Tak Benar Guru Bisa Apa Saja
Kalau ada sebagian orang, lebih-lebih masyarakat yang tinggal di pedesaan bilang, bahwa guru itu “bisa apa saja”, kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Sebab, terbukti baru saja saya, istri, dan si ragil mengalami ban motor bocor dalam perjalanan pulang dari belanja sebagian kebutuhan rumah di salah satu toko swalayan, tidak dapat menyelesaikannya sendiri.
Terpaksa saya minta si ragil dan ibunya turun, berjalan. Sementara itu saya dengan mengambil posisi duduk di ujung jok bagian depan melarikan motor ke tambal ban terdekat. Kebetulan arah jalan yang kami lalui, beberapa puluh meter ke depan, ada tempat tambal ban. Saya mengetahuinya karena, entah kapan, saya pernah menambalkan ban motor di tempat itu.
Begitu sampai di tempat tambal ban, nyata-nyata ban belakang motor kami kempes setelah saya membuktikannya dengan menekannya dengan jari tangan. Kempes, bebar-benar kempes. Nyaris tak tersisa udara di dalamnya. Saya berpikir akan sia-sia jika ban dalam motor kami ditambal. Karena, saya mengetahui persis ban itu sudah pernah mengalami penambalan dua-tiga kali.
Saya putuskan untuk menggantinya. Untung, atas petunjuk bapak tukang tambal ban di sebuah toko peralatan listrik yang lokasinya tak jauh dari lokasi tambal ban, berjualan ban dalam motor dan terlihat masih buka. Saya membelinya di sana. Hanya beberapa menit, saya sudah kembali ke lokasi tambal ban. Dan, saya jumpai si ragil dan istri sudah duduk di bangku yang tersedia di tempat itu, yang tentu disediakan untuk setiap pengguna jasa tambal ban.
Ya, perihal menambal ban saya tidak bisa. Sehingga saya menyerahkannya kepada orang yang memiliki kemampuan memasang ban. Saya seorang guru, tetapi tidak memiliki keterampilan memasang ban motor (sendiri) yang harus diganti karena bocor. Andaikan saja saya dipinjami peralatan untuk memasangnya oleh bapak tukang tambal ban itu, yakin saya mengalami kesulitan. Atau, bahkan tidak menghasilkan apa-apa, kecuali keringat yang membasahi sekujur tubuh. Saya melihat bapak penambal ban itu, yang tentu kesehariannya menekuninya saja, ternyata masih mengalami kesulitan saat memasang kembali ban itu. Apalagi saya.
Jadi, rasanya sangat berlebihanlah jika guru dikatakan “bisa apa saja”. Akan tetapi sayang, masyarakat khususnya di pedesaan telah terlanjur memiliki kerangka berpikir seperti itu. Dan, sepertinya pemikiran itu juga merembes ke masyarakat pada umumnya, termasuk masyarakat perkotaan. Sehingga di lingkungan tempat tinggal sang guru, di mana pun berada, ia selalu mendapat peran-peran penting di setiap kepengurusan, kepanitiaan, dan sejenisnya. Yang, agaknya sang guru akan sulit menghindarinya.
Sekalipun tidak ada warga (masyarakat) yang meminta tolong kepada guru untuk menambal ban motor bocor, sangat mungkin ada yang meminta tolong untuk, misalnya, memperbaiki instalasi listrik yang rusak, sumur pompa yang macet, kabel seterika yang putus, memimpin paduan suara warga, membuat desain taman kampung, dan melerai pertengkaran warga. Ya, itu semua terjadi karena sebagian anggota masyarakat menganggap guru “bisa apa saja”.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren kan pak, bahwa pandangan masyarakat masih sangat menghormati guru. Kalau menurut saya gak salah juga masyarakat memberi kepercayaan yang begitu tinggi. Sekarang tinggal gurunya harus meng-upgrade diri dan jujur terhadap keteebatasan. Semoga guru menjadi sosok yang bermanfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakat.
Amin, Pak. Selamat pagi. Selamat berkarya.