SAAT SISWA KESURUPAN
#Tantangangurusiana(160)
Sebenarnya aku tak tahu apa-apa dengan masalah dunia gaib, terutama tentang masalah kesurupan. Tapi aku memiliki pendapat sendiri dalam upaya kesembuhannya.
Aku tidak menyatakan bahwa aku tidak percaya dengan hal yang berkaitan dengan dunia gaib. Tetapi aku merasa bahwa siswa juga harus ditangani psikologisnya juga.
"Tapi nyatanya sudah banyak jatuh korban, Bu. Anak-anak berteriak histeris dan menceracau tak terkontrol,"
Sejenak aku terdiam. Aku tidak ingin berdebat. Jelas situasinya darurat dan butuh pengambilan keputusan cepat. Tapi aku jelas tidak mendukung jika sepenuhnya menggunakan tenaga non ilmiah.
"Apa yang kau rasakan saat menjelang kehilangan kesadaran?" tanyaku pada siswa putri yang menjadi tanggung jawabku.
"Bahunya saya mengeras dan kepala sangat pusing. Terus saya mendengar suara nenek-nenek, Bu. Kemudian saya tidak ingat apa-apa!"
"Siapa teman dekatmu di sekolah saat ini?"
Siswa menyebut nama salah satu teman dekatnya. Seorang siswi juga. Setelah aku cek siswi tersebut juga mengalami hal yang sama, yakni mudah merasa kesurupan. Dan lebih para karena frekwensinya lebih sering.
"Mengapa kau dekat dengannya?" tanyaku di hari lain.
"Kami berteman secara tidak sengaja, Bu. Awalnya saya bertanya mengapa dia kesurupan. Terus dia bercerita ada nenek-nenek dan anak kecil yang mengikutinya," terangnya bersemangat. Saat menerangkan siswa demikian fokus. Sesekali matanya menyorot hampa. Membuatku bergidik ngeri.
"Dan kau juga merasa hal yang sama. Diikuti nenek-nenek?" tanyaku. Siswa menatapku hampa. Kepalanya meneleng ke arah kiri dengan tatapan semakin hampa.
Segera kutepuk tangannya.
"Hai!" bentakku agak keras. Dan bagaikan orang yang dikagetkan, dia tergeragap. Pandangannya kembali bermakna. Aku memutuskan untuk tidak bertanya seputar kesurupan. Totalitas dalam bercerita membuat jiwanya kosong.
"Kakakmu kerja dimana?" tanyaku selanjutnya. Siswa menjawab tapi tampak tidak bersemangat. Demikian juga ketika kutanya tentang ibu dan ayahnya. Tidak ada kecerian dalam jawabannya. Tapi ada apa di balik ketidakceriaan itu, aku belum mampu menguaknya.
"Siswa butuh teman bicara yang hangat, Pak," kataku saat menyampaikan psikologis siswa.
"Hubungan kami baik-baik saja, Bu. Tidak ada masalah," elaknya tidak terima.
"Tapi putrinya sering tidak masuk, Pak. Baik itu sakit, ijin dan tanpa keterangan. Artinya, ada yang belum baik dalam dirinya,"
"Anak saya memang sering sakit, Bu?"
"Sakit magh ya?"
"Iya, Bu!"
Dari pertemuan dengan orangtuanya, tidak semua mampu aku gali. Terkadang memang demikian. Orangtua ada yang tidak mampu memahami jika anaknya dalam keadaan bermasalah. Semua dianggap biasa saja.
Tidak semua orangtua mampu mengetahui bahwa dampak masalah dalam rumah memberi pengaruh yang berbeda pada isi keluarga. Bergantung pada kematangan masing-masing pribadi anggota keluarga. Kematangan itu yang membuat daya tahan setiap pribadi berbeda untuk masalah yang sama.
"Saya lebih condong untuk mereferal siswa pada psikolog, Pak. Untuk kita mengetahui lebih dalam mengapa siswa sering merasa sakit!"
"Tapi saat ini sakitnya kan kesurupan, Bu!"
"Berawal dari sakit fisik yang mempengaruhi daya imajinasinya. Begitu menurut saya. Sebaiknya ditempuh jalan keduanya untuk mempercepat kesembuhan,"
Tetapi orangtua tidak sepakat dengan pendapatku. Pilihannya tetap pada pengobatan paranormal. Tapi anehnya semua itu tak memberikan hasil apapun.
"Pak, jika siswa masih sakit bagaimana jika siswa istirahat dulu selama satu semester untuk keluarga melakukan pengobatan. Karena sering sakit siswa tidak mampu memenuhi tuntutan belajar di sekolah. Itu membuat beban pikirannya bertambah," usulku.
"Kalau ijin satu semester anak saya tidak bisa naik kelas, Bu?"
"Tentunya. Masa tidak sekolah bisa naik, tetapi kemungkinan bisa sembuh dari penyakitnya,"
"Kalau begitu biar sekolah saja, Bu!"
"Baik jika demikian. Tetapi kalau banyak nilainya dibawah KKM, siswa juga terancam tidak naik, Pak. Sama saja bukan?"
Karena aku tidak mau menambah beban pikiran siswa, maka orangtua yang sering aku ajak bicara. Aku bawa logikanya pada beberapa fakta yang berlaku di sekolah.
"Menurut saya jika hanya mengandalkan paranormal tidak memberi hasil maksimal, Pak. Memberdayakan hubungan dalam keluarga. Memperhatikan asupan makanan dan vitaminnya, itu lebih memberikan hasil" uraiku panjang lebar.
"Dan yang paling penting, ketidakhadiran di sekolah dapat mempengaruhi kesempatannya untuk naik kelas," kalimat terakhir kuucapkan dengan penuh tekanan.
Hari-hari selanjutnya aku melihat siswa mulai rajin sekolah. Tidak mudah izin karena sakit. Ayahnya pasti bekerja keras untuk lebih memperhatikan kondisi mental dan fisik anaknya. Hingga akhirnya tidak pernah kesurupan lagi.
Sampai hari ini, aku masih mempercayai cara-cara ilmiah untuk membangun kesadaran siswa. Bukan berarti aku tidak mempercayai barang ghoib. Tetapi di dalam tubuh yang kuat, terdapat jiwa yang sehat. Aku masih percaya dengan slogan tersebut.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi
Alhamdulillah...terimakasih pak...
Mnatap dan keren cerpennya,bu. Sukses selalu.
Terimakasih ya...
Bagus banget ceritanya Bun. Saya suka
Terimakasih sekali ya...