RAMBUT PALSU (8)
#Tantangangurusiana(129)
"Payah dah kalau bawaan bayi gk sabaran," kudengar suara itu dari bibir Rio. Tapi saat aku menoleh, dia berlagak buang muka.
"Hiiii," kataku sambil mencubitnya keras. Rio hanya teriak tertahan. Tidak menyangka aku menyubitnya dengan sangat.
"Benar Rio, kau tidak sabaran sekali. Dan Miriam sepertinya juga suka berteman dengamu," tambah Bang Ucok membuatku teriak takut.
"Haaaaaa,"
"Makanya dengerin orang cerita. Jangan disela mulu. Kalau udah kelar, baru deh nanya. Kamu kalau kuliah gak pernah bunyi. Tidur ya?"
Aku sudah akan kembali mencubit, tapi Rio lebih waspada dan menghindar jauh dari jangkauanku. Aku merengut kesal seiring tawa Rio yang kali ini serasa lagu merdu di telingaku.
"Entah siapa yang memberitahu, Miriam mengerti kalau kekasihnya hanya memanfaatkannya saja. Dan meninggalkan untuk menikah dengan gadis lain...,"
"Jahat sekali ya si Sony," sentakku tanpa sadar.
Siang itu Miriam datang pada salon Bang Ucok setelah semalaman menempuh perjalanan Ponorogo-Surabaya.
"Eh, Miriam. Mau nebus rambutnya, ya. Untung belum laku!"
"Tidak Bang, belum ada uang. Aku masih harus ngangsur utang tambahan biaya pengobatan Sony,"
Bang Ucok terdiam. Dia sudah mendengar Sony akan menikah, tetapi tidak diundang.
"Abang pasti tahu ya kalau Sony besok menikah?"
"Iya, kuatkan hatimu, ya,"
Tak kuat Miriam menahan hati, menangislah dia dengan terguguk. Hancur hati dan harapannya untuk bersanding dengan pujaan hati. Tidak ada kata putus, tetapi justru ditinggal menikah.
"Tahu tidak sakitnya hati dikhianati seperti itu?"
Aku tercekat. Sesak dadaku membayangkan luka hati Miriam.
"Malam itu Miriam tidur di salonku. Di tempat kalian sholat itu. Dia memang sedang ingin sendirian. Menenangkan hati dan pikirannya sendiri,"
Pagi-pagi sekali Bang Ucok menemui Miriam dan membawa sarapan untuk mereka berdua.
"Yakin kau akan menemui Sony?"
"Iya, Bang!"
"Tapi jangan buat keributan, ya?"
"Tentu saja tidak, Bang! Aku hanya ingin melihat wajah yang selalu memberiku janji manis. Itu saja. Setelah itu, aku pulang,"
"Apa perlu aku temani?"
"Tidak, Bang!"
Sesaat Miriam akan berangkat, tetapi kembali lagi srolah ada yang tertinggal.
"Boleh lihat rambutku, Bang?"
Segera Bang Ucok mengambil rambut coklat itu. Dengan sefenap hati Miriam memeluk rambutnya dan menangis menyayat hati.
"Aku bahkan meneteskan air mata, saat Miriam memeluk rambutnya erat-erat,"
"Kau boleh membawanya," ujar Bang Ucok tak tahan dengan pemandangan di depannya.
"Tidak Bang. Aku tidak ingin memilikinya lagi, karena akan membuatku selalu teringat pada Sony,"
Setelah itu Miriam pamit menuju rumah Sony yang sedang menggelar resepsi pernikahannya.
"Aku lupa nanya dia punya uang atau tidak. Tapi banyak yang melihat dia berjalan kaki sepanjang kurang lebih tujuh kilometer ke rumah Sony,"
Saat itu Miriam memang sengaja berjalan kaki menuju rumah Sony. Dia menelusuri jalan-jalan yang sering dilewatinya bersama Sony, saat masih merajut kasih. Dan di sepanjang perjalanan itu airnata terus bercucuran. Mengingatkan akan nasibnya yang dirundung malang.
"Tidak banyak yang tahu siapa Miriam yang saat itu sudah kacau pikirannya?"
"Maksudnya, Bang?"
"Beberapa orang menerangkan bahwa saat Miriam datang keadaannya sangat lusuh dan pucat pasih, serta...," Bang Ucok berhenti dengan wajah murung.
"Miriam datang tanpa memakai sendal. Tanpa tas yang saat menuju rumah Sony masih dipakainya. Miriam datang dalam keadaan depresi dan senyam-senyum sendiri...,"
"Astagfirullahaladzim...," teriakku reflek. Sedang Rio hanya menunduk dalam. Entah apa yang ada dalam pikirannya aku tudak tahu. Tapi aku tak tahan untuk tidak menangis.
Entah berapa lama aku menahankan hati, menangisi keadaan Mbak Miriam.
"Apa ganti kau yang akan menginap di sini? Ini sudah pukul sembilan. Karyawanku sudah berbenah merapikan salon,"
"Loh, sudah mau tutu ya, Bang. Maaf telah bertamu lebih dari seharusnya,"
"Gak papa. Kalau ada waktu silakan datang lagi. Jangan di hari Sabtu dan Minggu, ya. Itu hari panen raya,"
"Oke, Bang. Entar kalau mau ke sini aku kasih kabar dulu. Begitu ya, Bang?"
Malam itu aku pulang dengan perasaan kasihan pada Mbak Miriam. Tapi mengapa Mbak Miriam mengiktu Tasya, jika sudah tidak menginginkan rambutnya?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap dan keren, bu. Sukses selalu.
Terimakasih ya..barokallah...
Keren bu.. Walau sedih juga... Salam
Terimakasih...barokallah...
Mantab keren Bunda.
Terimakasih...barokallah...
Mantul bu.
Terimakasih...barokallah...
Gambarnya serem
Terimakasih...barokallah...
Keren bu... Sungguh pilu membacanya...
Terimakasih...barokallah...
Kreeen Bundaaa
Terimakasih...barokallah...