RAMBUT PALSU (TAMAT)
#Tantangangurusiana(144)
Aku tidak pernah berhitung tentang hari tiadanya Miriam. Tapi malam ini aku merasa resah dan panas. Aku merasa susah tidur, meski kipas sudah aku putar pada volume paling keras. Bolak-balik badan ke kiri dan kanan, tapi mata tak jua mau terpejam. Terakhir aku mendengar suara mengaji menjelang Subuh dari masjid, dan aku terlelap. Paginya aku terlambat bangun.
"Semalam aku gak bisa tidur," ujar Tasya memberitahuku.
"Loh, kok sama? Apa yang kau rasa?"
"Entahlah. Keadaan sepi yang tidak enak. Merasa tidak nyaman dan gelisah. Tapi gak terjadi apa-apa. Kamu?"
"Sama persis!"
"Semalam itu hari keempat puluh tiadanya Miriam, " ujar Rio tetiba di depan kami.
"Oh ya?" pekikku bersamaan dengan Tasya.
"Mungkin dia menemui kalian, tapi tak ingin menganggu,"
Aku manggut-manggut. Sepertinya omongan Rio tidak salah. Hari keempatpuluh dipercaya sebagai hari sepenuhnya ruh berpisah dengan keluarganya. Semalam Miriam ada di sekitar kami, untuk yang terakhirnya. Dengan tidak munculnya penampakannya, aku merasa Miriam sudah tenang di alamnya.
Tiba-tiba aku teringat Sony. Aku masih belum mampu menghilangkan bayangan Sony melakukan ijab kobul di depan mataku.
"Mas Sony bagaimana ya, kabarnya? Siapa yang terakhir mengetahui kabarnya?"
"Aku!" jawab Tasya. "Iseng, saat gak bisa tidur semalam aku chat dia. Langsung dibalas. Semalam badannya menggigil jadi sama gak bisa tidur."
"Sakit ya?"
"Sepertinya begitu. Sudah dua hari demam dan bersin-bersin. Tadi aku suruh untuk ke Puskesmas,"
Itu pembicaraan terakhir tentang Sony, sebelum kami tenggelam dalam aktivitas kuliah.
"Tas, kau mau pulang atau ikut kami ke Bang Ucok?" tanyaku setelah perkuliahan selesai. Hampir pukul dua siang.
"Mau perawatan ya? Aku pulang aja,"
"Oke, hati-hati ya?"
"Tasya jangan pulang dulu. Sony kecelakaan. Sekarang di rumah sakit. Kita ke sana dulu ngeliat keadaannya,"
"Darimana dapat kabar kecelakaan?" tanyaku terkejut.
"Aku nanyain ke Sony, udah ke Puskesmas belum. Sakit apa gitu. Terus dijawab sama ibunya kalau saat ini di rumah sakit. Kecelakaan. Kita ke sana yuk,"
"Tunggu, perasaanku gak enak nih," ujarku. Perlahan aku bercerita tentang pemandangan yang aku lihat saat Miriam dituntun Sony membaca dua kalimah syahadat.
"Aku melihat dengan sangat jelas Sony melakukan ijab kobul berbaju putih dan menggenggam erat tangan Mbak Miriam,"
"Sebentar," ujar Rio dan membuka gawainya. Sejenak dia mengamati sesuatu dan menunjukkannya kepada kami.
"Sony pagi ini berbaju putih saat bekerja!"
"Ha?" serempak aku melihat foto Sony yang tengah berada di kamar rumah sakit. Dia mengenakan hem panjang berlengan putih dan jeans biru.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit kami menjadi gelisah. Dan saat sampai di rumah sakit, kami tidak diijinkan masuk.
"Hanya keluarga yang boleh masuk. Bapak Sony telah meninggal dunia,"
Byar!
Kami saling berpandangan satu sama lain. Lalu mendapat keterangan jika Ibu Sony telah kembali ke rumah untuk menyiapkan segala suatunya. Perkiraan jenazah dua jam selesai segala urusan administrasi perawatannya.
"Kita menuju rumahnya saja. Ibunya pasti sudah sampai di rumah," usul Rio.
Tanpa banyak bicara kami menuju rumah Sony. Sesampai di sana rumah mulai berdatangan tamu. Belum tampak ramai, tetapi menjadi penuh untuk ukuran rumah Sony yang kecil, tipe 21.
"Maafkan segala kesalahan Sony ya Nak?" begitu sambut ibu Sony dengan berurai airmata. Kami hanya bisa mengangguk.
"Sony memang sedang sakit. Tiga hari ini demam. Tidak mau berobat. Semalam tidak bisa tidur. Bolak-balik dia menuju kamar dan teras depan seolah ada yang sedang ditunggunya," terang Ibu Sony mulai bercerita.
