Menciptakan Keadilan Saat Ulangan
Saat menghadapi ulangan, satu hal yang paling disukai sebagian besar anak adalah kondisi longgar. Artinya, ada kesempatan bagi mereka untuk bisa saling berbagi jawaban atau setidak-tidaknya nyontek. Karena itu, mereka lebih suka diawasi oleh guru yang tidak ketat. Maksudnya, guru yang tak terlalu mempersoalkan perilaku buruk tersebut.
Padahal, akibatnya tidak baik. Dalam konteks ulangan, hal tersebut tidak menciptakan keadilan sama sekali. Sebab, ada sebagian anak yang menjaga kejujuran, ada sebagian anak yang tidak jujur. Bagi anak yang jujur, ia berpikir maksimal untuk menjawab soal-soal. Sementara anak yang tidak jujur dapat nyontek sana-sini. Bisa-bisa yang jujur yang sudah belajar sungguh-sungguh mendapat nilai pas-pasan. Sedangkan anak yang tidak jujur yang belajarnya tak sungguh-sungguh memperoleh nilai tinggi.
Itu ketidakadilan. Anak-anak yang sudah belajar sungguh-sungguh mestinya mendapat hasil lebih baik ketimbang anak yang malas belajar. Tetapi, karena kondisi yang tidak kondusif, hasilnya dapat terbalik. Tentu kasihan anak-anak, baik yang rajin maupun yang malas belajar. Sebab, kedua kelompok akan mengalami kerugian. Kelompok pertama kecewa berat karena merasa belajarnya sia-sia. Kelompok kedua moralnya semakin rusak kalau kebiasaan buruknya tidak dikendalikan.
Maka, setiap memasuki ruang ulangan sebagai pengawas, kali pertama saya memperhatikan jarak tempat duduk anak. Saya selalu menemukan jarak tempat duduk mereka begitu dekat satu dengan yang lain. Padahal, masih ada space yang dapat dimanfaatkan. Yang memungkinkan tempat duduk bisa diatur lebih baik. Karenanya, sebelum membagikan soal, saya selalu meminta anak-anak menata meja dan kursi. Jarak antarmereka ditata agak jauh. Setidaknya membuat mereka kesulitan kalau hendak melihat pekerjaan teman.
Kondisi tersebut mendatangkan keadilan bagi anak-anak. Anak-anak yang sudah belajar dengan sungguh-sungguh dapat mengerjakan soal dengan nyaman dan sejahtera. Yang memungkinkannya memperoleh hasil yang maksimal. Sementara anak-anak yang tidak belajar biar merasakan keadaannya. Lalu tersadarkan dan kelak (kiranya) mau berubah ke arah kebaikan. Pengaturan posisi tempat duduk saat ulangan dapat menjadi terapi baginya.
Menjadi lengkap kalau guru mengawasi pelaksanaan ulangan dengan baik. Tidak membiarkan anak yang mencontoh jawaban teman. Pun tidak mengabaikan anak yang menunjukkan jawabannya kepada teman. Juga menegur anak yang hendak menyontek. Pengawasan ulangan yang baik akan menghasilkan penilaian yang objektif.
Hanya, guru-guru yang berusaha menciptakan keadilan saat ulangan sering tidak disukai sebagian anak. Terutama anak-anak yang malas belajar. Sedangkan anak-anak yang rajin belajar, terhadap guru-guru yang demikian, justru menyukainya. Sekarang, tinggal bagaimana mengubah anak yang malas menjadi rajin belajar agar saat ulangan guru menemukan keadilan?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Betul sekali pak...guru yang sangat tahu kemampuan siswa dan tidak memberi celah untuk kecurangan sangat tidak disukai banyak siswa. Saya juga.. Saya paling suka buat soal ulangan yang berbeda meski indikatornya sama..
Ibu luar biasa. Terima kasih sudah beri komentar.
Pada saat tertentu menggunakan cara yang berbeda untuk menggairahkan belajar anak, saya sepaham, pak. Terima kasih sudah berkunjung.
Saya setuju, bu. Meremehkan belajar harus dikikis kan bu? Terima kasih telah berkunjung.
Memang begitulah realitanya. Anak anak yg malas belajar cenderung senang apabila pengawas ulangan adalah guru yg tdk tegas dlm mengawasi.
benar sekali bapak, tindakan curang dalam ulangan bisa membiasakan anak menjadi meremehkan belajar.
Saya sering menjadikan kegiatan ulangan sebagai kegiatan belajar. Di mana mereka dibolehkan bertanya dan memberikan jawaban kepada teman lainnya saat ulangan tersebut. Atau saling menyontek. Biasanya mereka antusias, termasuk anak yang pada saat belajar biasa tampak malas, pada waktu itu terbawa suasana antusias. Ulangan sesuangguhnya pada kesempatan kedua, dimana hasilnya dihitung sebagai kegiatan ulangan yang sesungguhnya.