SUPKARWATI

Supkarwati. Boleh dipanggil Wati, Sup, Ucup. Lahir di Jakarta tanggal 25 Juni 1971. Pendidikan yang pernah ditempuh SD Bhayangkari 2 Jakarta, SMP Negeri 141 Jak...

Selengkapnya
Navigasi Web

MEMELUK DALAM DOA (Tagur hari ke 39)

"180/110. Tinggi nih, Bu. Apakah memang ada riwayat darah tinggi sebelumnya?" tanya Relawan covid berseragam APD lengkap yang visit ke rumah Sukma.

"Ya, saya memang punya riwayat darah tinggi sejak melahirkan anak pertama. Tinggi ya, Suster? Pantes badan saya pegel semua. Lemas lagi," keluh Sukma.

"Sekarang kita cek gula darahnya ya, Bu." Petugas relawan dengan sigap menyiapkan alat pengukur gula darah. Peluh terlihat menetes dari pelipisnya. Jelas dia panas sekali karena APD yang dipakai. Tantangan terberat petugas relawan selama virus covid menyerang dunia.

Jari Sukma ditusuk. Darah yang keluar diletakkan di sebuah alat tes. Di layar kecil alat digital langsung terlihat angka tingkat glukosa.

"Wah, tinggi juga nih! 420. Ibu pasti lemas ya? Ada gula juga, Bu?"

"Iya. Sejak tahun 2019. Tapi terpantau kok. Saya minum obat tiap hari. Biasanya nggak pernah lebih tinggi dari 150," jelas Sukma kepada petugas.

"Sekarang apa yang Ibu rasakan?"

"Lemas. Nggak gairah makan dan minum. Semua rasa makanan dan minuman aneh dan bikin saya mual," keluh Sukma.

"Ibu, saya akan konsultasikan hasil pemeriksaan hari ini ke dokter. Nanti ada petugas yang akan antar obat untuk Ibu. Diminum ya Bu sambil tunggu kabar ke mana dan kapan Ibu dirujuk ke rumah sakit karena ibu ada komorbit." Perawat menjelaskan dengan sabar langkah pengobatan lanjutan untuk Sukma.

Kedua anak Sukma juga diperiksa. Karena tidak ada komorbit kemungkinan mereka hanya akan diisolasi di Wisma Atlet.

***

"Anggap ajah liburan akhir tahun ya, Bu kalau ke Wisma Atlet. Habis terima rapor kan aku belum liburan. Ha..ha..." ungkap Fia sambil tertawa.

Entah perasaan apa yang ingin diungkap dari tawanya. Sukma menduga anaknya itu hanya ingin menutupi kesedihannya karena akan berpisah dengan dirinya.

"Teh, saya positif juga. Ini hasilnya," kata Ani sambil memperlihatkan ponselnya.

"Bagaimana dengan enin ya? Kita sudah positif semua. Nggak mungkin kan enin kita tinggal di rumah saja?" Sukma mencoba mengajak adiknya diskusi.

"Coba minta saran Yuda. Ini Enin juga badannya mulai panas. Batuknya juga sudah mulai," saran Ani pada Sukma.

Semua mengkhawatirkan enin. Sukma konsultasi dengan Yuda, adik bungsunya yang kerja di kesehatan.

"Yud, kita semua positif. Hanya Mas Iwang, Rafi, dan Om Mujib yang belum kelihatan sakit.

Selanjutnya, Sukma mendapat saran agar membawa semua orang rumah swab. Yuda kebetulan kenal dengan kepala Puskesmas. Sabtu besok semua disarankan datang ke Puskesmas untuk swab.

"Tapi ke sananya naik apa, Yud? Enin nggak bisa bangun. Duduk saja nggak bisa. Kalau pakai motor nggak bisa. Mau pinjam mobil tetangga atau sewa mobil online juga nggak mungkin. Takut menulari orang banyak," kata Sukma lewat pembicaraan via telepon.

"Sudah, nanti Yuda jemput, Teh. Pokoknya jam tujuh sudah rapih ya," pesan Yuda.

"Kamu pakai APD ya, Yud," pesan Sukma pada adiknya. Ia tidak ingin adiknya jadi terpapar juga.

***

Sabtu pagi, Yuda sudah telepon. Iya mengabarkan sudah di Margonda. Berarti tidak sampai 10 menit akan sampai di rumah Sukma.

Sukma meminta suami, adik ipar, dan keponakannya untuk bersiap-siap. Enin dilayani Ani untuk ganti baju.

Kursi roda sudah dipersiapkan untuk memindahkan enin dari tempat tidur ke mobil.

Suara mobil sudah terdengar. Dari dalam kamar, Sukma dapat melihat jelas adiknya turun dari mobil. Suami Sukma dan Om Mujib terlihat sigap mendorong enin lalu mengangkat dan menggendong enin untuk dipindahkan ke mobil. Mereka berempat naik mobil menuju Puskesmas. Sementara, Burhan, keponakan Sukma, mengikuti dari belakang menggunakan sepeda motornya.

