RAMBUT PALSU (14)
#Tantangangurusiana(135)
Aku merasa tertidur nyenyak, saat aku merasa ada orang bernyanyi. Pelan aku membuka mata. Kulihat jam di dinding menunjuk pada angka dua dini hari.
"Siapa ya yang bernyanyi malam-malam? Apa mungkin itu suara televisi yang lupa dimatikan? Tapi mengapa suaranya serasa di dalam kamar ini?" batinku.
Rasa takut mulai menjalar di tubuhku. Cepat aku melompat dan menyalakan lampu kamar. Sejenak pandanganku beredar pada seluruh isi kamar. Kuambil headset di atas meja belajar dan kupasang di telinga. Sejurus kemudian berusaha tidur dengan telinga mendengar alunan suara al-Qur'an.
Paginya aku bertemu Tasya saat hendak mandi. Dia baru ke luar dari kamar mandi. Kuseret ke pojok kamar mandi.
"Tadi malam jam dua kau memakai rambut coklat, ya?"
"Kok tahu, ngintip ya?"
"Tidak! Karena jam segitu Mbak Miriam membangunkanku dengan lagunya? Kenapa kau memakainya menjelang pagi? Ada apa?"
"Karena aku tidak bisa tidur. Kepikiran omonganmu untuk mengembalikan pada Mbak Miriam, padahal aku belum bosan,"
"Oke, kita akan cari Mbak Miriam. Kita tanya, dia masih menginginkan rambutnya atau tidak. Itu jalan tengahnya," pungkasku dan segera masuk kamar mandi tanpa memberinya kesempatan bertanya.
"Berarti ke Ponorogo dong?" tanya Rio waktu aku memintanya untuk menemani kami.
"Emang Mbak Miriam udah pindah alamat ya?" tanyaku jengkel.
"Eits! Sewot banget. Lagi dapet ya?" ledek Rio sambil berlalu dari hadapanku.
Dari hari Selasa menuju hari Jum'at terasa sangat lama bagiku. Saat kami bertiga memutuskan mencari rumah Mbak Miriam di Ponorogo. Untung Abang Ucok masih menyimpan foto kopi KTP Mbak Miriam saat jual-beli rambut. Lebih mudah lagi karena fasilitas pencari alamat di google.
Kami bertiga: aku, Tasya dan Rio, berdiam diri sepanjang perjalanan menuju rumah Miriam. Kami berangkat pukul sepuluh malam.
"Kau boleh pakai rambut coklatmu. Tapi perbanyak sholawatan untuk menjaga kesadaranmu. Agar Mbak Miriam tidak menguasaimu. Kalau ternyata nanti Mbak Miriam masih sehat, silakan kau minta izin untuk memiliki rambutnya," ujarku pada Tasya.
Ternyata tidak mudah mencari alamat rumah Miriam. Rumahnya masih masuk sekitar 30 Km melewati persawahan. Rumah Miriam merupakan pelosok dari Kabupaten. Dan untuk mencapainya kami harus memakai ojek karena banyak melwati jalan yang sempit. Hampir dua jam kami sampai pada alamat yang dituju. Waktu menunjuk pukul empat sore.
Rumah yang besar dan sederhana ada di hadapanku.
"Assalamualaikum...," sapaku bersamaan dengan yang lain. Aku menggandeng tangan Tasya yang terasa dingin di genggamanku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar