Sulistiyo

Saya seorang Guru Garis Depan (GGD) yang ditempatkan di Pedalaman Sumba Timur NTT...

Selengkapnya
Navigasi Web
KESEMPATAN KEDUA (2)
Perjalanan menuju kota

KESEMPATAN KEDUA (2)

Kami saling bertatapan seolah tak percaya dengan perkataan bidan tadi. Bu Bidan mencoba merabanya sekali lagi.

‘’ Oh ada, ada, ini disini, tadi saya belum raba betul betul’’ ucapnya

‘’ syukurlah’’ Kami merasa lega. Kemudian dia kembal dengan membawa peralatannya. Ada satu alat yang menyita perhatianku. Alat yang bentuknya mirip corong air.

Setelah dia meraba perut istriku. Kemudian dia menempelkan corong itu di perut istriku. Mendekatkan telinganya disana. Rupanya alat itu untuk mendengarkan detak jantung bayi. Ternyata di zaman modern seperti ini masih ada alat seperti itu. Alhamdulillah bayiku sehat.

Namun tidak puas rasanya kalau tidak melihat sendiri lewat USG. Setelah konsultasi lewat telepon dengan dokter, kami memutuskan untuk periksa USG ke kota. Kebetulan dua hari lagi sudah libur semester.

Sebelum berangkat, istriku memasang Stagen di perutnya. Dengan maksud agar perutnya tidak terlalu kena guncangan.

Aku mengendarai motorku dengan sangat pelan. Hanya 20 km/jam. Tak apalah kami sampai di kota malam hari asal anak istriku selamat.

Namun halangan dan rintangan selalu ada. Jalan yang rusak dan berbatu cukup membuat khawatir. Baru 15 menit kami berjalan. Istriku sudah mengeluh kebelet pipis. Kami singgah sesaat di pinggir jalan. Kami berjalan lagi sekitar 20 menit dilalui. Tiba-tiba istriku mengeluh sakit perut. Dia meminta waktu untuk berbaring sejenak.

Aku menengok sekitar. Tidak ada tempat yang bersih untuk berbaring. Tetapi, istriku sudah sangat kesakitan. Akhirnya dia berbaring di atas rumput di pinggir jalan.

Perjalanan kami masih sangat jauh. Sekitar 3 jam dengan kecepatan normal. Tetapi, Mungkin sekitar 5 jam lagi dengan kecepatanku saat ini. Dalam hati aku selalu berdoa. “Ya Allah kuatkanlah istriku”.

Berulang kali kami singgah. Disetiap persinggahan, istriku selalu menyempatkan berbaring. Kami membunuh rasa lelah dengan bernyanyi, bercerita, dan melihat bukit-bukit indah di kanan kiri jalan.

Akhirnya kami sampai di kota. Enam jam perjalanan yang kami tempuh. Luar biasa menguras tenaga.

Esoknya kami segera mengunjungi dokter. Alhamdulilah, anak kami sehat dan berkembang dengan baik. Dokter berpesan agar kami selalu menjaga bayi kami. Karena butuh perjuangan yang berat untuk mendapatkannya.

‘’’selamat pak, bayinya sehat, dijaga terus ya, hati-hati, bayi mahal ini’’ kata dokter ketut

‘’ ah dokter bisa aja’’ sahut istriku

‘’iya benar ini bayi mahal karena susah dapatnya apalagi sempat keguguran’’dokter bilang

‘’iya dok semoga selamat sampai lahir terimakasih dok’’jawabku

‘’’masih mau balik ke gunung lagi?’’tanyanya

‘’iya dok, ini libur sekolah sudah mau habis, sudah harus kembali lagi’’ jawabku

‘’oh iya iya hati-hati ya pelan-pelan saja naik motornya’’nasehatnya

‘’iya dok terimakasih kami pamit dulu’’

Libur semester telah usai. Kami harus kembali ke sekolah. Saat itu usia kandungan istriku 6 bulan. Seperti biasa kami ke sekolah naik motor. Istriku tak lupa memasang stagen hamil di perutnya. Menghindari terkena guncangan saat di jalan. Kami berjalan pelan. Berulang kali istirahat. Setelah hampir 6 jam perjalanan. Alhamdulillah kami selamat sampai tujuan. Aku menginap semalam di mes istriku. Memastikan semua jeriken dan bak penampung air sudah terisi penuh sebelum aku tinggal. Kasihan kalau istriku harus angkat air. Kemudian besok paginya aku menuju sekolahku.

Tak terasa usia kehamilan istriku sudah 8 bulan. Istriku segera meminta izin kepala sekolahnya untuk persiapan melahirkan di Jawa. Kami memutuskan untuk bersalin di jawa, karena di sini tidak ada sanak saudara yang mendampingi.

Setelah membereskan administrasi cuti dan lain-lainya. Akhirnya istriku pulang. Dengan berat hati aku membiarkanya pulang sendiri. Aku tidak bisa menemaninya karena tugas. Lagipula, harga tiket selalu diatas satu juta. Mungkin lebih baik ditabung untuk biaya melahirkan saja. Aku hanya mengantarkan sampai pintu keberangkatan Bandara Umbu Mehang Kunda. Sedih dan khawatir pastilah ada. Namun istriku tampak bersemangat dan baik-baik saja. Nanti sesampainya di Bandara Juanda Ibu Mertuaku akan menjemputnya.

Aku kembali melaksanakan aktivitasku di sekolah. Hari demi hari berlalu begitu saja seperti ada yang kurang. Aku selalu merindukan istri dan anakku disana.

Aku tak sabar ingin segera menemuinya. Terkadang aku membayangkan seperti apa wajah anakku nanti. Mirip aku atau ibunya. Hitam atau putih. Hidungnya mancung atau pesek. Tetapi apapun itu semoga anakku lahir selamat, sehat, lengkap dan tidak kurang satu apapun.

Selesai

Sumba Timur, 11. 06. 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantul

11 Jun
Balas

Selamat menyambut kehadiran buah cinta

11 Jun
Balas



search

New Post