*Mendadak Bingung*

Berita rencana pernikahan Si Sulung bagi Bu Ayu merupakan kado terindah untuknya di tahun ini. Si Sulung yang hebat di dunia pendidikan dan kerja rasanya belum sempurna, jika belum mampu mencari pendamping hidup. Sebentar lagi anaknya akan menikah..

Setelah acara lamaran, Bu Ayu benar-benar ikut turun tangan merencanakan semua hal tentang pernikahan anaknya ini. Buat Bu Ayu meskipun anaknya sebagai pihak laki-laki tetap ingin berbuat banyak untuk lancarnya acara pernikahan. Semua hal tentang rencana pernikahan sudah secara rinci diinfentaris. Soal siapa yang akan diajak serta, kendaran yang akan dibawa, sampai soal sewa penginapan untuk saudaranya. Pokoknya semua sudah direncakan dengan rapih sejak bulan Januari, 6 bulan sebelum hari H pesta pernikahan di bulan Desember.

Semua akhirnya jadi berbeda sejak datangnya pandemi covid. Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) diterapkan mau tidak mau membuat rencana yang sudah matang berubah. Ibarat kue bolu semuanya jadi bantet.

Pernikahan sulungnya tinggal seminggu lagi tetapi Bu Ayu justru malah sakit. Bu Ayu semangat untuk segera sehat. Bu Ayu segera berobat di klinik langganannya.

***

Besok Bu Ayu harus segera berangkat bersama rombongan. Akhirnya hanya keluarga inti saja yang akan hadir di acara pernikahan. Semua malam ini melakukan swab PCR. Hasilnya nanti akan dikirim dalam bentuk pdf di ponsel masing-masing.

"Coba Mak, lihat kiriman dari klinik! Hasil swabku negatif," saran suami Bu Ayu pada istrinya.

Bu Ayu buru-buru ke kamar melihat ponselnya. Dari kamar terdengar teriakan Bu Ayu.

"Ya, Tuhan, positif!" teriak Bu Ayu keras. Kemudian, "Apa dosaku sehingga Kau berikan ujian sakit yang paling ditakutkan oleh semua orang?" tanya Bu Ayu pada Tuhan dalam hati.. Tangannya gemetar saat melihat pdf hasil swab di ponselnya. Bu Ayu segera menghampiri suaminya yang ternyata sudah ada di depan pintu kamar karena kaget mendengar teriakan istrinya. Hampir saja keduanya bertabrakan.

"Mas, piye iki loh?" Bu Ayu bingung. Air matanya mengalir tak terbendung. Mau mencari perlindungan di bahu suaminya nggak mungkin karena ia takut menulari suaminya.

"Ngger... Angger, bagaimana ini, Le?" teriak Bu Ayu lagi. Kini teriakan diarahkan ke atas tangga. Harapannya, anaknya di atas sana mendengar teriakannya.

Angger turun sambil melihat hasil swabnya. Ternyata negatif. Mau gembira rasanya nggak adil sama mamaknya yang terlihat gusar. Angger berusaha menenangkan emaknya.

"Sabar ya, Mak. Ini ujian buat kita," ucap Angger yang dibuat setenang mungkin.

"Mamak jangan panik... Harus tenang biar imun Mamak tetap bagus. Panderita covid harus happy. Sekarang Mamak tidur sendiri di kamar ya. Bapak biar tidur sama Angger. Kita pisah dulu ya...," Angger yang pintar begitu tenang menghadapi masalah ibunya.

"Angger laporan sama Satgas covid Puskesmas ya malam ini. Mamak janji akan tenang? Berdoa ya, Mak pada Tuhan. Minta perlindungan. Semua pokoknya akan baik-baik saja," lanjut Angger.

"Tapi Mamak kan nggak mau ketinggalan moment penting dalam hidupmu, Cah Bagus." Hati Bu Ayu benar-benar sedih. Pikuran buruk tak dapat mendampingi anaknya mengusik pikirannya.

"Sudah ya, Mak. Jangan punya pikiran macam-macam. Semuanya akan baik-baik saja. Oke? Coba senyum yang manis buat Angger," pinta Angger pada mamaknya. Bu Ayu nggak bisa senyum. Bibirnya kaku karena nestapa. Ia mendadak bingung menghadapi berita pahit ini.