Sungkowo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Risiko

Terjebak hujan deras. Kami (saya, si ragil, dan keponakan) terpaksa berteduh dulu. Di halaman sebuah tempat ibadah, yang di salah satu sisinya dibangun sebuah atap untuk berteduh. Kebetulan di situ sudah ada beberapa pemuda yang duduk di bangku mengitari sebuah meja berbentuk empat persegi panjang. Mereka asyik bermain gadget sembari ngobrol.

Saya permisi untuk diizinkan menempati salah satu bagian yang kosong. Mereka mengizinkan. Kami akhirnya aman dari guyuran air hujan. Oleh salah satu pemuda, kami ditawari duduk. Si ragil dan keponakan yang akhirnya duduk. Saya mengalah karena tempat duduk terbatas. Berdiri di depan si ragil dan keponakan, yang posisi duduknya membelakangi para pemuda yang saya pastikan pemuda aktivis komunitas di tempat ibadah tersebut.

Hujan bertambah deras. Deras. Deras sekali. Kami tetap harus betah berteduh. Kalau pun mengenakan jas hujan, kami tak berani menerabas. Karena akan tetap basah. Satu motor bertiga dengan berjas hujan pun tak mungkin nyaman dan aman. Apalagi saya tak membawa jas hujan. Konyol jika kami memaksa diri menembus hujan.

Saya memang gegabah. Tidak membawa jas hujan. Tapi, pilihan ini beralasan. Karena sorenya habis hujan. Saya kira tak akan turun hujan lagi. Kalau pada kenyataan waktu malam hujan, bahkan lebih deras, itu kehendak alam atas peran Tuhan.

Saya hanya berkesimpulan bahwa lazimnya sehabis hujan, tak hujan lagi. Sebab, air sudah tercurahkan. Sehingga habis. Di samping itu, musim kemarau seperti ini rasanya tak mungkin hujan berkepanjangan. Paling-paling hujan sebentar. Setelah itu terang. Ini pikiran dangkal saya. Tak merenungkannya lebih dalam lagi.

Padahal, sekarang alam sering menunjukkan adanya fenomena yang tak ajek. Fenomena alam selalu berubah. Sulit diprediksi. Dulu, sewaktu saya kecil, musim hujan selama enam bulan; kemarau enam bulan. Mudah diprediksi. Bahkan, masyarakat (awam) sudah bisa menghitung sendiri. Musim hujan, Oktober – April. Musim panas, April – Oktober. Sekarang, hal itu tak dapat dihitung.

Itu berarti alam sudah mengajarkan kewaspadaan kepada orang. Orang harus selalu siap. Senantiasa ada langkah antisipasi. Dan, ini yang tak saya lakukan. Jadi, wajar jika ada risiko yang harus saya tanggung. Berlindung di bawah atap dari guyuran hujan deras dari pukul 21.00 hingga 22.30 WIB. Berdiri. Kedinginan. Dan, ini yang menyedihkan saya, si ragil dan keponakan ikut terdampak.

Untung kedua saudara yang masih kelas IV dan V ini tetap kuat bertahan. Tak mengeluh. Mereka malah memanfaatkan waktu itu untuk guyonan. Keduanya terlihat senang. Tertawa-tawa. Berbeda dengan saya, yang ingin segera bisa menghangatkan tubuh: dalam rumah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bijak sekali nih Pak Sugkowo, "alam sudah mengajarkan kewaspadaan kepada orang".

21 Jul
Balas

Analisis yang luar biasa

23 Jul
Balas

Anomali alam pak. Sip..

21 Jul
Balas

Betul, pak Wiyono. Terima kasih berkenan berkunjung.

21 Jul



search

New Post