MAN JADDAH WAJADA (26)
#Tantangangurusiana(114)
Aku menyiapkan segala hal berkaitan dengan pemulihan nama baik Fikri yang serasa bagai drama televisi.
"Selalu ada hikmah dari suatu masalah ya, bu?" mantan wali kelas Fikri bertanya, bu Ida.
"Iya bu. Alhamdulillah kasus Fikri berakhir indah. Ayah Dio memberikan pinjaman modal bagi usaha pracangan yang akan dilakukan. Meski belum dapat kepastian tentang pekerjaan baru di darat, tapi orangtua Dio bersedia merekrut jika tidak ada pekerjaan...,"
"Luar biasa ya, bu. Allah mengganti keikhlasan dengan rizki yang berlimpah...," gumam bu Ida. Ada rasa haru dalam intonasi suaranya.
"Kita sungguh terkecoh dengan tuduhan bahwa Fikri adalah trouble maker...,"
"Benar, bu. Pelebelan itu sama sekali tidak benar. Semoga ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua...," jawabku dengan hati-hati. Aku tidak ingin membuat kesan menyalahkan. Tapi setiap orang harus berani belajar dari kesalahan, bukan?
"Kasus Ilyasar bagaimana, bu?
Tetiba pak Ilham sudah munncul di hadapanku.
"Terakhir saya home visit dikatakan siswa akan mutasi. Saya batasi maksimal 10 hari surat kepindahan harus disiapkan. Ditambah surat penerima dari sekolah baru. Ilyasar masih sekolah kan? Saya pantau kok. Tapi memang ada beberapa kali ijin untuk terapi di Surabaya. Itu salah satu sebab kepindahan siswa...,"
"Berarti sudah hampir beres ya, bu?"
"Begitulah...,"
"Bagaimana bu status rumah tangga pak dokter?" tanya pak Il dengan suara hampir berbisik.
"Tidak sebaik Fikri, pak. Tapi itu informasi terakhir. Perkembangannya tidak tahu. Besok ayah Ilyasar datang ke sekolah, guna menyampaikan surat pengunduran siswa...,"
Esoknya pak dokter benar-benar datang ke sekolah. Pertama bertemu dengan wali kelas untuk menyampaikan surat mutasi. Selanjutnya ke TU untuk urusan administrasi. Sambil menunggu penghitungan tanggungan yang kemungkinan masih ada, pak dokter menuju ruanganku.
"Hari ini Ilyasar masih sekolah, bu. Saya suruh menikmati hari terakhir bersama temannya, sekalian pulangnya perpisahan di rumah makan milik Dio," ujar pak dokter.
"Alhamdulillah mulai aktif bergabung dengan teman lainnya...," puji pak dokter atas perkembangan putranya.
"Iya, pak dokter. Di mana sekolah mutasinya?"
"Saya carikan di tengah kota bu. Karena terapinya juga di pusat Surabaya...,"
"Semoga tata tertib di sekolah baru lebih baik, pak. Dapat membantu proses perbaikan emosi Ilyasar...,"
"Aamiin..., terimakasih, bu. Semoga sekolah ini juga segera memberi perhatian lebih pada masalah ketertiban siswa. Dengan guru-guru ber-SDM laksana bu Ika, why not?"
Sejenak pak dokter terdiam. Aku dapat merasakan ada hal yang masih mengganjal di hatinya. Maka aku mencoba memancingnya.
"Semoga ibu dapat hidayah, pak," kataku dengan sangat hati-hati.
"Kami sudah resmi berpisah, bu. Ilyasar ikut saya, adik tirinya ikut ibunya. Saya rasa kalau saya ngotot mempertahankan akan rumit urusannya. Lagipula saya gak yakin mampu memberinya perhatian. Jadi ikut ibunya itu lebih baik...,"
"Saya ikut prihatin, pak dokter...,"
"Saya tetap harus melanjutkan kehidupan, bu. Tahun depan Ilyasar mulai kuliah. Saya menyiapkan mentalnya untuk itu. Kasihan anak itu, bu. Mengalami banyak benturan tanpa saya ketahui sejak awal...,"
"Setidaknya Ilyasar tetap memiliki ayah yang sanggup menjaganya dengan baik...,"
Pak dokter tersenyum hampa.
"Alhamdulillah, Fikri juga kelar masalahnya. Senin kami undang untuk mengikuti kegiatan upacara dan pemulihan nama baiknya...," sambungku.
"Anak-anak sudah banyak merepotkan bu Ika. Atas nama Ilyasar saya minta maaf, bu. Mohon doa restu untuk perjalanan selanjutnya....,"
"Tidak seperti itu maksud saya, pak. Tetapi kasus yang saling berhubungan memang baru kali ini selama saya berkarier...,"
"Teknologi memfasilitasi siswa berprestasi. Tetapi juga memfasilitasi siswa untuk berbuat kenakalan di luar nalar orang dewasa...," sambungku.
Pak dokter tampak manggut-manggut kecil.
"Anak-anak belum mampu matang dengan cepat, di saat teknologi menyerbu dengan dahsyad...,"
"PR dunia pendidikan ya bu?"
"Benar sekali. Masih banyak permasalahan pendidikan di Indonesia, pak. Orangtua dituntut lebih waspada dalam memantau kesehatan mental anaknya...,"
Pak dokter menatapku lekat.
"Pada intinya dalam masa seperti ini, pemberdayaan keluarga justru harus semakin kokoh. Tapi kenyataannya justru sebaliknya. Banyak keluarga menghabiskan waktu untuk mengejar materi dan konsumenrisme...,"
Aku berhenti sejenak. Menunggu reaksi pak dokter. Tapi tampak tak ingin berpendapat.
"Anak-anak membutuhkan orangtuanya untuk menjalani era milineal dengan baik. Sekolah tak bisa diandalkan secara mutlak...,"
"Luar biasa pemikiran bu Ika. Dan itu yang terjadi pada Ilyasar. Dia tidak memiliki keluarga...,"
"Tapi saat ini dia sudah memilikinya, bukan? Seorang ayah yang rela melakukan apa saja demi membantu kematangannya...,"
"Iya bu, meski terlambat...,"
"Belum pak. Semua karena peran pak Dul. Pak Dul memberi lingkungan yang baik untuk mengurangi cedera hati Ilyasar...,"
"Benar sekali, bu. Pak Dul memiliki peran besar, yang membuat Ilyasar memiliki harapan mengejar ketertinggalan kematangan mentalnya...,"
"Allah tidak pernah meninggalkan keluarga bapak. Ini hanya sentilan kecil untuk mengembalikan keberadaan Ilsayar sebagai generasi masa depan...,"
"Wah..., bu Ika harusnya menjadi menteri pendidikan. Minimal staff menteri...hahaha...,"
Kami tergelak bersama. Tetiba aku melihat wujud pak dokter sebagaimana pada umumnya. Bukan sekadar orang super pandai. Bagaimanapun dia tetap orang tua. Yang memiliki masa-masa sulit dalam mendampingi anak. Tak berbeda dengan orangtua lain dengan pendidikan yang lebih sederhana.
Kulepas pak dokter dengan riang hati. Dari beberapa pertemuan membuat kami laksana sahabat lama yang dipertemukan kembali. Aku melihat semangatnya untuk membantu kematangan Ilyasar. Dan itu, lebih dari segalanya untukku. Satu lagi generasi bangsa terselamatkan.
Setiap manusia akan menuai hasil sebagaimana kerja kerasnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar