Sungkowo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyediakan Ruang Kreatif bagi Siswa
Gambar ilustrasi diambil dari Brilio

Menyediakan Ruang Kreatif bagi Siswa

Hampir bisa dipastikan anak-anak menyukai kegiatan corat-coret. Corat-coret pada dinding, pagar tembok, daun pintu, meja, atau kursi sangat mudah kita jumpai. Apalagi jika kita berprofesi sebagai guru, hampir setiap waktu menemukan hal tersebut di sekolah.

Di dalam kelas saja tidak sedikit meja dan kursi siswa yang penuh dengan berbagai coretan. Piranti untuk mencorat-coret sangat beragam. Ada yang menggunakan tipex, spidol, pulpen, pensil, bahkan cat. Di meja-meja siswa di kelas, misalnya, banyak coretan dari tipex.

Di dinding-dinding bangunan ruang kelas, terutama bagian luar, yang berada di sudut-sudut sekolah yang agak tersembunyi, banyak coretan dari cat atau spidol.

Dua motif

Kalau diklasifikasikan, materi coretan ada dua motif. Pertama, motif curah perasaan suka. Kedua, curah perasaan tak suka. Mengungkapkan rasa senang kepada teman, sering terwujud dalam tulisan di meja atau kursi, bahkan di dinding kelas. Sedangkan mengungkapkan rasa benci kepada teman atau guru, saling ejek antarteman, lebih banyak ditemukan di dinding kamar kecil, belakang sekolah, atau tempat lain yang tersembunyi.

Baik yang diungkapkan di dalam ruang (meja dan kursi, misalnya) maupun luar, sama-sama tidak menguntungkan. Meja dan kursi atau dinding ruang kelas yang ada dalam keadaan bersih tentu akan menciptakan suasana nyaman. Jika sebaliknya, keadaannya penuh coretan, sangat mengganggu anak-anak dalam belajar. Bahkan, sekalipun saat pembelajaran berlangsung bukan mustahil anak-anak akan terpancing menyumbangkan coretan, entah disadari atau tidak, di barang-barang itu pula, yang tentu mengganggu konsentrasi belajar. Begitu pun tembok, dinding kamar kecil, dan dinding belakang yang terlihat kotor, menjijikkan, pastilah mengganggu pemandangan yang tak menyejahterakan.

Apalagi yang disebut dua terakhir sering digunakan untuk curah perasaan tak suka. Entah perilaku iseng atau tidak, yang jelas anak-anak yang sering melakukan aktivitas grafiti, itu sulit dideteksi. Sebab, mereka melakukan kegiatan itu di waktu-waktu tidak ada guru. Dan, sekalipun ada teman yang mengetahui, tidak mudah untuk mau menunjukkan.

Mungkin karena takut. Jika menunjukkan, disalahkan teman. Malah ada juga yang sengaja “melindungi” temannya meski mengetahui bahwa tindakan temannya itu salah. Aktivitas grafiti tersebut bisa dalam bentuk tulisan atau gambar atau campuran dari keduanya.

Langkah kreatif

Oleh karena itu, sekalipun mungkin kurang efektif, mengarahkan perilaku mereka pada ajang kreativitas tidaklah salah. Sekolah, dalam momen tertentu, barangkali perlu mengadakan lomba antarkelas membuat grafiti di dinding atau pagar tembok sekolah.

Diupayakan pesertanya kelompok, bukan individu siswa. Hal itu dipilih karena yang biasa melakukan aktivitas corat-coret di kelas dipastikan tidak hanya satu siswa. Dengan begitu, siswa yang terbiasa “beraksi” demikian dapat terakomodasi dalam kegiatan lomba grafiti.

Mengawali kegiatan lomba semacam itu perlu melibatkan praktisi seni agar kegiatan bisa tercapai dengan baik. Meminta seniman lukis memberikan pengarahan kepada semua peserta di awal lomba, di samping memberikan efek edukatif juga mengondisikan kegiatan lomba lebih terarah. Yang, tentu akan menghasilkan produk grafiti yang baik yang berguna bagi estetika lingkungan sekolah.

