CINTA TAK BERSURGA
"Tantangangurusiana(191)
Manusia tak pernah tahu apa dan bagaimana takdirnya. Tapi menpercayai bahwa itu yang terbaik adalah wujud dari rasa syukur yang diupayakan.
Dengan pendapat seperti itu kuhapus airmata yang sebentar saja telah membuat pucat wajah putihku.
Dengan gontai aku melangkah ke ruang tamu. Hanya demi mama, satu-satunya orang berharga dalam hidupku. Jarak antara kamar dan ruang tamu mendadak menjadi ribuan kilo yang menyerap habis energiku. Aku harus berhenti sejenak dan bersandar di balik tirai pembatas antara ruang tamu dan kamarku.
"Itu Nuning," seruh Mama saat menyambutku. Mata yang pertama kali menyambarku adalah mata Seno. Pujaan hatiku itu terpaku dalam diam. Dan aku bergabung dengan airmata yang sekuat tenaga kutahankan.
"Nuning... Dia adik kelas yang sangat cerdas. Kami...,"
"Bersahabat...," ujarku cepat. Bersamaan dengan itu kulihat sorot mata nenek yang panas mengulitiku.
"Jika kau berani menggodanya, kubuka jati dirimu," pesan nenek semalam sambil sedikit menjambak rambutku.
Aku tak berani menatap Seno lagi, karena nenek terus mengawasiku. Beruntung Seno tak menambah beban perasaanku. Dia pasti dapat melihat wajahku yang pucat dan mata yang kuyuh. Karenanya dia tak banyak bercerita tentang kami pada sekalian yang hadir.
Pertemuan itu terasa seabad meski aku hanya basa-basi dan segera kembali ke kamarku.
Belum aku menghempaskan tubuh, gawaiku berteriak keras. Satu chad masuk, dari Seno.
"Apa kau baik-baik saja? Pulanglah besok. Kita bicara di kosmu. Peluk cium,"
Aku sepakat. Tapi tak kujawab. Aku sudah memutuskan apa yang terbaik untukku. Seno akan menjadi suami adikku dan aku harus melupakannya saat ini juga.
"Jangan bermain api dengan Eno di belakangku. Akan pedih balasannya," pesan nenekku saat aku kembali di kos an. Luar biasa nenekku, perasaannya mampu merasakan ada sesuatu antara aku dan Seno.
Keputusanku sudah bulat. Seno akan menjadi bagian dari masa laluku. Tiga bulan berikutnya mereka sudah bertunangan. Rencananya tahun depan untuk menikah.
Aku berjuang keras menutup kenangan bersama Seno. Kujalani sendiri sakit hatiku. Kupegang erat-erat kata bijak bahwa Allah tidak akan menguji melebihi dari kekuatan hambanya. Bahkan hingga Seno dan adikku menikah kulalui semua ujianku dengan tabah.
Ternyata semua itu belum cukup. Nenek masih mengkhawatirkan keadaan cucu kesayangannya. Dan merencanakan sesuatu untuk masa depanku.
"Mama akan berada di belakangmu, jika kau tak menginginkan menikah dengan pemuda itu," peluk Mama saat aku menangis keras di bahunya. Aku seolah tak mampu berkata-kata.
"Mengapa nenek sebenci itu padaku, Ma. Mengapa nenek harus menjodohkanku dengan pemuda penjual bakso keliling? Ini sungguh penghinaan sosial untukku. Kecuali aku sendiri yang menginginkannya. Tapi aku tidak mengenalnya. Aku bisa mencari pasanganku sendiri, ma," ujarku penuh dengan kekecewaan.
Tapi keputusanku berubah saat aku bertemu dengan pemuda pilihan nenekku.
Aku mendapati pemuda yang malu-malu dan enggan menatap mataku. Sekilas aku melihat dia pemuda yang lugu dan pekerja keras. Matanya menyorotkan itu. Dia dua tahun lebih muda daripada aku.
"Maafkan saya mbak dokter. Nenek itu pelanggan saya yang baik. Tapi mengapa harus menjodohkan saya dengan mbak dokter?"
Kami berbicara sebagai sahabat. Ternyata dia juga sudah tidak meniliki orangtua. Tinggal bersama budenya. Baru tiga bulan berjualan pentol. Pekerjaan sebelumnya adalah office boy suatu mall. Terkena PHK karena pandemi.
Malam itu penilaianku padanya berubah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar