Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web

PERJUANGAN KARIR

Setiap insan adalah pejuang. Kehidupan harus senantiasa diperjuangkan tanpa harus berkeluh kesah.

Aku melangsungkan pernikahan sebelum mendapat pekerjaan. Kulepas masa lajang pada kakak kelas tiga tahun di atasku.

Percintaan kami sederhana tapi serius. Kami bertunangan saat calon suami telah lulus dan bekerja pada perusahaan swasta. Suami tidak berminat menjadi guru meski berlatar belakang pendidikan. Berbeda dengan aku yang menjadikan Guru BK sebagai passion karir. Meski beberapa sekolah yang kulamar masih menolakku.

"Bersabarlah, pasti ada saatnya dapat panggilan kerja," hibur suami saat aku berkeluh kesah. Sorot matanya berupaya membangun semangatku.

"Nilaiku tidak sebagus ijasahmu, sehingga pihak sekolah memandangku remeh," desisku lirih. Bibirku bahkan tidak bergerak saat mengucapkannya.

"Hahaha. Mereka hanya belum tahu berlian yang ada dalam dirimu. Suatu saat mereka akan menyesal telah menolakmu." Hibur suamiku. Tangannya merengkuh tubuhku untuk menguatkan hati.

"Rata-rata sekolah mau menerima, jika Aku mau juga mengajar bidang studi. Bahkan ada yang menawarkan merangkap sebagai TU," sahutku semakin lirih. Kurasakan susahnya melamar sebagai Guru BK.

Pada tahun 1995 posisi Guru BK di kota kelahiranku, belum sepenuhnya diakui. Tugasnya bahkan dianggap remeh dan dirangkap oleh guru bidang studi. Tugas Guru BK di kota kecil sangatlah susah. Berbenturan dengan persepsi dan kebiasaan mendidik yang masih bersifat konvensional.

"Kalau itu tidak sesuai dengan isi hati, tidak perlu diterima. Jangan patah hati. Cari sekolah yang mampu memberimu penghargaan psikologis sejak awal. Mending kuliah S2 dan melamar sebagai dosen!"

"Wow, ide cemerlang, tapi aku lebih senang menjadi guru SMA. Berdiri di depan kelas dengan siswa berwajah lugu, memberi kesenangan tersendiri," jawabku menjelaskan.

Aku bahkan telah membayangkannya dengan jelas. Berdiri di depan kelas guna membangun pemahaman diri siswa. Pasti sangat menyenangkan.

Siswa SMA berdeda dengan mahasiswa yang lebih dewasa. Aku menyukai dunia SMA yang penuh dengan keceriaan dan kepolosan. Kendalanya, kota kecil belum tersosialisasi tentang peran dan fungsi Guru BK di sekolah. Semua sekolah yang kutuju menyampaikan sudah memiliki guru BK. Aku hampir putus asa. Satu semester terlewat tanpa hasil.

"Berapa Pak guru BK yang ada?" tanyaku memberanikan diri pada salah satu kepala sekolah. Matanya tampak tidak senang dengan pertanyaanku.

"Satu."

"Untuk seluruh siswa?" tanyaku selanjutnya tak mampu menahan diri.

"Iya. Itu sudah cukup. Bisa dibantu oleh guru bidang studi." Jawabnya tegas dengan sorot mata yang mengeras. Aku hanya bisa terdiam dan menunduk secara perlahan.

Tampak di depan mata betapa Guru BK hanya dibutuhkan di kota besar. Di kota kecil hampir tidak dibutuhkan. Perannya bisa digantikan oleh siapa pun. Guru BK di kota kecil hanya dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan pengawas: ada tidak guru BK di sekolah?

Aku menghibur diri sendiri dengan kenyataan itu. Meski tertatih, tak goyah semangat untuk mengabdi sebagai Guru BK. Guru BK yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bukan Guru BK yang hanya bersifat status dengan tugas serabutan. Mengajar bidang studi, membantu TU, dan seterusnya. Untuk pilihan yang idealis itu, aku harus merasakan sakitnya di tolak berkali-kali.

"Kami belum memiliki Guru BK. Saya menyadari perannya karena pendidikan minor saya adalah Guru BK," ujar salah satu kepala sekolah saat sedang mewawancaraiku. Ini adalah lamaran keempat.

Seluruh sekolah tingkat SMA baik negeri dan swasta di kotaku, sudah aku datangi semua. Rasa percaya diriku seolah mulai retas. Tetapi pernyataan yang barusan kudengar, membuat sangat bahagia. Terbersit harapan. Hanya seorang kepala sekolah berlatar belakang pedidikan BK, yang dapat memahami keberadaan Guru BK di sekolah.

