KABAR SEBAR
#Tantangangurusiana
Mulut memang sumber berita yang handal, baik itu sengaja atau tidak.
Orangtua siswa datang padaku tanpa diundang. Dengan nada marah mereka menggugat.
"Saya tidak terima, Bu! Anak saya dikatain maling. Di rumah segalanya tersedia!"
Aku mencoba mendengar dengan tenang. Meski wali murid di depanku bicara dengan mata melotot dan tangan bergerak kian kemari. Gerakannya keras dan patah-patah. Badannya bahkan hanya duduk separuh kursi dengan tubuh condong ke arahku.
"Ibu tahu darimana, ya? Apa Okta bercerira?"
"Awalnya tidak niat cerita. Hanya murung doang. Terus saya tanya, terus menjawab kalau dia ditunduh mencuri oleh temannya. Sekelas!"
"Sekelas yang menuduhnya, atau teman sekelas?" tanyaku memastikan. Sejenak wanita itu tampak bingung.
"Teman sekelas. Iya! Sekelas!" jawabnya mantap.
"Dalam satu kelas ada 34 siswa, Bu. Bisa disebutkan nama-nama teman sekelasnya?"
Sejenak ibu itu kembali terdiam. Beberapa saat kemudian bola matanya melirik ke kiri atas, tanda orang sedang berfikir.
Tak berapa lama dia menyebut nama 3-4 siswa dan selanjutnya merasa kesulitan mengingatnya. Sejurus menatapku putus asa.
"Saya lupa, Bu. Tapi memang dia sebut satu kelas,"
"Saya hanya ingin memastikan, Bu. Karena satu kelas itu banyak. Benarkah semua berkata begitu?"
"Boleh dipanggil, Bu, anak saya?" selanya mencari penguat.
Sejenak aku mempertimbangkan. Aku tidak menyukai teknik konfrontasi yang seringkali membuat siswa malah ketakutan.
"Apakah Okta tahu Ibu datang ke sekolah? Dan bersedia dipanggil ke ruang BK bersama orangtuanya?"
"Iya, Bu!"
Karena kulihat kedua orangtua demikian ngototnya, aku mengabulkan. Kuminta bantuan mereka untuk men chat. Sedang aku menghubungi ketua kelas sebagai penekanannya.
Saat Okta datang, wajahnya tampak tidak nyaman. Senyumnya kaku menyapaku. Saat dia salim, kurasa tangannya agak basah dan dingin.
Begitu Okta duduk diantara kami, sang Ibu lansung mendorongnya dengan keras untuk bercerita.
"Ayo mbak, ceritakan apa yang mbak sampaikan pada Mama,"
Aku hanya tersenyum sambil mengangguk lirih. Tapi kulihat Okta tidak segera bercerita. Dia menunduk dengan sudut mata melirik pada Ibunya. Setelah itu kedua tangannya saling dilekatkan. Seolah mencari kekuatan dari sana.
"Ada yang menyampaikan pada saya, jika saya dianggap pencuri?" jawabnya lirih dengan pengucapan tidak lancar.
"Mengatakannya secara langsung kepadamu?"
Okta mengangguk, tetapi ragu-ragu.
"Boleh Ibu tahu cara menyampaikannya kepadamu?"
Sejenak Okta menarik napas. Kemudian dia bercerita.
"Hai Okta, tahu tidak Widi membicarakanmu? Uang SPPnya hilang. Katanya kau yang mencuri?"
Okta berhenti bercerita. Dia menunduk resah.
"Sudah bertanya pada Widi?"
"Belum, Bu,"
"Baiklah, sekarang Kau yang menanyakannya atau Ibu. Tentang kebebaran yang diomongkan. Maksud saya, kita caritahu kebenarannya?"
"Biar saya saja, Bu,"
"Kapan?"
"Nanti saat istirahat,"
"Setelah itu laporkan pada saya hasilnya. Oke?"
"Baik, Bu!"
"Silakan kembali ke kelas. Nanti Ibu tunggu laporanmu. Hari ini, ya?"
Okta mengangguk dan salim kepadaku serta pada orangtuanya.
"Widi tidak dipanggil, Bu? Saya ingin bertemu," tanya wanita itu.
Aku tersenyum sebagai jawabannya. Seringkali tanpa disadari walimurid meminta untuk bertemu dengan siswa bukan anaknya di sekolah. Hal itu melanggar kenyamanan psikologis siswa. Ujungnya menjadi pelanggaran kode etik layanan. Jika tetap menghendaki, biasanya aku mempersilakan datang ke rumah siswa bersangkutan. Di sana ada orangtua sebagai pendampingnya.
"Tidak, Bu. Biarkan siswa belajar menyelesaikannya lebih dulu. Fungsi saya seperti itu. Tidak serta merta Saya yang menyelesaikan. Ini juga bagian dari pembelajaran. Nanti Ibu saya undang untuk klarifikasi penangangan,"
Sesaat kemudian mereka pulang. Aku mengantarnya hingga pada pintu ruangan kerjaku. Sebagai orangtua mungkin aku akan melakukan hal yang sama.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Masyaallah, penanganan masalah yang proporsional dan bijak. Keren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Hhhhh...terimakasih yaa...
Komunikasi perlu sekali. Berterus terang tentang masalah yang ada menjadi solusi. Mantap Bu Sulis. Tetap semangat! Salam literasi.
Cerpen yang keren Bu Sulistiana. Semangat berliterasi, sukses selalu.
Terimakasih banyak pak...
Keren cerpennya bunda. Sukses selalu bun
Terimakasih ya mbak....