Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web

SELAMAT DATANG SALWA GUSMY DAURRENTZAH

#Tantangangurusiana(162)

Pagi itu Hari Rabu, tanggal 6 Agustus 2003. Aku yang sudah melewati tanggal seharusnya melahirkan, merasa mules dan gelisah.

Mengapa?

Karena jabang bayiku sudah kelewat tanggal ketentuan lahir, dan aku nekat minum sprite. Itu resep teman katanya biar bayi cepat ke luar. Benar tidaknya kurang tahu, tapi setelah tiga hari meminumnya semalaman perutku mulai kencang-kencang.

Kehamilan anak ketiga ini terasa unik. Selama mengandungnya aku setiap hari merasa lemas. Apakah mungkin faktor umur? Aku mengandungnya di usia 37 tahun. Kehamilan yang diikhtiarkan dan diupayakan oleh dokter karena kami sangat ingin anak perempuan setelah kedua kakaknya yang berjenis kelamin laki-laki.

Melalui proses kedokteran dan beberapa vitamin penunjang, kami menunggu hasil dengan cemas. Karena ini hanya ikhtiar, semua kembali kepada Allah semata. Sekitar usia empat bulan jenis kelamin telah diketahui hasilnya, tetapi masih bersifat perkiraan. Artinya, untuk melihat jenis kelamin tetap harus melihat pada saat janin berusia 7 bulan. Namun begitu kami tetap bahagia, saat dinyatakan cenderung perempuan.

Meski masih bersifat kemungkinan, tetapi aku sudah mampu merasa itu sebagai satu kebenaran. Hal ini karena aku merasakan perbedaan dalam mengandung. Punggung yang mudah pegal dan psikhis yang suka aleman. Aku juga senantiasa berhias. Beda dengan kehamilan kakaknya yang mual dengan aroma kosmetik. Aku juga lebih suja dimanja. Teman-teman bilang aku juga terlihat lebih cantik.

Karena aku mudah merasa capek-capek pada kehamilan kali ini, maka kegiatan mengaji aku lakukan sambil tiduran. Bantal aku tumpuk sampai tiga dan bersandar setengah tiduran. Salah satu surat dalam Al-Qur'an aku baca di setiap harinya. Ijazah dari teman yang sholeh agar anakku memiliki aura hati yang lembut welas asih tetapi memiliki semangat membaja. Dan Insyaa Allah seperti itu adanya.

Pada kehamilan ketiga ini secara khusus aku menggunakan jasa dokter spesialis. Hal ini karena di setiap kehamilan aku selalu dinyatakan dalam kondisi rawan. Memang seperti itu kenyataannya. Karena aku tidak sekali pernah keguguran, dan dokter sudah menyatakan rahimku tidak dalam kondisi maksimal. Dipesankan ini sebagai yang terakhir, apapun jenis kelaminnya. Dan aku sepakat.

Setelah diketahui jenis kelamin pada kehamilan 7 bulan, aku tidak serta merta bersorak. Karena anak kedua juga diprediksi perempuan tetapi lahir lelaki. Tapi batinku merasa kehamilan kali ini adalah benar-benar perempuan. Mungkin ini ikatan batin. Namun begitu kami berdua belum menyiapkan nama. Tidak sebagai kakaknya yang disiapkan sebelum kelahiran.

Pada saat kehamilanku berusia tujuh bulan dokter juga mengatakan bahwa kemungkinan aku akan melahirkan dengan cara operasi. Hal ini karena usus yang melilit leher anakku. Menurut dokter usus yang melilit tidak bisa disiasati dengan ngepel lantai atau cara-cara lain. Aku juga dilarang pijat untuk menyiasatinya.

Aku dan suami sepakat dengan semua petunjuk dokter. Tetapi aku cemas karena membayangkan kata operasi itu. Rasanya gelap dunia, tapi aku tetap berpasrah sambil menyiapkan biayanya. Saat itu dokter mengatakan biaya operasi sekitar 6-7 jutaan.

