Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAMBUT PALSU

RAMBUT PALSU

#Tantangangurusiana(141)

Hampir pukul delapan aku mencapai rumah kos. Tidak berani mampir ke lain tempat, takut terjebak malam. Selain itu aku masih sangat mengkhawatirkan Tasya.

Aku menaiki tangga laksana terbang, saat menuju kamar. Kulihat beberapa teman kos sedang duduk dan bercengkrama di ruang tengah. Di mana ada meja panjang tempat kami menggelar makan bersama, tepat menghadap pintu kamarku.

Kulewati ruang tengah setelah sedikit berbasa-basi, dan menuju kamar Tasya.

"Cari Mbak Tasya ya, Mbak? Sepertinya ada di taman bawah," kata salah satu penghuni kos.

"Begitu, ya? Apa memakai rambut coklatnya?"

"Sepertinya tidak, tetapi dibawa begitu...,"

Hatiku berdetak kencang. Tasya membawa rambut Miriam, meski tidak dikenakannya. Biasannya kalau sudah sore taman ibu kos menjadi temaram, karena memang tidak banyak penerangan di sana. Apalagi sudah sedikit larut seperti sekarang. Aku harus hati-hati dan waspada. Tapi rasa khawatirku mengalahkan rasa takutku.

"Tas...," panggilku saat bayangan Tasya membelakangiku. Tapi Tasya tak menoleh. Aku mulai dirambati rasa takut.

"Tasya...," ulangku lebih keras.

"Duduklah di sini, De," jawab Tasya hampir tak terdengar, tanpa menolehku. Sejenak aku ragu. Tapi kukuatkan hati. Perlahan aku mendekat. Saat aku sudah duduk di sampingnya, aku menatapnya lekat. Dia memang Tasya. Sedang menangis.

"Mengapa menangis? Apa kau berat mengembalikan rambut Mbak Miriam?"

Tasya menggeleng kuat-kuat. Sejenak kemudian dia terguguk tangis, dan memelukku erat.

"Tenangkan dirimu. Ada apa?"

"Mengapa ada lelaki sekejam Mas Sony, De?"

Aku memeluknya. Dapat merasakan kesedihan Tasya karena rambut Miriam yang terkadang membuatnya dapat merasakan perasaan Miriam.

"Mungkin karena belum berjodoh, Tas. Hanya kasihan, karena cintanya membuat Miriam susah kembali pada sang pencipta. Hanya ada Mas Sony dalam pikiran Miriam. Itu membuatnya terjebak,"

Tasya masih menangis dalam pelukanku.

"Kenapa tadi kau tidak membangunkanku. Apa yang terjadi padamu?"

"Aku tak tahu, De. Terkadang aku merasa aneh dengan diriku sendiri. Serasa ada yang mengajak berjalan yang tak mampu kutolak. Tapi apakah aku berbuat jahat, De? Padamu?"

"Tidak! Tapi kau sangat menakutkanku,"

"Aku sering merasa tidak sadar saat malam-malam memakai rambut Mbak Miriam. Tiba-tiba saja sudah kupakai,"

"Juga saat aku tertidur tadi?" telitiku.

Tasya mengangguk.

"Kau memiliki weton yang sama dengan Mbak Miriam. Itu yang membuatmu cepat terhubung dengan energinya. Semua memang takdir. Tetapi selalu ada asal muasalnya...,"

"Dari mana kau tahu wetonku, De? Aku saja gak tahu dan tidak peduli masalah tahyul begitu,"

"Itu bukan sekedar tahyul. Itu ilmu yang dipelajari oleh orang-orang yang memahami masalah energi dan pengaruhnya dalam hidup. Dan aku rasa itu ilmiah juga kok. Seperti dalam psikologi kita mengenal apa itu topologi. Ya hampir semacam itu alur berpikirnya. Hanya ada yang percaya dan tidak,"

Tasya tampak terdiam.

"Apa kau napak tilas perjalanan Mbak Maryam waktu ke rumah Sony?"

Tasya mengangguk dan kembali menangis. Dia pasti menuju tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh Miriam dan Sony. Merasakan penderitaan Miriam saat harus kehilangan Sony. Tasya sedang terguncang hatinya. Memiliki kebingungan antara perasaan miliknya dan perasaan Miriam yang merasuk dalam hatinya.

"Mbak Miriam orang baik. Dia tak akan mencelakai siapapun. Lebih-lebih kamu yang telah merawat rambutnya dengan baik dan memudahkannya untuk terhubung denganmu,"

"Mengapa butuh untuk terhubung, De?"

"Aku tidak tahu pastinya. Hanya bermain perkiraan mengapa Miriam juga muncul di depanku padahal aku tidak memakai rambutnya. Mungkin karena perasaanku juga peka terhadap energi yang berbeda. Sepertinya Miriam ingin mengatakan bahwa dia sedang butuh pertolongan?"

"Pertolongan apa?"

"Membuat Sony tergerak untuk minta maaf. Agar Miriam merasa lega. Miriam capek dengan penantian itu. Dia ingin melihat Sony memberinya penjelasan,"

"Begitukah?"

"Itu masih perkiraanku. Diibaratkan jika aku berbuat salah padamu, kau juga pasti berharap aku datang meminta maaf, bukan?"

Tasya tak menjawab.

"Jumat depan kita kembali ke Ponorogo. Sony bersedia ikut. Kau kembalikan saja rambut Mbak Miriam. Sudah cukup kau meminjamnya,"

Tasya mengangguk luruh. Hari semakin malam. Kegelapan menjadi sarana bagi energi negatif untuk berkembang. Aku secepatnya mengajak Tasya kembali ke kamar. Dan berpesan untuk menjauhkan rambut coklat dari jangkauannya. Juga dari keinginan sadarnya untuk memakainya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sukses untuk ceritanya bu...

15 Jul
Balas

Terimakasih ya...

15 Jul

Mantul ceritanya Bu, salam silaturahmi

15 Jul
Balas

Terimakasih ya..

15 Jul

Keren dan misterius juga..... Mantap ceritanya saya suka.. Sukses ya ibu cantik

15 Jul
Balas

Terimakasih ya...

15 Jul

Mantap Surantap Bunda

15 Jul
Balas

Terimakasih ya...

16 Jul



search

New Post