Sumiati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Senyum Itu

Senyum Itu

Tantangan Hari Ke-70# Tantangan Gurusiana

Senyum itu

Wajah di balik cermin itu kembali datang mengusik. Menyerigai lebar namun tak seperti serigala. Merintih pelan namun sama sekali tak mirip anak kucing mencari puting susu induknya. Melainkan lebih merip anjing letih.lidahnya menjulur, nafasnya terengah. Dan kedua bola matanya sayu saat memandangku.

“ Tenanglah, penderitaanmu tak akan lama lagi”, bisikku seraya mengelusnya. Elusan yang terhalang oleh lima milimeter kaca cermin. Bibir yang semula menyerigai itu kini mengerucut panjang kedepan, mata yang memerah dan degusan tarikan napas seperti menanggung segunung kesal yang terkunci rapat di ujung bibiir.

Kulepaskan jemariku. Lalu melangkah mundur , wajah itu ikut mundur. Bedanya jika aku tersenyum, ia justru merengut. Tatapannya bertambah sayu. Dan gerak napasnya melambat.

Aku masih tersenyum. Sampai kakiku menyentuh permukaan lembut sprei ranjang. Lalu merebahkan tubuh. Wajah itu berusaha untuk rabah juga. Namun entah mengapa wajah itu wajah itu tak kunjung terpejam. Gelisah. Saat ku terjaga kulihat ia masih terjaga . Menanggung perihnya seorang diri.

“ Kenapa tidak sarapan, hanya minum?” Ibu menatapku heran. Aku meneguk susu Milo dengan terburu. Membiarkan nasi goreng dengan telur mata sapi serta roti, diam ditempatnya.

“ Maaf, Bu, aku sudah telat”

“ Kalau begitu dibungkus saja, nanti jam istirahat jangan lupa dimakan, “Dan tanpa menunggu persetujuanku, ibu telah memasukkan nasi goreng kedalam kotak bekalku.

Aku ingin protes, namunn detak jam didinding menjadi pegingatku.Wjah itu muncul lagi, saat langkahku melintasi cermin berbingkai jati yang tergantung diruang tamu. Tapi kali ini, ia mencoba untuk tersenyum. “Huh”, Aku mendengus, cepat aku menuju halte , sedikit pusing saat melompat kedalam bis.wajah itu masih mencoba untuk tersenyum,sat sekilas kutatap ia yang memantul dikaca spion bis.Aku menggerutu.

“Di, ke kantin Yuk,”

“Maaf aku dikelas saja, aku bawa bekal,” Tolakku pada ajakan Hanni saat bel istirahat berbunyi, “ Tidak apa-apa, bawa saja bekalmu kekantin. Mana? Biar kuambilkan tukas Hanni serayamembuka tasku.

Aku tak bisa mengelak. Saat kotak bekal itu sudah berada di tangan Hanni lalu dengan tangannya yang lain menggandeng tanganku menuju kantin.

“ Mau pesan apa. Di? ” tanya Hanni saat kami tiba di kantin.

“ Air putih saja.”

“ Kenapa cuman air putih?”

“ kan akau sudah bawa bekal/” aku balik bertanya.

“ maksudku, ya kenapa Cuma air putih?kenapa bukas es teh? Atau sirup?”

“ Bukankah air putih paling baikuntuk kesehatan ?Tidak baik membiasakan diri minum yang manis-manis. Lama-lama bisa kena kencing manis.”

Ia hanya menyantap separuh nasi gorengnya saat jam istirahat tadi. Ketika Hanni memergokinya yang tengah menyimpan sisa nasi goreng dalam kotak bekalnya. Ia mengatakan kalaunasi goreng itu sudah dingin. Ketika Hanni menawarinya untuk memesan mie bakso kesukaannya, ia menjawab sudah kenyang. Ia memang bodoh.

Semangkin hari wajah itu kian nelangsa, seperti anak kucing yang berhari-hari tak menemukan sebutir remah pun untuk dimakan, setelah berhari – hari juga ia terpisah dari puting susu induknya. Ia bahkan tak mampu lagi menjulurkan lidahnya. Sepasang mata yang menatap sayu kini sesekali terpejam. Mungkin ia mengantuk.

Aku tersenyum lebar.aku tidak peduli dengan wajah itu. Melainkan pada tubuh yang berada dibawahnya. Tubuh itu tak lagi sama. Namun satu yang kusadari bahwa akhir-akhir ini wajah diatas tubuh itu telah kian pilu.

Maukah kau untuk sejenak bersabar? Aku tak mengelus wajah itu, sebaliknya mengelus sesuatu dibalik piyamaku. Sesuatu yang kini terasa hampa. Tipis. Rata seperti papan namun permukaannya lembut seperti kain.

Aku memejam mata. Permukaan yang akunelus itu kerap memancing air mataku.berulang kali mengenakan pakaian untuk kemudian melepaskannya kembali, saat apapun jenis pakaian yang kupakai tetap gagal menutupi permukaannya yang mirip tonjolan bukit kecil. Hampir menyerupai tonjolan pada perut ibu yang sedang mengandung. Dan aku akan langsung menangis jika ada yang mengatakan bahwa permukaan itu perut ibu yang sedang mengandung.

Ahh! Aku tersentak. Gerakan mengelus sontak berubah menjadi cengkeraman yang benar-benar rapat dan kuat . saat dari permukaan itu tiba-tiba saja muncul gerkan gemuruh. Seperti gunung yang tak tahan untuk segera memuntahkan laharnya.

Tidak. Ini tidak akan berlangsung lama. Aku berlahan bergerak mundur.mundur. tanpa menatatap lagi wajah diatas tubuh itu. Entah masih pilu, atau mungkin telah terisak.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu. Apa msh ada lanjutannya Bu?

06 Apr
Balas

Makasih, bu. Ade tunggu kelanjutannya

07 Apr

Wow, keren bu tdk mudah utk memahaminye

06 Apr
Balas

Sengaje. Bu yur, biar penasaran

07 Apr

Mantap

06 Apr
Balas

Makasih

07 Apr



search

New Post