TARAWIH TOLERANSI
TARAWIH TOLERANSI
Hari ini puasa ramadhan memasuki hari ke 15. Separuh sudah umat Islam menjalankan ( bagi yang menjalankan) ibadah puasa. Kesibukan umat muslim mulai beralih dari mushola ke mall. Maka tidak heran barisan orang sholat semakin maju, artinya shaf-shaf sholat tarawih semakin maju artinya jumlah jamaah semakin berkurang. Sore itu selepas pukul 16.30 orang-orang sudah berduyun-duyun mendatangi mushola untuk pengajian menjelang magrib. Walaupun ustadz penceramah terlalu kuno dan tidak kekinian dalam memberikan materi ceramah orang-orang tetap mendengarkan ceramah walupun lebih sering mata tertutup alias ngantuk daripada terjaga. Selepas sholat magrib sambil berjalan pulang, Lek Wondo tetangga dekatku bercerita “ keperluan lebaran sudah tersedia semua. Pakaian untuk istri, anak-anak sudah tersedia. Bingkisan untuk orang tua dan mertua sudah tersedia. Makanan untuk sajian hari raya juga sudah tersedia”. Aku segera mengulurkan tanganku dan memberikan ucapan alhamdullillah. Lalu ia melanjutkan ucapannya “ tinggal satu yang belum tersedia. Apa itu? Tanyaku. Dengan tenang ia menjawab “ yang belum tersedia uang untuk membelinya ”. “Capek deh” Sahutku sambil penepuk jidatku sendiri. Lalu kami tertawa bersama. Kembali ke topik tarawih. Malam itu seperti biasanya sholat tarawih berlangsung di mushola Mabaul Huda. Banyak diantara jamaah yang datang terlambat ketika sholat isya’ sudah selesai termasuk Lek Wondo. Jamaah yang datang terlambat segera mengikuti sholat tarawih sebagai makmum setelah menjalankan sholat isya sendiri. Jumlah rakaat yang dapat diikuti jamaah yang terlambat tadi tidak sama dengan rakaat yang dilakukan imam. Ketika sholat witir jamaah juga ikut tarawih. Sepengetahuan saya jumlah rakaat pada sholat tarawih ada yang 20 rakaat atau 8 rakaat. Kalo mereka hanya sholat 14 rakaat dan sudah ditutup dengan sholat witir, lalu mereka itu ikut aturan yang mana? 20 rakaat tidak dan 8 rakaat pun tidak. Mungkin inilah yang disebut tarawih toleransi. Dalam hati saya berguman…” pak ustadz ..mbok yang seperti ini dibenahi.mbok ya jamaah ini dibilangin”, Mengapa? Memang kita tidak tahu apakah ibadah kita diterima Allah atau tidak. Tapi setidaknya ibadah yang kita lakukan sesuai aturan syariat sehingga berharap semoga diterima. Amin.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sepakat dengan kalimat terakhir, "Ibadah yang kita lakukan disesuaikan dengan aturan syariat." (Saya ganti redaksinya sedikit ya pak).