Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web
HUTANG SANG JANDA

HUTANG SANG JANDA

      "Tantangangurusiana(189)

 

      Kata siapa menjadi janda cantik itu enak. Adanya mah orang manfaatin kita. Bahkan sesama wanita juga cari untung dari statusku. Seperti pekerjaanku sebagai penjaga warung nasi. Aku lebih dipasang sebagai magnetnya warung. Tapi gajiku untuk bayar kos dan kebutuhan harian saja gak cukup.

 

    "Nasi pecel dan kopi, Buk. Suruh Si Srie yang buatin, ya?"

 

     "Bereees, ooommm," jawab Mak Sindap pemilik warung.

 

       "Aku wedang tape aja, Buk. Sama tiga gorengan. Biar yang milihkan jenisnya si Sri,"

 

        "Nasi bali. Gak pake lama ya Sri....,"

 

         Demikian aku bekerja. Sampe rumah Mahrib sudah luar biasa rasa tubuhku. Tapi tidak semua lelaki buaya darat suka padaku. Ada juga yang alay karena aku selalu jaga diri.

 

     "Janda aja jual mahal," itu kata Mang Adi. Siapa dia. Hanya sopir angkot mobil setoran. Aku harus menahankan diri dan menutup rapat-rapat telingaku atas kejengkelannya kepadaku yang tak merespon candaanya.

 

       Aku memang cantik, tapi tak berpendidikan. Hanya lulusan esde. Menikah karena perjodohan, dan ditinggal mati suami karena tabrak lari. Lengkap bukan bebanku. Untung aku belum punya anak. Tapi kemiskinanku juga membuatku jauh dengan saudara. Bukan sengaja. Tapi karena gak ada dana untuk saling anjangsana.

 

         "Tok..., tok..., tok...," kudengar daun pintu kosku di ketok dengan halus oleh seseorang. Kulihat jam dinding menunjuk pukul sembilan. Sudah malam. Aku ingin pura-pura tidur saat kudengar sebuah suara.

 

         "Sri, ini ada sedikit uang untuk bayar kosan, ya?" aku hafal suara itu. Suara bapak kos. Darimana dia tahu kalau aku ditagih bayar kos. Aku sudah nunggak tiga bulan. Pasti istrinya yang judes itu yang sambatan. Tapi mengapa bapak kos diam-diam membantuku. Apa yang diharap darku? Aku tahu tidak ada yang gratis dalam hidup ini.

 

          Secepatnya kubuka pintu kamarku. Dan sebentuk senyum terukir dari wajah tampan di depanku. Lelaki matang 45 tahun dengan perawakan yang tegap menantang.

 

           "Terimakasih. Sebaiknya tidak usah,"

 

           "Kamu itu sedang susah. Terima saja dulu. Lain kali kalau ada uang bisa kau kembalikan," jawabnya sambil mendesakkan beberpa lembar lima puluhan ke tanganku. Jika aku secepatnya menarik tanganku bukan karena uangnya, tetapi lebih kepada tangannya yang keras menggenggamku. Secepatnya aku masuk ke kamar dan kukunci. Kutinggal uang darinya begitu saja meski aku sangat membutuhkan.

 

            Setelah berada di kamar, segera kutarik tas ku dan kumasukkan barang-barangku. Aku tahu besok aku akan menjadi pembicaraan dan amukan dari seorang istri yang cemburu. Hal itu sudah biasa kualami. Dituduh macam-macam meski jelas aku tidak melakukan apa-apa.

 

            Keesokannya, belum juga jam dinding berputar pada  angka enam pagi, ketika kudengar pintu kosku digedor dengan keras.

 

            "Hai pelakor, wajahmu aja yang sok baik tapi perilakumu benar-benar murahan," kudengar semprotan itu saat pintu kamar kubuka. Bukan hanya itu, tangannya langsung melayang pada wajahku. Aku tidak sempat mengelak karena gerakannya begitu cepat. Setelah itu dengan bebas dia menghajarku.

 

          Dari sudut mata kulihat para tetangga yang mulai berkerumun di depan halaman kos yang sempit. Mereka tak berupaya melerai keganasan perilaku ibu kos padaku. Bahkan dari beberapa sorot mata tampak mendukung perilaku itu. Jika aku tak meladeni, bukan karena apa. Tetapi lebih kepada rasa capek selalu dicurigai sebagai penggoda suami orang.

 

        Setelah puas dan capek karena aku tak melakukan perlawanan, ibu kos ke luar dari kamar kos ku dengan satu kata.

 

       "Pergi!"

 

        Dengan gontai aku membereskan barangku yang tidak terlalu banyak, ketika panggilan itu kembali kudengar.

 

       "Sri...," tetiba jantungku berdetak keras. Sakit hati dan dendam menyeruak hingga ke ubun-ubun. Dengan cepat kubuka daun pintu. Kutatap wajah yang sesungguhnya juga menggodaku. Tanpa pikir panjang kutarik masuk lelaki yang membuatku dijadikan bal tak bertuan. Setelah itu pintu aku kunci dari dalam. Tak kupedulikan apa yang akan terjadi. Aku ingin membayarkan perbuatan istrinya dalam batasan tertentu. Bagaimana akhirnya, aku sudah tidak peduli!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah... Si Sri. Nama yg sekian lama ada di sisi hatiku. Keren, bu Sulist

03 Sep
Balas

Hhhh...makasih pak..

03 Sep

Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi

03 Sep
Balas

Terimakasih yaa..

03 Sep

Waduh, endingnya Bund.

03 Sep
Balas

Hhhhhhhh....entahlah bu...

03 Sep



search

New Post