SUPRAPTO, S.Pd., M.Pd.

Penulis Buku: Belajar SET-SET WET dari NEGERI TIRAI BAMBU, adalah Seorang GURU BIOLOGI di SMAN 1 KEDUNGPRING, KAB. LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR 62272...

Selengkapnya
Navigasi Web
Koneksi Antar Materi Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik
2.3.a.8. Koneksi Antar Materi

Koneksi Antar Materi Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik

2.3.a.8. KONEKSI ANTARMATERI COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh : Suprapto, Kelas : 35A

Peran Saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi :

Coaching ialah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Coaching dalam konteks pendidikan. Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) murid agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Peran Saya sebagai seorang coach di sekolah :

1) Fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan), yang diawali dengan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid.

2) Menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) murid agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

3) Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong). Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid.

Ada 4 (empat) cara berpikir yang dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran, yaitu : 1) Coach & Coachee adalah Mitra Belajar, 2) Emansipatif, 3) Kasih dan Persaudaraan, dan 4) Ruang Perjumpaan Pribadi.

Paradigma tersebut sangat terkait dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi. Ada 7 (tujuh) alasan Pembelajaran Berdiferensiasi dilakukan di kelas saya, yaitu : 1) Pembelajaran Berdiferensiasi adalah bersifat proaktif; 2) Pembelajaran Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif; 3) Pembelajaran Berdiferensiasi berakar pada penilaian; 4) Pembelajaran Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap konten, proses, dan produk; 5) Pembelajaran berdiferensiasi berpusat pada murid; 6) Pembelajaran berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran seluruh kelas, kelompok dan individual; dan 7) Pembelajaran berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis.

Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid dengan menggunakan pembelajaran berdiferensiasi sangat erat kaitannya dengan modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik. Pembelajaran berdiferensiasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid. Agar murid memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik, maka sangat perlu dibelajarkan dilatih secara kontinu tentang modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional yang mencakup : 1) Kesadaran Diri, 2) Manajemen Diri, 3) Kesadaran Sosial, 4) Keterampilan Berelasi, dan 5) Pengambilan Keputusan yang bertanggung jawab.

Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran :

Ada 4 (empat) macam paradigma berpikir coaching, yaitu : 1) Fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, 2) Bersikap terbuka dan ingin tahu, 3) Memiliki kesadaran diri yang kuat, dan 4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien (coachee) dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien (coachee) agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Prinsip coaching ada 3 (tiga), yaitu 1) Kemitraan, 2) Proses Kreatif, dan 3) Memaksimalkan potensi.

Ada 3 (tiga) kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu : 1) Kehadiran Penuh/Presence, 2) Mendengarkan Aktif (menyimak), dan 3) Mengajukan Pertanyaan Berbobot. Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure. RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask yang dijelaskan sebagai berikut: R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan. A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat. S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee. Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya. Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai.

A (Ask/Tanya). Sama dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya terkait kiat mengajukan pertanyaan berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan:

1) ajukan pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing).

2) ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya.

3) pertanyaan harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi.

4) dalam format pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana.

5) Hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.

Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA.

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee).

2) Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi).

3) Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat).

4) TAnggung jawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya).

Ada 7 (tujuh) prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching, meliputi: 1) Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru; 2) Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu; 3) Terencana; 4) Reflektif; 5) Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati; 6) Berkesinambungan; dan 7) Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

Kesimpulan : Jika Keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Harapannya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid, sehingga murid memperoleh keselamatan dan kebahagiaan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post