Suparjo Adi Suwarno

Seorang guru pendidikan agama Islam di sebuah smk swasta di ujung timur kabupaten Jember...

Selengkapnya
Navigasi Web

Budaya Pendidikan Bermutu

Pendidikan bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan pendidikan. Untuk mencapainya, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelontorkan berbagai kebijakan untuk mencapainya, baik berupa penambahan bantuan berupa dana pendidikan maupun peningkatan sumberdaya manusia yang terlibat dalam pendidkan mulai pengawas satuan pendidikan, kepala sekolah hingga pendidik di lembaga pendidikan.

Paradigma pendidikan bermutu mendapatkan momentumnya ketika diterbitkannya UU No. 20 Tahun 2003 dimana didalamnya tertuang berbagai rumusan untuk menuju sekolah bermutu. Namun demikian, respon yang lambat serta kurangnya minat lembaga pendidikan menjadi batu sandungan dalam mengembangkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan amanat undang –undang.

Dalam mengembangkan pendidikan bermutu, setidaknya terdapat beberapa budaya organisasi (organizational behavior) yang mampu menjadi penyangga bagi keberhasilan mengembangngkan mutu pendidikan. Budaya yang dimaksud adalah budaya organisasi yang “ wajib” hukumnya bagi lembaga pendidikan untuk bisa diimplementasikan sehingga mampu meningkatkan mutu sesuai dengan target yang ingin dicapai. Budaya tersebut adalah partsipatif, transparansi dan koordinatif

Pertama, Partisipatif. Istilah ini dimaknai sebagai “ikut ambil bagian”. Artinya semua warga sekolah maupun stakeholder melibatkan diri atau dilibatkan baik dalam perencanaan, implementasi maupun evaluasi kebijakan yang digulirkan oleh sekolah. Partisipasi yang dimaksud juga mampu mengambil “ hati” semua warga sekolah maupun stakeholders pendidikan untuk ikut berpartispasi dalam mengembangkan mutu pendidikan sehingga oreintasi pendidikan dapat tercapai dalam waktu singkat.

Dalam rangka mencapai partisipasi aktif baik oleh warga sekolah maupun stakeholders pendidikan perlu kecakapan kepala sekolah dalam berinteraksi dengan mereka. Interaksi dimaksud adalah bagaimana kepala sekolah mampu menunjukkan kompetensi sosial dengan berbagai kalangan sehingga ketika kepala sekolah menggelontorkan kebijakan peningkatan mutu lembaga, maka semua pihak yang terlibat baik warga sekolah maupun pemangku kepentingan pendidikan merespon secara cepat dan positif. Respon mereka ditunjukkan dengan melaksanakan semua kebijakan sekolah sesuai dengan arahan dan bimbingan kepala sekolah.

Partispasi aktif semua warga sekolah memang tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab kepala sekolah, namun juga tanggungjawab semua warga sekolah dengan mengetengahkan budaya sekolah yang kompak, solid dan mengedepankan rasa kekluargaan dan persaudaraan.

Kedua, transparansi. Sering diartikan keterbukaan. Keterbukan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam segala aspek baik yang terkait dengan lembaga pendidikan baik keuangan, pengambilan kebijakan, perencaaan program kerja, rekruitmen guru, pengadaan barang /jasa dan pembiyaan dan lain sebagainya.

Keterbukaan adalah hal niscaya yang perlu dilakukan ,namun sangat sensitif di lembaga pendidikan, dimana banyak oknum kepala sekolah maupun yayasan sering melakukan “ kucing-kucingan “ dengan guru/staff maupun pemangku kepentingan pendidikan sehingga tak jarang terjadi konflik yang mengakibatkan lembaga pendidikan sering gonta –ganti kepala sekolah/guru dan akhirnya lembaga pendidikan tersebut masuk kategori lembaga istilah a” hidup segan mati tak mau”. Untuk menghindarinya, transparansi adalah jawabannya dimana transparansi mampu menjaga kepercayaan (trust) dari semua warga sekolah maupun para pemangku kepentingan. Dengan trasnparansi, semua program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan visi , misi dan tujuan lembaga pendidikan. Melaui transparansi pula, kepercayaan akan tumbuh dan mengakar di benak insan pelaku pendidikan dimana dia mengabdikan diri.

Ketiga, koordinasi sering diterjemahkan sebagai kerjasama. Koordinasi dalam istilahnya terlihat mudah, namun dalam pelaksaanya tidak semua lembaga pendidkan dapat melaksanakannya.Terdapat berbagai kendala salah satunya ialah komunikasi. Karenanya ,membangun komunikasi yang baik antar individu baik kepala sekolah, yayasan, guru bahkan dengan wali murid sekalipun merupakan hal mutlak yang perlu dilaksanakan.

Salah satu bentuk koordinasi adalah sosialisai .Semua program sekolah dan semua kegaiatan yang akan dilaksanakan di sekolah perlu disosilaisaikan agar semua personal yang terlibat di sekolah mengetahui sehingga koordinasi dengan mereka akan lebih mudah. Sosialisasi diperlukan agar koordiansi bisa berjalan dengan baik dan ujungnya program kerja yang telah direncanakan akan tercapai. Pelibatan semua personal yang ada disekolah merupakan wujud kepemimpinan demokratis yang akan membawa dampak positif dalam keberlangsungan lembaga pendidikan. Kegagalan dalam melakukan koordinasi berkibat buruk terhadap keberlangsungan lembaga pendidikan dimana banyak lembaga pendidikan justru tidak bisa maju dikarenakan miskomunikasi dan kegagalan dalam melakuakn koordinasi dengan berbagia lini dalam organisasinya.

Akhirnya, budaya partisipatif, transparan dan koordinatif tersebut selayaknyalah menjadi panduan bagi keberlangsungan lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan akhir sebagaiamana telah dirumuskan bersama. Keberhasilan penerapan budaya organisasi bukan sepenuhnya menjadi tanggungjawab satu orang, namun menjadi tanggungjawab semua orang yang berada dalam organisasi tersebut.insyaallah

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post