Supriadi

GURU SDN 6 BATUYANG KEC. PRINGGABAYA KAB. LOMBOK TIMUR-NTB...

Selengkapnya
Navigasi Web

CINTAKU BERSEMI DI KAMPUS HIJAU

CINTA KU BERSEMI DI KAMPUS HIJAU

Pagi yang cerah

Aku berangkat ke kampus setelah menyelesaikan rutinitas pagiku, yaitu sarapan sebelum berangkat. Hari ini aku akan mendaftar untuk UAS alias Ujian Akhir Smester satu di sekretariat kampus. Aku mengambil jurusan kependidikan program study Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD ).

Aku meloncat menaiki tangga ke lantai dua menuju sekertariat tempat prodi PGSD. Beberapa mahasiswa sudah tampak berlalu-lalang tak karuan seperti seterika membuat kepala ku pusing.Wajah-wajah mereka menyiratkan kekesalan karena terlalu lama menunggu pegawai bank yang belum juga kunjung datang.

Aku segera menuju loket pengambilan slip pembayaran. Aku masuk ke dalam ruang sekertariat untuk mengisi slip sesuai dengan jumlah SKS yang aku tempuh sementara menunggu pegawai bank datang. Aku merasa nyaman duduk di bangku kayu hitam panjang ini karena tak ada satu pun mahasiswa yang masuk karena mereka tahu bahwa sekretaris prodi yang akan mengesahkan pendaftaran UAS kami belum datang.

“Hei kawan !”

“Kamu ngagetin aja kerjanya.Ndak tau orang lagi kerja apa ?”

“Sorry……… Kamu ngerjain apaan sih, serius banget”

Aku menunjukkan slip yang baru selesai aku isi kepada si Jaiman, teman ku yang suka usil dan lumayan kocak itu. Ia garuk-garuk kepala setelah aku perlihatkan slip ku.

“Kenapa ? Kamu belum ngambil kan?”

“Tahu aja kamu, Din”

“Ya tahu lah, orang kamu baru datang dan langsung menemui aku, kan?”

“He he he….. Seratus atas tebakan mu. Temenin aku ngambil yuk”

“Ndak berani sendirian ?”

“Bukan begitu. Tadi aku melihat si Tira berdiri di depan loket sedang ngantri untuk ngambil slip”

“Tira ? Ogah ah”

“Katanya naksir”

“Aku belum siap kawan”

Jaiman menyeret paksa aku untuk menemaninya mengambil slip di loket.Beberapa mahasiswa memperhatikan kami yang seperti orang bermain tarik tambang. Aku mengelus dada, bersyukur karena Tira sudah tidak ada di loket.

Kami, aku dan Jaiman pergi ke Kampus Hijau[1] karena kami ada kelas jam sepuluh lewat lima belas menit nanti. Kami duduk di bangku besi panjang di depan kelas,menunggu dosen datang.Jaiman meminta ku untuk menemaninya di rumahnya sehabis perkuliahan nanti karena menurutnya kedua orang tuanya sedang pergi menjenguk kakeknya di Bali sedangkan kakak perempuannya sudah balik lagi ke Mataram untuk melanjutkan praktik keprofesian kedokterannya di rumah sakit di Mataram sehingga ia sendirian dan merasa tidak betah di rumah.

“Ok, tapi ada syaratnya”

“Apa?”

“Kamu cari tahu imformasi sebanyak-banyaknya tentang Tira, bagaimana ?”

“Deal”

Kami berjabat tangan tanda setuju dengan persyaratan dan kesepakatan yang kami buat, yaitu aku menemaninya di rumahnya dan dia akan mencari imformasi tentang Tira untuk ku.

Tira, nama lengkapnya Tira Aswari,perempuan tinggi langsing dengan kulit sawo matang. Wajahnya yang oval semakin menambah kecantikan parasnya. Hati ku selalu berdesir ketika bertemu dengannya. Dia masih seangkatan dengan ku tapi kami beda kelas.Menurut imformasi sementara dari Jaiman beberapa hari yang lalu ia di kelas I C sementara aku dan Jaiman di kelas I A.

Aku sudah tidak asing lagi dengan rumah Jaiman yang besar dan mewah karena aku sering ke sini. Rumah yang sejuk karena banyak tanaman pohon buah di pekarangannya,ada juga beberapa pohon kamboja di taman belakang rumah dan masih banyak tanaman bunga lainnya.Maklum ayah Jaiman dari Bali sehingga kecintaannya terhadap dunia tumbuhan sudah tidak diragukan lagi

Aku merebahkan tubuh ku di atas sofa kamar Jaiman yang luas.Jaiman masuk membawa beberapa jenis minuman kaleng dingin. Aku mengambil sekaleng sprite dari atas nampan yang ia letakkan di hadapan ku.

“Sudah kau telpon orang rumah,Din?”

“Beres”

Aku dan Jaiman duduk di ruang tengah menonton acara tv setelah makan malam dengan nasi bungkus pesanannya.