Tetapi saat kandunganku berusia 8 bulan, ada kejadian khusus yang aku alami.

Aku lupa hari dan tanggalnya, tetapi ingat pasti bahwa itu masa kehamilan 8 bulan. Aku mengalami mimpi yang menjadi kenyataan.

Sebagaimana dipesankan dokter, aku tidak boleh merekayasa dengan apapun atas bayiku. Maka aku menurutinya. Aku hanya olahraga jalan kaki. Takut dengan kegiatan olahraga yang lain karena takut dengan keselamatan bayiku.

Tetiba suatu malam aku bermimpi. Dalam mimpi aku merasa mengikuti kegiatan istighosa yang biasa dilakukan oleh sekolah, karena aku mengajar di NU.

Pada saat itu aku tidak mampu menyanggah tubuhku dan selonjoran pada sofa yang di tata di pojokkan ruangan. Dan penceramah saat itu adalah Bapak Gus Dur. Saat itu beliau bukan Presiden RI.

Sebagai warga NU, aku cukup mengenal siapa tokoh Gus Dur, tapi aku merasa tidak mengidolakannya. Tetapi menghormati dan menyukainya, karena beliau orang yang santai dan jenaka.

Jadi saat aku bermimpi bertemu Gus Dur, aku merasa itu bukan wujud alam bawah sadar. Di mimpiku, setelah berceramah Gus Dur dituntun dua santrinya turun dari podium. Saat itu beliau melihatku dan menyapaku dengan gayanya.

"Sampean laopo kok klesetan," tegurnya dalam Bahasa Jawa.

"Sakit, Gus. Bayinya tidak dalam keadaan normal. Ususnya melilit leher jabang bayi," jawab kepala sekolahku dalam bahasa nasional.

Mendadak Gur Dur menujuku. Tanpa berkata apa-apa beliau memutar perutku. Tidak hanya sekali. Ada tiga kali hal itu dilakukan. Dan sakitnya bukan main. Aku meringis menahan sakit tapi tak berani sambat.

Paginya aku terbangun dalam keadaan perut yang kemeng.

"Kenapa?" tanya suamiku saat melihatku tak bisa bangun sebagai biasa.

"Sakit sekali," keluhku. Keringatku bercucuran. Aku terus meringis menahankan rasa sakit.

"Kok mendadak sakit, kenapa?"

"Aku mimpi perutku di putar oleh Gus Dur?"

"Ha?"

Terengah-engah aku bercerita tentang mimpiku. Dan kulihat suami tampak gelisah meski berupaya tenang.

"Gus Dur itu penuh karomah. Semoga tidak terjadi apa-apa. Kita ke dokter saja,"

Aku mengiyakan.

Setelah beberapa saat aku mulai bisa bernapas teratur, kami berangkat ke rumah sakit. Tetapi rasa sakit masih membekas. Oleh dokter perutku diperiksa dengan USG sebagaimana biasa. Saat dokter melihat hasil USG dia menatapku lekat. Aku melihat dengan jelas perubahan wajahnya.

"Apa ibu ke dukun?"

"Tidak! Ada apa dengan anakku, dok?" kecemasan menguasaiku, juga suamiku.

"Bayi ibu dalam kondisi normal. Insyaa Allah lahir normal tanpa operasi!"

"Apa? Allahu Akbar!" pekikku penuh rasa syukur. Aku tidak bercerita tentang mimpiku karena itu bukan suatu hal yang ilmiah.

"Kondisi bayi saya?"

"Baik, semuanya baik. Posisi juga sudah toto," demikian jawab dokter cantik satu-satunya saat itu.

Tetapi hingga 9 bulan10 hari, anakku tak juga mau lahir. Padahal kedua kakaknya lahir sebelum 9 bulan. Secara berkala dua hari sekali aku periksa tak juga ada tanda-tanda melahirkan.

Karena cemas aku mengikuti saran temanku meminum sprite. Tetapi setelah meminum sprite pergerakan bayiku jadi lemah, membuatku panik. Apalagi dari pemeriksaan terakhir dokter mengatakan ketubanku tampak keruh. Aku semakin cemas.

