Salah satu syarat diterimanya amal perbuatan adalah ihlas. Suatu perbuatan akan tertolak karena tidak disertai keihlasan. Sangat disayangkan, jika sudah bekerja kerasa dalam melakukan suatu aktivitas ibadah, namun ternyata sia-sia, bahkan bisa menjadi dosa.

Ihlas bukan suatu hal yang mudah. Perlu latihan dan pembiasaan untuk menyertakannya dalam setiap amal perbuatan. Terkadang awalnya sudah berniat ihlas, namun kemudian keihlasan rusak saat pelaksanaan ibadah itu sendiri. Ingin mendapat pujian dari manusia, ingin memperlihatkan kebaikan atau ingin memperdengarkan amal shaleh merupakan unsur yang merusak keihlasan. Berikut ilustrasi yang dapat dijadikan ibrah/pelajaran dalam memelihara keihlasan.

Suatu hari ibu Mila mendapat undangan di luar kota. Karena jarak antara rumahnya dan lokasi undang berjauhan, sehingga ibu Mila harus pulang agak siang. Sebelum berangkat, ibu Mila berpesan kepada anaknya yang bernama Sarah agar menjaga adiknya dan kebersihan rumah serta lingkungan.

Ibu Mila sangat percaya kepada Sarah. Selama ini Sarah selalu bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diberikan. Oleh karena itu, ibu Mila merasa tenang meninggalkan anak-anaknya dirumah.

Ketika Ibu Mila sudah berangkat bersama rombongan, Sarah pun mulai melaksanakan tugas dari sang ibu. Sarah mulai membersihkan dapur. Piring, gelas dan alat-alat dapur mulai dibersihkan tanpa tersisa. Setelah merasa dapur beserta isinya sudah bersih, Sarah pun membersihkan setiap ruangan. Kamar, ruang tamu, ruangan keluarga semuanya dibersihkan.

Setelah merasa semua ruangan dalam rumah sudah bersih, Sarah pun melanjutkan di halaman. Tanpa mengenal lelah, Sara mulai memangkas bunga dan menyiramnya. Setelah semuanya sudah disiram, mulailah dia menyapu seluruh halam yang cukup luas. Keringat sudah mulai membasahi bajunya. Rasa haus dan dahaga ditambah dengan sinar matahari yang mulai terasa panas menyertai aktivitasnya.

Setelah istirahat sejenak sambil melepas dahaga dengan segelas air, sarah kemudian melanjutkan mencuci pakaian. Sambil mencuci, sesekali Sarah mengontrol adiknya yang masih kecil. Setelah selasai, Sarahpun kembali melanjutkan pekerjaan di dapur menyiapkan makan siang.

Setelah semua selesai, sarah istirahat dikursi. Awalnya sih Cuma duduk istirahat, namun karena lelah, dia tertidur pulas di kursi. Disaat itulah, adiknya bebas bermain. Adiknya mulai mengambil sapu sambil didorong-dorong layaknya menyapu. Dan disaat yang bersamaan Ibu Mila datang dan langsung masuk rumah. Pandangan ibu Mila pertama tertuju kepada Sarah yang sedang tertidur pulas di kursi, kemudian pandangannya tertuju kepada anaknya yang masih kecil sedang mendorong-dorong sapu. Sontak Ibu Mila memuji anaknya yang masih kecil. “aduh pintarnya anakku, masih kecil tapi sudah bisa menyapu, tidak sama dengan kakaknya, Cuma bisa tidur di kursi”.

Jika mendengar kalimat seperti di atas, maka disitulah letak mengukur keihlasan. Jika Sarah yang tadinya mengerjakan semua pekerjaan merasa sedih karena adiknya yang mendapat pujian, maka keihlasan belum sempurna. Itu artinya melaksanakan sesuatu karena menginginkan pujian. Tapi jika sarah menganggap tidak penting mendapat pujian, maka disitulah letak nikmatnya ihlas. Mengerjakan sesuatu tanpa mengharapkan sesuatu.