#Tantangangurusiana(168)

Hidup itu memang pilihan. Tapi sering tidak disadari. Bertahun kemudian menjadi sadar, tapi semua sudah lewat. Apa berarti gagal? Tidak! Hanya harus mulai dari awal.

"Bakat dan potensimu kuat di IPS, tapi nilaimu di IPA juga tinggi. Mana pilihanmu?" tanyaku saat wawancara jurusan sembari membuka data potensinya.

Kulihat seorang siswa kecil hitam manis dengan raut ceria. Bibirnya menunjukkan tarikan yang ramah dan murah senyum. Tapi matanya agak sedikit malu-malu.

"Saya suka IPS, bu. Tapi anaknya nakal-nakal. Reseh!"

"Siapa bilang?"

"Terlihat kan, bu. Siapa paling sering bikin masalah di suatu sekolah. Anak IPS!,"

"Darimana kau berpendapat demikian?"

"Masyarakat umum, juga orangtua, Bu,"

"Kau meyakininya?"

"Iya...," ekor matanya melirikku. Aku mengerti arti dan keinginannya. Terkadang bibir tak berkata sebagaimana adanya, tapi bahasa tubuh mampu menjelaskannya.

"So, pilihanmu?"

"Bingung, bu!"

"Kau menginginkan IPA, tapi mengapa malu mengatakannya?"

Dia tampak diam dengan pertanyaanku. Wajahnya,menunduk dalam.

"Belajarlah untuk berani menyampaikan apa yang kau inginkan dalam hidup ini. Tetapi itu katena keinginanmu. Karena kau memang menyukainya. Bukan sekedar karena kau mampu melakukannya. Karena perasaan suka akan membuatmu senantiasa bergairah dalam hidupmu."

Aku masih memberinya waktu mempertimbangkan masukanku.

"Baik, bu. Terimakasih...," dia berdiri dan langsung ngeloyor pergi. Loh, salimnya mana? Aku hanya geleng-geleng kepala! Semoga kelak dia tidak datang padaku dengan pengakuan dosa bahwa jiwanya adalah IPS.