RAMBUT PALSU (10)
#Tantangangurusiana(131)
Dalam hidup ada yang tidak bisa dihindari, dan harus kita jalani.
Ketakutan yang kualami lebih menteror aku daripada fakta yang lain. Tentu saja aku harus menyelesaikan masalah ini sebelum berlarut sebagi keyakinan yang akan menggerus ketenangan hatiku.
"Terus apa yang kau inginkan?" tanya Rio. Aku sungguh beruntung. Dalam masa sulit seperti ini ada Rio yang bisa kuajak bicara dan berkenan membantuku.
"Kau butuh ketenangan bagaimana?" lanjutnya penuh perhatian.
"Masalah tidak akan selesai dengan aku pindah kos. Masalahnya ada pada rambut coklat milik Tasya?"
"Terus idemu bagaimana?"
"Jum'at antar aku ke Bang Ucok lagi, ya? Aku mohon,"
"Kau kehilangan selera humormu jika sedang ketakutan," ujar Rio, tapi tak mampu membuatku merasa tenang.
"Rio, bantu aku. Aku tetap ingin berpikir rasional, tapi fakta depan mata memaksaku berpikir irasional,"
"Sebenarnya kau takut apa. Takut dicekik Tasya? Hek!" ujar Rio sambil mengekspresikan orang yang sedang tercekik.
"Gak lucu!" sungutku kesal dan berlalu dari hadapannya.
"Besok kita kuliah hanya satu jam. Langsung ke Bang Ucok aja!" pungkasku sebelum hilang dari pandangan Rio.
Tapi waktu menunggu besok adalah hal tidak menyenangkan. Aku merasa dalam keadaan sangat tertekan. Maka kuputuskan untuk tidur lebih awal. Kuperiksa semua keamanan kamarku dan bersiap tidur.
Entah jam berapa aku terbangun saat kudengar suara kursi yang ditarik paksa dari tempatnya.
"Sreeettt...,"
Aku terbangun dengan kaget. Malam terasa sangat sepi. Kulihat jam di dinding menunjuk pukul satu.
Pelan aku menuju pintu. Kulepas anak kunci dan kuintip dari lubangnya. Serentak aku menarik kembali kepalaku. Aku melihat orang duduk searahku tetapi tak kuketahui wajahnya. Aku hanya melihat tabloid yang sedang dibuka dengan ujung rambut coklat menyentuh tabloid.
Sejenak badanku menggigil, tak beranjak dari pintu seolah aku menahan jika orang di depanku hendak masuk ke kamar.
Pelan telingaku mendengar suara tabloid yang dibolak-balik. Heran aku, mengapa di tengah malam seperti ini membuka tabloid saja terdengar jelas di telinga?
"De...,Dea..., bangun. Kuliah tidak?" kudengar Tasya mengetuk pintu kamar. Aku tertidur dengan posisi terduduk depan pintu kamar kos.
Sejenak aku mendongak. Kulihat hampir pukul enam. Aku bergegas berdiri. Dengan mawas diri kubuka pintu kamar dengan hatu-hati. Kutelusuri meja kursi depan kamarku. Tampak rapi. Kursi juga berada pada posisi rapi tidak keluar dari lubang meja. Dan tidak ada tabloid di atas meja. Semua rapi.
"Liat-liat apa kau. Sudah siang. Bareng atau...,"
"Aku berangkat sendiri," sergaku.
"Kalau gitu aku nebeng, boleh tidak?"
"Eh, aku dijemput Rio!" ujarku cepat.
"Begitu ya, oke deh!"
Tentu saja itu hanya caraku untuk menghindarinya. Aku menunggu Tasya berangkat, baru mencari ojek online.
Sesampai di kampus yang kucari selalu Rio.
"Tapi pagi tadi kau lihat semua tampak rapi, bukan?"
"Apa maksudmu bertanya begitu? Apa kau pikir aku mulai berhalusinasi? Tega ya," kutinggal Rio dengan segunung rasa mendongkol. Sepanjang perjalanan menuju salon Bang Ucok aku bahkan tidak mengajaknya berbicara.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keren cerpen nya bu...sukses ya
Terimakasih...
Cerita yang super keren. Ada ketegangan yang membuat penasaran. Salam hangat, salam literasi, jabat erat selalu.
Terimakasih nggih...
ceritanya keren bu... sukses
Terimakasih nggih..
Mantap ceritanya Bunda...
Terimakasih...