Sumiati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Senyum itu Part ke-2

Senyum itu Part ke-2

Tantangan Hari ke-71#Tantangan Gurusiana

Senyum itu

“ Hari ini kamu harus sarapan, Dina.”

“Tapi....”

“ Tidak ada tapi-tapi. Tidak ada alasan telat sekolah lagi. Kamu sudah terlalu kurus. Lihat baju dan rok mu sudah longgar semua.”

“ Tapi kalau telat aku dimarahi, bu ....”

“ Biar ibu mengantarmu hari ini. Kalau dimarahi, ibu yang akan bilang pada gurumu kenapa kamu terlambat....”

“ Kenapa ? Karena aku harus sarapan dulu? Astaga, Bu ! Aku bukan anak kecil lagi ! Nanti aku malah ditertawakan!”

“ Siapa yang akan mentertawakanmu? Teman-temanmu? Coba saja kalau mereka berani menertawakanmu.”

Kali ini aku tidak bisa melawan kehendak ibu. Ibu bahkan mengancam tak memberiku uang saku kalau aku menolak untuk sarapan.

Sejak hari itu ibu mulai ketat mengawasi sarapan pagiku. Karena hanya pada sarapan itu bisa menemaniku. Selebihnya, ibu harus bekerja sampai larut malam demi menghidupi kami berdua sepeninggal ayahku.

Kini setiap pagi ibu meluangkan lebih banyak waktu untuk menyiapkan sarapan ekstra. Nasi goreng komplit dengan irisan telur, sosis, udang dan parutan wortel atau bubur ayam bertabur daging suwir, seledri, bawang goreng lengkap dengan kaldu ayam kental.

Pada awalnya aku merengut, namun setiap kali pula aku tak kuasa menolak untuk menyisakan sarapan buatan ibu yang rasanya memang sangat lezat. Namun akhir-akhir ini entah kenapa aku malas tersenyum. Aku juga mulai malas melihat cermin, karena wajah itu belakangan ini tampak mencoba kembali tersenyum. Aku tak suka melihatnya tersenyum. Antara ia dan aku memang sudah lama tak pernah sepakat.

Pagi ini aku kembali menemui ibu di meja makan. Ibu yang menyambutku dengan senyum lebar dan sepaket sarapan komplit : bubur kacang hijau, susu vanila, telur rebus dan sebutir tablet multivitamin. Bunyi degusan pelan dari arah pintu membuat sejenak aku menoleh. Ah, Si Manis kucing tetangga rupanya. Ia mendengus-dengus. Kepalanya tertunduk. Aneh. Aku tak merasa jijik. Aku tersenyum.

Wanita itu tersenyum. Hanni juga tersenyum. Semua yang mengenalnya ikut tersenyum. Gadis itu telah kembali seperti dulu. Gadis yang dulunya mencintai apapun yang bisa memuaskan lambungnya. Sampai kemudian ia bertemu Rino. Sampai kemudian dia rajin membeli majalah remaja yang didalamnya tedapat lembaran formulir.

Awalnya aku juga masih hobi tersenyum. Sampai tiba suatu masa dimana hanya ia saja yang mampu melakukannya. Tak hanya senyumku yang ia renggut. Tapi juga senyum ibunya, senyum Hanni. Senyum sahabat-sahabatnya. Jadi sekarang, aku tidak heran mereka kembali tersenyum. Hanya satu-satunya yang tak bisa gadis itu lakukan. Ia belum kembalikan senyumku.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow ... Penuh misteri jadinya

07 Apr
Balas

Keren, ada apakah dibalik senyuman yg hilang

07 Apr
Balas

Senyum dong

08 Apr
Balas

Kemana senyum itu menghilang.

07 Apr
Balas

Kemana, yah

08 Apr

Mantap

07 Apr
Balas

Terimakasih

08 Apr

Kembalikan senyumnya Bund

07 Apr
Balas

Iya, terimakasih

08 Apr



search

New Post