Sama (I)
Sore hari sahabat karibku masa kecil akan bertamu ke rumah. Kami sudah kencan lewat handphone. Andai tak ada teknologi ini, kami mengalami kesulitan untuk janji bertemu. Itulah kekuatan teknologi. Salah satunya dapat mengikatku. Sehingga aku tetap tinggal di rumah. Duduk di ruang tamu. Sembari menunggu, aku menulis di tab. Seperti biasa. Jika ada inspirasi langsung kutuangkan dalam mesin ketik canggih ini.
Sahabatku datang agak telat. Ada kemacetan, katanya. Di sepanjang jalan yang dikatakannya itu memang sering macet. Karena sedang ada perbaikan jalan. Proyek itu sepertinya tak rampung-rampung. Padahal, sudah dua tahun kutahu proyek itu berlangsung. Setiap hari dikerjakan. Logika awam seperti diriku pasti berpikir: harusnya sudah selesai.
Tapi, selalu ada yang belum selesai. Sudah dicor, tiba-tiba cornya dibongkar. Jalur jadi macet. Karena sistem buka tutup dipilih untuk arus lalu lintas. Satu lajur digunakan secara bergantian. Itu yang sering aku jumpai. Mungkin juga begitu yang terjadi di daerah Anda. Entah mengapa kok begitu. Tapi, beberapa sahabatku, termasuk yang saat ini duduk di sampingku, bilang bahwa pihak-pihak yang berwenang dalam membuat plan tak utuh. Sehingga selalu ada perubahan. Masakan karena kita meyakini bahwa perubahan itu abadi sehingga proyek untuk kepentingan umum selalu mengalami perubahan.
Rasanya sulit menyalahkan jika kemudian ada sebagian orang berpikir nakal. Jangan-jangan memang sengaja dibuat selalu ada perubahan sehingga selalu ada proyek. Proyek baru. Proyek baru. Nah ini! Parah bukan kalau pemikiran nakal itu ternyata benar adanya? Karena tentu sekelompok orang beruntung, tapi masyarakat umum buntung.
Dan, ternyata oleh sahabatku, hal itu dikatakan tak jauh berbeda dengan keadaan di masa kecilnya. Selalu ada orang-orang yang berhasrat mencari keuntungan dari setiap peristiwa. Ayahnya menjadi tahanan politik (tapol) akibat hasrat jahat: fitnah. Padahal, fitnah lebih kejam ketimbang pembunuhan. Sebab, kalau pembunuhan cenderung berhenti setelah terjadi peristiwanya. Tapi, jika fitnah dapat melebar ke mana-mana seperti kanker.
Aku begitu tergelitik terhadap kesaksian sahabatku itu. Sebab, baru kali pertama ini aku mendengar bahwa ayahnya seorang tapol. Sejauh aku mengerti dari cerita-cerita orang di masyarakat, tapol berhubungan dengan pergerakan yang pernah terjadi di bumi Indonesia ini. Mereka yang dianggap terlibat dalam pergerakan ditangkap dan dikirim ke Pulau Buru.
Sayang sahabatku belum bercerita banyak tentang hal itu. Sehingga, malam ini aku sulit tidur karena pikiranku mengembara. Pertemuan dengan sahabat masa kecilku itu menyisakan banyak pertanyaan tentang sejarah hidupnya, terutama ayahnya. Saat hendak pamit pulang, ia berjanji akan banyak bercerita tentang ayahnya.
Maaf, pembaca, maaf. Bertemu kali pertama dengan sahabat setelah berpisah 40-an tahun menjadi momen yang sangat berharga, tak kami sia-siakan. Sehingga full time kami saling bertukar kabar. Menceritakan tentang keluarga: istri dan anak-anak kami; pekerjaan; usaha; kuliah dan sekolah anak-anak; aktivitas lain. Menceritakan hal di luar itu, termasuk tentang saudara dan orang tua kami, cukup menempel di bagian akhir, sebagai pelengkap. Jadi, kami belum sempat menceritakannya secara tuntas. Itu sebabnya aku berharap, janji sahabatku yang hendak menyambung cerita tentang ayahnya kiranya bisa terkabulkan. Kapan pun itu. Aku sabar menunggu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sabar menunggu cerita yang membuat kita bisa menulis. Hehehe
Hehehe.... Terima kasih, Pak Yudha. Selamat pagi dan berkarya.