"Alhamdulillah, akhirnya ada juga sekolah yang memberimu kesempatan. Syukuri dulu, Allah tidak akan salah menempatkanmu di suatu sekolah." Suami menyemangati saat Aku diterima kerja di sebuah sekolah yang masih kecil. Aku mengangguk. Setidaknya aku mengajar di satu sekolah yang menghargai latar belakang ijasahku. Daripada menjadi guru serabutan. Begitu pilihanku.

Akan tetapi, tantangan yang kuhadapi belum selesai. Bukan hanya kepala sekolah di kota kecil, yang belum sepenuhnya paham akan tugas dan fungsi guru BK. Bahkan rekan kerjaku juga belum memiliki pemahaman yang benar tentang keberadaan BK di satu sekolah.

Sering sekali aku diminta tolong oleh wali kelas untuk menagih SPP siswa, atau melakukan hal lain yang jauh dari seharusnya Guru BK berkinerja. Bahkan tidak jarang profesiku dijadikan alat untuk menakuti siswa. Satu hal yang cukup membuatku tersentak kaget.

"Kalau kalian tidak tertib saya kirim ke BK." Begitu aku pernah mendengar dan melihatnya langsung.

"Jangan, Pak!" jawab sang murid dengan rasa takut. Rasa takut yang ditularkan pada temannya dan menjadi ketakutan tersembunyi secara massal. Siswa memandang peranku sebagai "polisi" sekolah.

"Hem, kalau kau menjelaskan bagaimana fungsi BK pada rekan kerja, itu tidak akan efektif," jawab suami saat kembali aku menyampaikan kesulitan di sekolah. Mataku menggantung pada kedua bibirnya. Mata suami menerawang melewati batas jendela kamar. Aku menunggu kelanjutan buah pikirnya.

Suamiku selalu cemerlang dalam memberikan ide. Kalau bukan karena kecerdasannya, aku tidak akan mau menerima cintanya.

"Refleksikan peranmu dalam keadaan saat ini. Turunkan sedikit idealisme dan terima tugas itu dengan menangani sisi psikologisnya."

"Maksudnya bagaimana?" Aku tertarik dengan idenya.

"Sebagai misal masalah SPP yang ditugaskan untuk kau selesaikan. Kau gali latar belakang mengapa siswa nunggak SPP, panggil orang tua untuk sharing dan...,"

"Wow!" pekikku gembira sambil memeluknya. Aku sudah paham ke mana arah pikirannya, dan sepakat dengan idenya. Arahan ide suami kelak membuatku melakukan hal yang sama pada situasi yang berbeda. Menggali setiap masalah siswa dari sisi psikologis. Aku seolah diingatkan pada teori saat masih kuliah.

Bermula dari permasalahan SPP aku membangun karakter sebagai guru BK. Aku mengurai dari sisi psikologis. Hasilnya menjadi informasi bagi sekolah. Bahwasanya, orang tua nunggak bukannya tidak memiliki uang. Tetapi lebih kepada dukungan yang belum sepenuhnya kepada sekolah.

"Jika demikian, apa yang harus dilakukan oleh sekolah, menurut Bu Ika?" tanya Bapak Kepala Sekolah saat aku melaporkan keadaan tunggakan SPP secara umum. Kurasa hanya beliau satu-satunya kepala sekolah yang menerima keberadaanku. Aku akan membalas dengan kerja keras di sekolah yang dipimpinnya.

"Kita harus mampu melakukan pendekatan, Pak. Mengundang wali murid ke sekolah dan menjabarkan visi misi serta target lulusan yang dilakukan sekolah," jawabku hati-hati. Sebagai sekolah SMK masih banyak wali murid yang meragukan keberadaannya.

Ini pertama kalinya Aku memberi masukan sebagai Guru BK. Hatiku berdegup kencang menunggu reaksi pimpinanku itu. Aku bahkan tak berani menatap langsung matanya. Kepala tertunduk, kedua tangan saling menggenggam di atas pangkuan. Sebagai orang baru merasa sangat canggung dan resah dengan keberanian ini. Aku bahkan merasa pimpinanku menatap tajam menguliti seluruh tubuh.

"Ide cemerlang, Bu. Ayo kita lakukan!" sahutnya gembira. Itu di luar dugaan. Wajahku langsung mendongak dengan bibir tersungging senyuman. Aku merasa dipercaya. Sungguh satu penerimaan yang tak kusadari bagi semangatku selanjutnya.

Aku merasa perjalanan karirku sedang dimulai. Mengetahui langkah dan arah selanjutnya dalam memberikan layanan pengembangan diri siswa.

Profesional kerja bukan hanya sekadar masalah kecerdasan. Akan tetapi, bagaimana seseorang mengenali minat yang menjadi passion karirnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post