. Jemari Vita gemetar bukan main. Divan melihat tangan yang bergetar itu. Dan dinginnya jemari Vita saat berada dalam genggamannya. Vita bahkan lupa adegan terakhir. Dia hanya menatap Divan tanpa berkedip.
Divan berpikir Vita lupa skenario. Maka wajahnya pelan menunduk peda telinga Vita. Adegan itu jelas tidak ada dalam skenario. Penonton bersorak ramai dengan gerakan yang seolah mencium pipi Vita.
"Jangan bengong. Adegan selanjutnya kau mengangguk. Setelah itu selesai...," bisik Divan membantu.
Vita buru-buru mengangguk seiring hadirin yang berdiri dan bertepuk tangan riuh-rendah. Suara tepukan memenuhi acara pentas seni tutup tahun ajaran.
Selesainya Vita berlari ke ruang ganti. Perasaannya masih berdebar kencang. Tatapan Divan seolah nyata menyampaikan isi hatinya. Itu yang membuat Vita lupa jika dia sedang berlakon drama.
Vita menuju kamar mandi. Dia tak ingin teman-temannya menelanjangi perasaannya. Setelah cukup puas menenangkan perasaan, dia kembali pada ruang ganti. Tak lama kemudian tampilan kasual sudah mengiringi langkahnya untuk pulang.
"Vita!"
Vita hapal suara yang memanggilnya. Karena suara itu yang tadi hampir melumpuhkan persendian kakinya. Sejenak Vita tak berani menoleh. Dia takut ini hanya raja halu dirinya saja.
"Vita...," saat panggilan itu kembali bergema, Vita menoleh untuk memastikannya.
Divan berdiri di depannya. Masih memakai pakaian pangerannya. Di tangannya ada setangkai bunga mawar merah. Kembali hati Vita berdebar kencang.
"Ini..., untukmu. Tampilanmu sungguh luar biasa!"
Sejenak Vita luruh dalam harap. Ternyata Divan hanya datang untuk memuji tampilannya saja.
"Eh..., iya. Sama, kau juga luar biasa...," jawabnya bingung. Tangannya terulur meraih bunga itu. Dia ingin secepatnya pergi dari hadapan Divan untuk menyembunyikan luka hatinya.
"Apa kau bersedia menjadi pacar aku?" tanya Divan saat jemari Vita menggapai bunga mawar yang dibawanya.
Kalinat itu membuat Vita tergugu. Sakit dan harap bercampur menjadi satu. Tapi sejenak Vita mencoba menjadi dirinya sendiri.
"Dramanya sudah selesai!" sentakknya menutupi isi hatinya.
"Dan yang ada adalah yang sebenarnya," ujar Divan. " Apa kau mau menjadi pacar aku?"
Vita menatap Divan dengan seksama. Ada kesungguhan di mata itu yang membuat Vita serta merta mengangguk.
"Yes!" teriak Divan sambil menggenggam jemari Vita. Vita juga merasakan kegembiraan yang sama.
"Tapi bukan cinta labu kuning, kan?
"Maksudmu?"
"Setelah jam 12 malam, kembali pada keadaan semula...," goda Vita. Divan yang baru menyadari tertawa terbahak. Malam ini menjadi milik mereka.
Tak jauh sepasang mata menatap kecewa. Mengawasi pasangan yang telah berikrar hati.
10 Juni 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mbak. ..bener lho kalo saya perhatiin tulisan mbak yang bukan canov justru lepas... Diksinya asyik seperti biasa potensi mbak keluar
Kkkkk...wah piye iki...