Tiga hari setelah itu malamnya mulai kencang-kencang tapi sama sekali tidak sakit. Aku hanya mengelus-elus saja. Tidak ada sakit sama sekali. Berbeda dengan kedua kakaknya yang menguras seluruh energiku. Paginya aku bahkan berselerah makan dengan lahap tanpa enggan sedikit pun. Hanya setelah sarapan dan berdiri dari kursi,

Byurrrr...

Ada cairan bening kekuningan tumpah begitu saja tanpa aku mampu mencegahnya. Suamiku kaget. Pun aku. Juga mertua yang pagi-pagi sudah ke rumah.

"Ketubanmu pecah!" kata umi, mertuaku.

"Kita segera ke dokter!' usul suamiku dengan panik. Maklum, kakak-kakaknya tidak mengalami seperti itu.

Sesampai dj rumah sakit, ternyata masih bukaan dua. Rasa sakit mulai menyerang. Kami berangkat ke rumah sakit sekitar pukul delapan pagi. Tetapi hingga pukul sepuluh bukaan tidak juga bertambah. Aku mulai merasa capek dan lemas. Setelah konsultasi dengan dokter aku diusulkan di drip karena bukaan belum bertambah dan diperkirakan aku tidak kuat mengejan.

Tak berselang lama diinjeksi, perut bagai diaduk. Aku mulai kesakitan. Aku segera dipindahkan ke kamar melahirkan.

"Jangan mengejan dulu ya, Buk. Dengar dan ikuti instruksi dari kami," kata bidannya. Saat itu dokter sedang di ruang operasi.

Tetapi bayiku sudah terdorong tanpa ada upaya mengejan dariku.

"Bu..., sabar... Jangan mengejan seperti itu!" tegur donter.

"Akh tidak mengejan. Anak ini sendiri yang mendorong ke luar. Itu yang membuat otomatis mengejan sendiri," jawabku.

Memang aku tidak merasa dengan sengaja sedang mengejan. Yang kurasa bayiku dengan kekuatannya sendiri yang mendorong untuk ke luar. Dorongan itu yang membuatku reflek mengejan dengan sendirinya. Begitu memang yang kurasa.

Prosesnya sangat cepat dari tindakan di drip ke melahirkan. Bahkan dokter belum hadir membantu, anakku sudah lahir. Bersamaan dengan suara orang mengaji menjelang Dhuhur.

Aku tidak tahu secara pasti teori kedokteran, mengapa secara tiba-tiba anakku lahir secara normal tanpa oprasi. Aku hanya meyakini memang melalui mimpi diputar Gus Dur aku mendapat bantuan dari Allah.

Sebagai bentuk syukur nama Gus Dur aku abadikan sebagai nama anakku. Karena anakku perempuan, maka namanya aku polah. Gus aku tambahkan My. Persis nama sahabat kecilku Gusmy yang cantik dan lembut. Sedang Dur aku panjangkan menjadi: DaURrentzah. Jadilah anakku bernama Gus Dur yang aku isi dengan nuansa nama wanita. Kami tambahkan kata Salwa. Berharap dia menjadi pengikat bagi kami semua: ayah ibu dan kakak.

Demikian perjalanan kelahiran anakku. Rasanya hanya dia yang memiliki nama tanpa ada yang menyamai, di belahan bumi ini. Semoga kecerdasan, kesederhanaan, dan rasa welas asih yang juga dimiliki Gus Dur dapat menjadi energi bagi anakku untuk menuju jalan sebagai wanita soleha. Aamiin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

aamiin

06 Aug
Balas

Terimakasih bu...

06 Aug

kereen mantap bu

06 Aug
Balas

Alhamdulillah...tq bu...

06 Aug

Seribu satu kisah melahirkan, Bu. Alhamdulillah, lancar. Mantap.

06 Aug
Balas

Makasih bu...

06 Aug



search

New Post