Masih terbayang di benaknya, saat anaknya terhuyung ke luar dari kamarnya.
"Ada apa?" tanyanya yang terbangun dari cara Sony yang membuka kamar dengan keras.
"Badanku gak enak semua, Bu!"
Lalu wanita itu menghampiri anaknya. Sesaat dia memegang lengannya.
"Astaghfirulla hal adziim," desisnya. " Badanmu dingin sekali. Anyep. Apa masuk angin, ya?"
"Entahlah, Bu. Aku merasa kepanasan dalam kamar. Biar cari angin di luar saja," jawab Sony dan berlalu menuju teras.
"Saya tidak tahu berapa lama dia di depan. Mencoba kembali untuk tidur, meski sangat susah,"
"Semalam saya menghubunginya. Dia merasa kedinganan dan panas sekaligus," bisik Tasya saat keheningan tercipta.
"Paginya Sony tampak lebih baik. Wajahnya cerah dan sarapan dengan lahap. Dia memakai baju putih yang pernah dia pakai saat ijab kobul. Kenapa memakai baju yang tampak kecil itu?" tanya Ibu Sony sambil melanjutkan ceritanya.
"Baju yang sudah lama. Tiba-tiba aku ingin memakainya," jawab Sony dengan riang gembira.
"Sudah sehat ya,"
"Alhamdulillah. Oh ya bu, jangan pergi jauh-jauh, ya? Sepertinya akan banyak tamu, Bu. Ibu jaga selalu kesehatan, ya?" lalu Sony mencium tangan Ibunya sebelum berangkat. Tapi tak berapa lama dia kembali lagi.
"Ada yang tertinggal?"
"Hari ini sekalian ke Bang Ucok. Perawatan rambut Miriam!"
Sejenak wanita itu menghela napas panjang.
"Sejak pulang dari rumah Miriam, dia tak pernah lepas dengan rambut coklat itu. Tidak sekali saya memergokinya menciumi rambut itu dengan mata yang berlinang...,"
"Bu, maaf untuk segala kesahan saya, ya. Jaga diri dan kesehatan ta, Bu?" itu pesannya yang terakhir. Kembali wanita itu mengusap airmatanya.
"Bagaimana Sony bisa kecelakaan, Bu?" tanya Rio. Hal yang sangat ingin aku ketahui dari tadi.
"Sepertinya dia pulang kerja lebih awal dan menuju salon Ucok. Pulang melewati sekolah dimana Miriam kecelakaan. Sony juga kecelakaan di sana. Seorang guru agama yang merangkap sebagai pegawai KUA yang menabraknya. Tidak terjadi luka berdarah, tetapi kepala Sony membentur pembatas jalan yang mengakibatkan gegar otak parah. Sony tidak siuman dari kecelakaan itu hingga kematian menjemputnya tepat pukul empat sore tadi,"
Badanku bergetar hebat saat sang ibu selesai bercerita. Aku teringat sumpah serapah kakak Miriam terhadap Sony. Dan Sony juga meninggal dalam keadaan koma. Persis yang dialami Miriam dan disumpahkan oleh kakaknya untuk Sony. Dan pegawai KUA yang menabraknya? Kebetulan yang tak terduga.
"Sony meninggal pada jam yang sama dengan berpulangnya Miriam, Bu," ujar Rio menegaskan. Aku semakin menjadi linglung.
"Yang membuat sesak dada, Sony mendekap erat rambut Miriam di dadanya...,"
"Ya Allah, semua terjadi atas kehendakMu....," desisku tak mampu menahan tetesan airmata.
Pembicaraan berhenti. Jenazah Sony telah tiba. Dengan sigap para tamu menyambut dan mengurus. Sony akan dimakamkan malam ini karena keluarga sudah berkumpul semua.
"Mbak Miriam benar-benar menjemput Mas Sony. Mereka kembali bersatu setelah perjalanan yang berliku. Sungguh cinta yang luar biasa...," kudengar Tasya bergumam.
Kami bertiga mengikuti seluruh kegiatan pemakaman untuk Sony. Langit sudah menjadi gelap ketika ambulance memvawa jenazah Sony menuju peristirahatan terakhir.
Innalillahi Wainnaillaihi Rojiuun. Segala berawal dari Allah. Dan hanya kepadaNya akan kembali.
Selamat jalan, mas. Selamat bertemu dengan pengantinmu. Semoga Allah menaafkan segala salah dan khilafmu. Serta memberimu tempat yang paling layak. Aamiin!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Siip... Sehat selalu bunda...
Terimakasih...
Bisa jadi novel, Bu.
Insyaa allah bu...aamiin...
Mantap Surantap.... Barokallah..
Terimakasih...
Luar biasa. Salam Literasi.
Terimakasih...