Sungkowo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Teman

Teman saya bercerita pada suatu ketika kepada saya. Tentang teman sekolahnya saat masih SMP. Kalau usia teman saya sekarang 50 tahun, setidaknya sudah 35 tahun lalu mereka awal berpisah. Itu saya hitung ketika mereka siswa SMP, kira-kira berusia 15 tahun. Jadi, sudah lama berpisah.

Ia menceritakan temannya karena baru saja ia bertemu. Pertemuan mereka, berdasarkan cerita teman saya, sangat menarik. Sebab, dari lokasi pertemuan saja tak terkirakan oleh mereka. Mereka bertemu di sekolah, tempat kami mengajar. Selain itu, mereka memiliki profesi yang berbeda dan yang “mengenal” terlebih dahulu bukan teman saya, tetapi temannya.

Teman saya berprofesi seperti saya, guru. Sementara temannya berprofesi sebagai pekerja harian. Pertemuan mereka terjadi karena sang pekerja harian sedang bekerja di sekolah, tempat kami mengabdi. Pertemuan yang tentu secara tiba-tiba. Sang pekerja harian membutuhkan pekerjaan, sementara sekolah sedang memiliki pekerjaan yang membutuhkan keahliannya. Jadi, kloplah.

Sang pekerja harian tentu tak membayangkan (kalau akhirnya) dapat bertemu teman lama. Ia mengerjakan pekerjaan yang berada di luar ruang. Saya melihat salah satunya adalah membersihkan pohon di lingkungan sekolah. Memangkas cabang atau reranting pohon-pohon yang sudah kering. Karena dimungkinkan berbahaya kalau patah dan menimpa orang. Pekerjaan itu yang saya kira memungkinkan dirinya memiliki peluang dapat bertemu teman lama.

Sebab, teman saya mengampu mata pelajaran (mapel) Penjasorkes. Banyak waktu melakukan pembelajaran di luar kelas alias lapangan. Dan, bukan mustahil ketika teman saya mengajar sang pekerja harian mengamat-amati. Tidak hanya mengamat-amati fisik, tetapi juga sebutan nama karena sangat mungkin anak-anak menyebut nama guru yang sedang mengajarnya. Dan, itu semua dapat mengingatkannya pada sosok teman lama.

Yang menarik bagi saya adalah sang pekerja harian itu memiliki keberanian untuk mengomunikasikannya. Saya tidak dapat menggambarkan secara detail bagaimana komunikasi yang terjadi antarkeduanya. Tetapi, teman saya mengatakan bahwa temannya yang mengomunikasikan terlebih dahulu. Sehingga akhirnya terjadi perjumpaan yang menurut saya sangat mengesankan itu. Lama berpisah. Tiba-tiba berjumpa dalam keadaan yang tidak terduga karena tak dirancang seperti acara reuni. Sehingga sangat natural. Guru dan pekerja harian, teman lama, berjumpa.

Yang menarik lagi adalah saat teman saya menawarinya untuk bergabung di grup WhatsApp SMP. Ia menolak. Ia memahami dirinya. Tidak mungkin bergabung dengan teman-teman SMP-nya dalam grup tersebut. Karena tentu akan ada konsekuensi-konsekuensi yang dihadapinya. Yang, ia mungkin tidak menjangkaunya. Jadi, lebih baik menolak ketimbang menerimanya.

Saya mencatat ada dua hal dalam konteks ini. Pertama, seseorang dimungkinkan memiliki keberanian berkomunikasi antarpribadi sekalipun berbeda profesi. Sekalipun dengan teman yang profesinya lebih mapan. Tetapi, saya menduga keberanian itu muncul juga karena kesan-kesan positif terhadap temannya itu di masa lampau. Kalau ada kesan-kesan negatif, boleh jadi komunikasi tidak terjadi. Lebih baik mundur daripada mengomunikasikannya, yang bukan mustahil buntutnya (malah) menerima penolakan.

Kedua, seseorang dimungkinkan kurang berani ketika memasuki area kolektif. Yang memungkinkan ada akibat-akibat (berat) yang akan ditanggungnya. Karena area kolektif tempat banyak karakter berkumpul. Mungkin ada yang menerima, pun ada yang menolak. Jadi, pilihan yang terbaik (mungkin) adalah menyendiri dengan menikmati keadaannya tanpa merasa terganggu oleh pengaruh dari luar.

Hal yang lebih menarik bagi saya adalah ketika saya melihat teman saya mengajak temannya makan bersama di salah satu kantin sekolah. Teman saya masih mengenakan pakaian olahraga karena habis mengajar, sementara temannya mengenakan pakaian seadanya untuk bekerja hari itu, celana pendek dan atasan hansip, entah dari mana ia memerolehnya. Tampak kontras, tetapi mengesankan. Mereka duduk bersebelahan sembari menyantap menu di atas piring. Raut muka mereka tampak ceria. Ini pemandangan yang belum pernah saya jumpai. Sampai tulisan ini terunggah, saya sekali pun belum pernah mengalaminya.

Saya tidak perlu menanyakan bagaimana perasaan teman saya ketika momen mengesankan itu terjadi. Saya hanya menduga-duga. Ia pasti senang. Temannya juga pasti senang. Sebab, saya yang mendengar cerita dan (kebetulan) menyaksikan peristiwa itu sekaligus dapat memfotonya saja merasa senang.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa, kebersamaan yang perlu diteladani Pak

20 Dec
Balas



search

New Post