Pernah di sekolah kami mengadakan lomba melukisi pot bunga (cetakan semen) saat peringatan Hari Kartini. Hasilnya sangat memuaskan. Pot yang biasa menjadi pot yang lebih menarik dari sisi estitika. Belum ditanami saja sudah terlihat indah, apalagi jika sudah ditanami, tentu akan terlihat semakin menarik. Perpaduan tanaman dengan pot yang dilukisi pasti menimbulkan pesona tersendiri.

Lomba yang kami adakan saat itu memang tidak dalam rangka “tindakan terapi” terhadap siswa yang suka corat-coret. Sehingga pesertanya siswa yang dipilih sebagai delegasi kelas. Tentu mereka yang sedikit banyak suka/terbiasa melukis. Hanya, seluruh pesertanya wanita karena momennya Hari Kartini. Sekalipun mengenakan pakaian adat, mereka tetap terlihat antusias saat beraksi melukis di pot. Semua lukisan di pot dipadu dengan tulisan.

Sementara itu, untuk mengalihkan aksi corat-coret “tulisan”, digelarnya lomba menulis surat pribadi antarsiswa (secara individu), misalnya, bisa menjadi alternatif positif. Daya sentuh tulisan siswa yang ada di meja atau kursi yang kebanyakan bernuansa puitis, itu dapat menjadi modal.

Karenanya di awal lomba, hubungan aksi corat-coret yang biasa mereka lakukan dengan digelarnya lomba itu perlu dipahamkan kepada semua peserta. Karena di samping dapat memancing inspirasi, upaya itu dimaksudkan bisa juga menyadarkan siswa akan kurang arifnya corat-coret di sembarang tempat.

Menumbuhkan sikap memiliki

Karya grafiti di lingkungan sekolah akan menjadi terapi secara persuasif bagi mereka (anak-anak). Karena karya yang terpampang di tembok, pot, atau media lain adalah karya mereka. Tentu saja penghargaan tertinggi akan mereka berikan sendiri. Wujudnya, tumbuh rasa memiliki terhadap lingkungan sekolah. Dan, bukan mustahil di waktu-waktu kemudian aksi corat-coret di lingkungan sekolah terkurangi.

Di samping memang lahan corat-coret sudah semakin menipis, juga mereka akan merasa “eman” mengotori lingkungan yang sudah indah oleh grafiti karya mereka. Mungkin lambat-laun malah akan muncul sikap saling menjaga “milik mereka”. Pada akhirnya, lingkungan sekolah yang indah menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Kebijakan sekolah dari waktu ke waktu (walaupun gonta-ganti kepala sekolah) yang selalu berpihak pada kepentingan terjaganya lingkungan bersih dan estetik, tentunya, akan sangat memberi kontribusi yang berarti.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul Pak. Corat coret harus dicarikan wadah agar manfaat.

23 Jul
Balas

Ya, Bu Safiroh. Terima kasih.

23 Jul

Apresiatif. Memberikan waktu dan tempat pada anak berkreasi. Sip

23 Jul
Balas

Terima kasih, Pak Wiyono

23 Jul

nah.. ini meren pak, kesulitannya sekolah dan ortu tidak mendukung

23 Jul
Balas

nah.. ini keren pak, kesulitannya sekolah dan ortu tidak mendukung, sering disalah kaprahkan dengan vandalisme dan anarki

23 Jul
Balas

Adanya pengarahan dari guru atau praktisi seni, menjadi lebih edukatif.

23 Jul

sekolah mana yang sudah sukses ya? Program bagus. Mohon share pengalamannya.

23 Jul
Balas

Masih memulai, Bu, di sekolah kami. Semoga bisa terus berjalan.

23 Jul



search

New Post