Sukma, Ani, dan kedua anaknya tetap di rumah menunggu kabar saja dati rumah.

Sukma sambim menuliskan kabar kalau keluarganya terpapar di grup RT, saudara, grup kedinasan, dan grup-grup pertemanan. Tujuan bukan ingin menyebar aib tetapi menjadi perhatian agar waspada. Nyatanya covid ada dan kalau terpapar nggak nyaman. Badan lemas karena tidak gairah makan dan minum. Terbih jika penyitas punya penyakit penyerta. Istilah kedokterannya comorbit.

Simpati datang dari banyak orang. Rata-rata mendoakan. Ada juga yang bertanya sampai detail. Mungkin mereka butuh informasi agar lebih siaga menjaga diri. Namun, ada juga yang agak apriori.

"Memang habis dari mana sih? Kok sampai bisa kena?"

Namun Sukma mencoba menjelaskan semjanya.

Ani, Fia dan Fakhri juga sedang asyik dengan ponselnya. Mereka sedang komunikasi dengan temannya.

"Sudah istirahat yang cukup. Jangan pegang hp melulu. Nanti tambah pusing." Ini pesan yang agak tegas tapi benar juga lebih baik istirahat.

***

"Bu, siap-siapkan baju dan keperluan pribadi ya. Ibu sudah dapat rumah sakit nih. Di RS Jagakarsa, Jakarta Selatan," telepon Suster Lastri, Relawan Covid di Puskesmas via sambungan telepon.

"Kok, jauh banget, Mbak! Nggak ada RS yang lebih dekat?" tanya Sukma karena kaget.

"Semua RS penuh, Bu. Pasar Rebo, Harapan Bunda, Adiyaksa, semua penuh. Jagakarsa ini khusus RS rujukan covid. Bednya tersedia banyak. Maj nggak?" Kalimat tanyanya diucapkan tegas dan agak ketus.

"Ya sudah Mbak nggak apa-apa," jawab Sukma pasrah.

"Tunggu kabar lagi ya!"

Sukma segera memberitahukan kabar dari Mbak Lastri ke suaminya. Dibantu suaminya; Sukma mempersiapkan koper keci untuk diisi keperluan pribadi.

"Yah, daster-daster yang tangannya longgar ajah. Biar nyaman dan gampang pake dan bukanya," pinta Sukma pada suaminya.

Sukma sudah sangat siap jika tiba-tiba ditelepon. Sampai malam, info tak kunjung datang. Bahkan karena takut informasi datang tiba-tiba, Sukma tidur dengan pakaian yang rapih lengkap dengan kerudungnya.

Sampai siang kabar dari Mbak Lastri tidak kunjung datang untuk Sukma. Informasi untuk kedua anaknya yang justru datang. Mereka suruh siap-siap. Habis dzuhur langsung diminta kumpul di Puskesmas Kecamatan.

Anak-anak segera mengemas keperluan pribadi di koper dan tas gendongnya. Untuknya pas ada kiriman buah; susu, vitamin, dan camilan dari teman dan saudara Sukma. Dengan sigap semua dirapihkan. Sebelum adzan dzuhur, semua sudah rapih.

Kini, kedua anaknya bersiap berangkat. Sukma memeluk satu persatu buah hatinya. Ada rasa tidak tega. Namun, Sukma sembunyikan.

"Titip ade ya, A. Ingatkan makan dan minumnya. Anggap ajah liburan di hotel ya. Kalian harus semangat jemput sehat!" Pesan Sukma pada anak-anaknya. Sukma mengantar sampai pintu saja. Mereka diantar menggunakan motor oleh ayah dan omnya.

Sukma kembali ke kamar. Dibukanya ponselnya. Nggak lama dapat kiriman foto kedua anaknya yang siap naik bus jemputan. Keduanya dengan menggendong ransel dan menonton koper kecil berpose dengan mengecaungkan ibu jarinya.

Dada Sukma penuh oleh rasa haru. Air mata yang sedari tadi di tahannya pun tak mampu dibendungnya. Sukma mengirimkan foto itu anaknya di status WA dengan tulisan.

"Harus ikhlas demi penjemput sehat. Ibu akan memeluk kalian dengan doa"

Sukma memandang kembali foto anaknya. Dibacakannya Al-Fatihah, sholawat, dan doa selamat. Dia mohonkan penjagaan Allah untuk kedua buah hatinya. Kondisi sakit biasanya pelukan hangatnya langsung menemani mereka. Kini hanya pada Allah, Sukma memohon selimut keridhoan biar banyak orang baik yang memberikan kemudahan kepada keduanya dalam menjemput sehat. Hatinya basah oleh rasa sedih. Wajahnya basah oleh air mata. Dia betul-betul sesenggukan. Hanya istighfar yang akhirnya mampu meredakan air matanya. Sukma lelah sampai akhirnya tertidur sambil tangannya menggenggam ponselnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bu, cerpennya, lanjut salam literasi dan salam sehat

08 Feb
Balas

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

08 Feb
Balas

salam literasi, cerpen yg keren...

08 Feb
Balas



search

New Post