PUISI SAKTI
PUISI SAKTI
Ups, Kutahan langkahku sejenak begitu kulewati papan mading masjid itu. Kulihat kembali kertas – kertas yang kupajang kemarin malam. Puisi “Lentera Jingga” yang kupasang di deretan atas sekarang berjejer dengan karya baru, dan judulnya sama. Deg, hatiku bertanya – tanya. Siapakah yang berani memasang puisi dengan dengan judul sama tapi isinya berlawanan?
Kubaca dan kucoba pahami karya itu. Oh, rupanya sang penulis tak terima dengan karyaku. Begitu semangatnya ia membalas karyaku hingga tak melewati team redaksi.
Okelah sang penulis... (bisikku dalam hati). Terimakasih atas kritikannya. Perlahan, kuambil puisi lentera jinggaku dari tempatnya. Tunggulah balasanku besok.
Sore hari saat jatahku mengajar anak – anak mengaji, sengaja aku datang lebih awal. Balasan kutempel disamping karya barunya. Kupilih judul “ Pertaubatan”, agar dia tahu kalau akupun siap terhadap kritik.
Sang penulis lawan masih belum terima. Esok harinya, dia tempelkan lagi kertas kecil dibawah tulisan sapa redaksi. “Kepada Tuan penulis pertaubatan, ini ada kesilapan dan perlu diluruskan”, itu tulisannya. Ah, aku tak mau melanjutkan konflik tempel kertas lagi. Akhirnya, kuambil kertas kecilnya yang barusan ditempel.
Keesokan hari, sang penulis lawan kembali membuatku geram. Ia menempelkan kembali puisi baru, “Nasib kertasku”. Rupanya sang penulis merasa belum cukup. “Nasib kertasku “ kembali kupaksa lepas dari tempelan. Eh, masih lanjut lagi. Esoknya ia tempel puisi dengan judul “ Bahasa “. Katanya,” Bahasa, bisa melebihi pedang bahkan sembilu”.
Tak perlu kuperpanjang. Sore itu juga, sebagai bagian team redaksi mading masjid, kulepas semua karya apapun yang terpasang. Maksudku, agar semua menjadi selesai.
Yang terjadi diluar dugaan . Sang penulis puisi “ Bahasa”, mengirimkan sepucuk surat untukku.
“Kepada saudaraku yang dirahmati Alloh..., maafkan aku. Aku tahu sudah sejak lama kau tidak menyukaiku. Bahkan sebelum aku mengkritiki karyamu. Tapi, aku tak akan sepertimu. Ketahuilah saudaraku...., aku sebenarnya sangat mencintaimu”.
Heran. Suratnya meluluhkanku. Rasa tidak sukaku seketika menghilang. Tahulah kau, rasakupun sama sepertimu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
puisinya bikin hati terpaku, mendalami makna. mengoyak jiwa, dalam rasa. keren banget dah. Luar biasa
iya Pak..., trmksh.
Suka endingnya
he he.... sy jg suka buk
Keren
wah... malu aq. baru mencoba nulis kok.
Saya suka saya suka!
thank you pak..
Puisi dari gadis yang merindu ya ternyata. Hehehe. Top banget!
He...he....
awal nya benci....edingnya benci buaaaaangetiiiiii. xixixixii.....
he he....iya buk
Puitis .....
he he...
ini kisah pribadimu ya..wahai penulis "Puisi Sakti"??
he he..