Sungkowo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jangan Biarkan Perasaan Mati
Gambar ilustrasi diambil dari katakata.me

Jangan Biarkan Perasaan Mati

Siang tadi, saya dan istri, melayat ke Purwodadi. Pakdhe tetangga kami meninggal. Yang dimaksud Pakdhe dalam hal ini adalah kakak laki-laki orang tua tetangga kami. Di samping sudah tua, usia 72 tahun, si Pakdhe sakit usus buntu akut. Hampir pecah karena sudah bernanah. Sudah mengalami perawatan di rumah sakit. Di salah satu rumah sakit di Purwodadi. Pernah juga dirawat di Rumah Sakit Kariyadi, Semarang. Tetapi karena kondisi tubuh semakin lemah akhirnya meninggal dunia.

Hal sama kami lakukan kemarin. Di Kudus, tempat tinggal kami sendiri. Ada suami teman yang meninggal. Sakit kanker yang sudah lama diidapnya mengantarnya ke kematian. Sebelumnya sudah menjalani perawatan di rumah sakit. Bahkan, keluar-masuk rumah sakit. Sebentar masuk. Sehat kembali. Lalu, masuk lagi. Dan, sampai membutuhkan transfusi darah.

Saya termasuk orang yang dimintai bantuan darah. Kebetulan darah saya o, yang memang dibutuhkan. Sayangnya saya tidak bisa memberi bantuan. Sebab, saya baru dua bulanan sebelumnya sudah donor. Bukan donor karena darah saya dibutuhkan saat itu. Tetapi memang waktunya donor. Saya rutin donor darah. Setiap tiga bulan sekali. Saya tak bisa membantu, ternyata beberapa teman dapat mendonorkan darahnya. Stok darah cukup.

Namun, pada fase terakhir tidak dapat tertolong lagi. Sebab, ketika darah ditransfusikan, tubuhnya menolak. Akhirnya masuk dalam situasi kritis. Dan, Tuhan memanggilnya. Usia suami teman saya lebih muda ketimbang usia si Pakdhe. Tetapi begitulah kematian. Datangnya rahasia. Hanya Yang Empunya Hidup yang mengetahuinya.

Begitu rampung melayat suami teman, kami membesuk teman yang sakit. Dirawat di salah satu rumah sakit di daerah kami. Rombongan dengan beberapa teman. Yang juga selesai melayat di tempat yang sama. Kami bertemu dengan teman yang sakit dalam suasana yang menggembirakan. Dia terlihat segar. Meski di tubuhnya melekat infus. Saya melihat botol infus yang menggantung pada tiang infus. Cairan merah serupa darah menetes pada bagian atas slang. Lalu mengalir. Pasti masuk ke dalam tubuhnya. Ini yang tentu membuat kondisinya terlihat segar.

Ya, itu darah. Saya yakin. Sebab, sebelumnya melalui WA diinformasikan teman yang sakit tersebut memerlukan darah. Lagi-lagi saya tidak dapat membantu. Padahal, darahnya golongan o seperti golongan darah saya. Namun lagi-lagi ada beberapa teman yang mendonorkan darahnya. Sehingga stok darah cukup. Kami mendoakan agar sehat. Sembuh dari sakit.

Relasi antara sakit dengan kematian amat dekat. Meski tidak setiap orang sakit, berujung pada kematian. Orang-orang yang kondisi sakitnya kritis, yang tidak dapat ditolong, lazimnya meninggal dunia. Seperti kedua orang yang, kami datang melayatnya. Keduanya mengalami sakit yang kritis. Hanya, tidak setiap orang yang sakitnya kritis, langsung meninggal. Faktanya ada orang yang sakitnya kritis, bisa sehat kembali.

Sekarang saya balik. Adakah orang yang meninggal (baca: mati) mengakibatkan sakit? Ternyata ada. Saya tadi melihatnya sendiri di rumah duka. Istri si Pakdhe menangis sesenggukan. Terlihat matanya hingga besar-besar. Sembab oleh air mata. Menangisnya istri si Pakdhe menandakan bahwa ia “sakit”. Agak terganggu pikiran dan perasaannya sepeninggal si Pakdhe. Karena kehilangan separuh jiwanya. Kalau kondisi demikian berlarut-larut menghantui pikiran dan perasaannya, ia tidak hanya sakit batinnya, tetapi juga fisiknya.

Teralami sakit yang berlarur-larut, jika yang mati adalah perasaan orang. Pernahkah pasangan Anda perasaannya mati? Kalau pernah, Anda pasti sakit. Istri saya pernah mengalaminya karena pada suatu ketika perasaan saya mati. Saya pun juga pernah mengalami sakit karena perasaan istri saya mati walau sesaat. Bagaimana kalau perasaan kita mati dalam rentang waktu yang panjang? Pasti orang-orang yang dekat dengan kita mengalami sakit berkepanjangan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kalau perasaan yang mati.... Aduuuhhh.... Mana tahaaannn

23 Jun
Balas

Semoga kita diberi kepekaan rasa.bapak betul, jgn biarkan perasaan kita mati

23 Jun
Balas

Mari Bu, kita berusaha untuk yang terbaik: mempertahankan perasaan kita "bernyawa". Terima kasih atas kunjungannya dan komennya.

23 Jun

"Begitulah kematian. Datangnya rahasia. Hanya Yang Empunya Hidup yang mengetahuinya." Hanya kepadaNya kembalinya jiwa-jiwa.

23 Jun
Balas

Betul, Pak Yudha.

23 Jun

Maturnuwun pak, membiarkan perasaan mati menjadikan hidup tidak hidup.

23 Jun
Balas

Sama-sama, Bu. Saya juga matur nuwun Ibu sudah mampir.

23 Jun

Betul, Bu, mana tahannnn. Terima kasih, ya Bu.

23 Jun
Balas

Sy membaca ulang tulisan ini. Untuk menemukan esensi dan kedalaman maknanya, pada pertanyaan, bagaimana kalau rasa kita mati pada rentang waktu yang panjang? Deg saya. Makasih, Pak.

23 Jun
Balas

Terima kasih juga, Bu. Selamat siang.

23 Jun

Hiks .... kasihan, separuh jiwanya hilang, semoga budhe diberi kesehatan, kesabaran dan istiqamah tuk mengirim doa buat pakdhe...aamiin

23 Jun
Balas

Semoga ya, Bu.

23 Jun



search

New Post