Sulistiyo

Saya seorang Guru Garis Depan (GGD) yang ditempatkan di Pedalaman Sumba Timur NTT...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENEMBUS BELANTARA SUMBA (2)
Menyingkirkan Pohon Tumbang

MENEMBUS BELANTARA SUMBA (2)

Sekitar 15 menit otto melewati hutan wanggameti. Keluar dari hutan kembali disuguhi pemandangan perbukitan. Penumpang disebelahku berkata

“disana umandundu mas”. Sambil menatap ke arah deretan perbukitan yang ada di depannya.

“sudah dekat ya bapak?” tanyaku karena penasaran.

“bukan itu mas, itu Katikuai, itu gunung yang disana, masih jauh” sanggah bapak itu sambil menujuk kearah bukit yang paling jauh.

“Masyaalloh.. Rupanya masih jauh” ucapku dalam hati.

Rupanya di bukit tinggi nan jauh itulah sekolah saya berada. Rasanya badan ini mau rontok karena guncangan di sepanjang jalan.

Aku membayangkan betapa beratnya perjuangan pak Suparjo dan guru-guru di sini. Mereka harus menempuh jarak yang begitu jauh untuk melaksanakan tugas. Sudah setengah hari aku berada di atas oto. Namun belum juga sampai di tujuan. Di depan sana lembah yang begitu dalam dan perbukitan yang tinggi masih harus ku lalui.

“Sabar mas mas sulis, Allah pasti akan mengiringi niatmu untuk menyebarkan kebaikan” Ucapku dalam hati

Namun hati sudah agak tenang karena meskipun jauh sudah tampak rumah rumah penduduk beratap seng yang mengkilat dari atas oto, walaupun masih harus melewati lembah yang sampai tidak terlihat dasarnya.

Oto mengurangi kecepatanya. Kali ini melewati jalan yang menurun. Dengan hati-hati sopir mengemudikan otonya. Melewati turunan berbatu yang curam. Tak lama berselang mulai terlihat rumah milik warga. Oto sudah sampai desa Langira. Desa terakhir dari kecamatan Matawai Lapau.

Oto terus menyusuri jalanan desa Langira. Sesekali berhenti untuk menurunkan barang dan penumpang. Di sepanjang jalan terlihat rumah warga yang berjejer. Terlihat beberapa adat sumba dengan menara tinggi menjulang. Rupanya kampung ini cukup ramai.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.25 WITA. Oto berhenti di Pasar Langira. Merunkan barang milik pedagang. Rasa jenuh sudah tak terbendung. Pinggang terasa sangat pegal. “habis ini langsung ke umandundu adi?” tanyaku kepada konjak yang duduk di belakangku. “belum pak guru, ramuk dulu baru umandundu”. ternyata masih satu desa lagi.

Setelah semua penumpang dan barang diturunkan akhirnya oto kembali melaju. Tibalah di sungai Apu Uru. Aliran airnya cukup deras. Tidak ada jembatan. Beberapa konjak nampak turun menata jalan. Menyingkirkan batu besar yang menghadang. Lalu sopir menginjak gas. Otopun berhasil melewati sungai.

Usai melewati sungai. Oto melewati tanjakan yang curam dan berbatu. Oto nampak terseog-seog. Suara mesin meraung-raung. Para konjak nampak bersiap turun membawa ganjal. Namun akhirnya oto berhasil menaiki tanjakan.

Otopun kembali melaju. Namun baru beberapa menit oto kembali berhenti. terhadang oleh pohon besar yang tumbang. Para penumpangpun terlihat masam. Tetapi mau tidak mau semuanya harus turun. untuk menyingkirkan pohon yang tumbang.

Sopir mengeluarkan parangnya dari dalam oto. Kemudian menebas ranting dan batang pohon yang menghadang jalan. Setelah batang pohon terputus. Barulah semua penumpang bahu membahu menggeser pohon itu. Ini benar benar hari yang melelahkan. Sudah jam 14.00 WITA, namun aku masih terduduk lesu di dalam oto.

Usai menyingkirkan pohon tumbang. Para penumpang kembali menaiki oto. oto kembali berjalan melewati kali kecil tanpa jembatan. Lalu kembali menaiki tanjakan yang lebih curam daripada tanjakan sebelumnya. Tanjakan ini dikenal dengan nama “watu mbelar”. Demi keselamatan, Seluruh penumpang turun dari oto, lalu berjalan kaki menaiki tebing.

Para konjak nampak berdiri di tanjakan sambil membawa ganjal. Untuk berjaga-jaga jika oto tak mampu mendaki. Perlahan oto menaiki tanjakan itu. suara mesin kembali meraung. Di sebelah kiri jalan terlihat jurang yang sangat dalam. Hujan rintik membuat kondisi jalan menjadi licin. Dalam hati aku berkata “andai saja oto ini jatuh maka habislah kita

Namun berkat sopir yang handal. Tanjakan terjalpun berhasil dilalui. Lepas dari tanjakan itu mulai terlihat ada rumah warga. Namun masih jarang. Di sepanjang jalan terlihat tanaman kopi dan kemiri. Rumah-rumah kecil nampak berdiri di lereng bukit. Beberapa saat kemudian sampailah di desa Ramuk. Desa ini cukup ramai. Ada sekolah dan pasar keicil. Rumah penduduk tertata rapi. Ada beberapa rumah menara yang menjulang tinggi. Oto menghentikan lajunya di depan pasar, untuk menurunkan barang milik pedagang. Kebetulan bertepatan dengan hari pasar. Pasar baru ramai ketika oto datang dari Waingapu.

Sekitar 30 menit oto menurunkan barang dan penumpangya di pasar. Setelah itu, oto memasuki pertigaan ke arah Umandundu. Oto harus segera mengantar penumpang ke Umandundu sebelum hujan. Karena jika hujan oto tidak bisa masuk ke Umandundu.

Oto lalu melaju melewati lereng-l ereng bukit yang tinggi. Dari sini tampak pemandangan desa Katikuai, serta gunung Wanggameti yang menjulang tinggi. Di lereng-lereng bukit nampak satu dua rumah bambu milik warga. Tampak beberapa orang beraktivitas di ladangya. “Kok bisa ya mereka hidup tempat seperti ini” Gumamku dalam hati.

Oto terus melaju menaiki tanjakan tanpa henti. Hingga Sampai di ujung aspal. Lalu oto melaju di jalan tanah. Jalan ini licin saat hujan. Oto tak bisa malaluinya.

Di sisi jalan mulai terlihat rumah warga, “ini sudah umandundu aditanyaku kepada konjak yang duduk di sebelahku, “iya pak guru sedikit lagi sampai”. Oto terus melaju melewati jalan tak beraspal.

Di sepanjang jalan mulai tampak beberapa rumah warga. Jaraknya berjauhan antara rumah satu dengan yang lainnya. Hutan yang lebat nampak mengelilingi perkampungan ini. Beberapa menit kemudian oto berhenti. Konjak itu berkata “sudah sampai pak guru” Alhamdulillah lega rasanya... akhirnya perjalanan panjang ini berakhir. Aku dan pak Aprisal bergegas turun dari oto. Menurunkan tas dan kompor lalu membayar ongkos.

Oto kembali melaju, meninggalkan kami di tepi jalan. Kami berdiri terpaku, terdiam, seperti anak ayam kehilangan induknya. Tak ada satupun orang yang menyambut kami. Kamipun bingun harus kemana….

Bersambung…

Sumba Timur, 28. 05 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren petualangannya...next

28 May
Balas

oke

28 May

Ke hatimu

28 May
Balas

bias aja

28 May



search

New Post