“Kita keluar ? Ke taman mungkin”

“Di rumah aja Man”

“Okelah kalau begitu”

Kami diam menikmati acara tv, kami sibuk dengan narasi masing-masing tentang sinetron yang sedang kami tonton.

“Din, kenapa ya nasib aku selalu sial. Tak tahu kenapa setiap aku nembak cewek selalu ditolak. Kurang apa sih diri ku ini kawan ?”

“Kurang mujur kali”

“Iya aku tahu tapi kenapa ?”

“Begini saja Man”

“Gimana ?”

“Ntar kalau aku yang menjadi pengarang cerpen ini, aku akan buat ceritanya agar kamu banyak di kejar sama cewek cantik, gimana ?”

“Aku serius kawan”

“He he he….. Maaf, just kiding”

“Begini kawan. Coba sekarang kamu lebih serius lagi. Kamu tembak cewek yang dipilih oleh hati mu yang paling dalam. Jangan asalan”

“Betul juga ya. Selama ini aku hanya iseng-iseng saja”

“Tu kan”

Malam semakin larut. Kami berpindah tempat dari ruang tengah ke kamar tidur.Aku bersandar di ranjang sementara Jaiman masih asyik tengkurap di depan lap topnya di atas kasur.

“Man, kalau boleh tahu kedua orang tua mu ke Bali dalam rangka apa ?”

“Mereka menjenguk kakek ku yang sedang sakit”

“Kakek mu masih beragama Hindu ?”

“Iya. Kenapa ?”

“Apa dia tidak melarang ayah mu untuk berpindah agama ?”

Jaiman menceritakan panjang lebar silsilah keluarganya bahwa dulu sempat ayahnya dibenci oleh kakeknya karena berpindah dari agama nenek moyangnya mengikuti isterinya masuk Islam tetapi sekarang sudah tidak lagi. Mereka kembali hidup rukun walau berbeda keyakinan

Sore yang indah nan cerah

Aku duduk di taman pusat kota Selong di bawah pohon menikmati segelas es kelapa muda dingin. Rasa haus ku binasa seketika ketika air es dingin mengalir masuk lewat kerongkongan ku. Rasa pusing ku akibat soal yang njlimet tadi pun kabur. Aku nikmati pemandangan lalu-lalang orang-orang yang sedang jogging keliling taman. Banyak juga para mahasiswa yang seperti ku, melepas penat dengan menikmati segelas es kelapa muda setelah berjibaku dengan soal-soal UAS yang memusingkan.

Jaiman memarkir motor satria FU-nya di dekat motor merah beat ku di dekat gerobak pedagang es. Ia langsung menghampiri ku setelah memesan segelas es kelapa muda serupa dengan ku.

“Begitunya kau kawan, kau tega tinggalkan aku pusing tujuh keliling sendirian tanpa kau kasih aku bocoran jawaban sedikit pun”

“Gimana bisa ngasi jawaban, pengawasnya judes and galak kayak mak Lampir gitu.Boro-boro ngasi bocoran, bolpoin ku jatuh aja dia melototin aku”

Jaiman menyeruput es yang disuguhkan pedagang di hadapannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir rasa pusing yang menderanya

“Oya Din. Aku ada kabar tergres tentang si mata bundar Tira pujaan mu itu”

Dengan semangat juang empat lima yang berapi-api Jaiman menjelaskan semua imformasi yang ia ketahui tentang Tira. Tira juga anak BALILO alias keturunan Bali-Lombok sama seperti dia tapi bedanya ibunya yang dari Bali sementara ayahnya asli Lombok, orang Pancor tulen. Rumahnya bersebelahan dengan sekolah MA Mualimat Pancor, tepat di belakangnya. Menurut Jaiman salam ku juga ia terima dan bahkan ia, si mata bundar bilang ke Jaiman bahwa ia mengenal ku. Wow it’s amaizing.

“Hanya saja menurut teman dekatnya tadi, ia rada-rada matre gitu”

“What !?”

“Iya, itu sih kata temannya tapi aku tidak tahu yang sebenarnya”

“Aku angkat tangan kawan. Untuk kau saja mungkin cocok. Kalau aku rasanya gak pas, boro-boro punya cewek matre bisa bayar SPP aja susah. Kau tahu kan ayahku hanyalah seorang Batak, buruh tukang yang kesasar ke Lombok yang ikut ibu ku dari Malaysia”

“Pengecutnya kau kawan. Belum perang dah nyerah lagi pula imfo yang terakhir tadi belum tentu benar. Coba kau tembak saja lah dulu si mata bundar setelah kenal baru kau akan tahu kebenarannya”

“Okelah kalau begitu”

“Na…..h itu baru pejantan tangguh kawan”

“Emangnya sapi…..”

“Nggak juga kaleee”

Hari ini minggu

Rasanya seperti baru keluar dari jeruji besi setelah selesai menempuh UAS di kampus Hijau. Aku merasa bebas dan lega, dada ku terasa plong tetapi hati ku terasa nyeri kalau ingat akan keterangan Jaiman yang mengatakan bahwa si mata bundar itu matre. Aku sendiri belum percaya seratus persen tentang hal itu, karena dari penampilannya sangatlah tidak mungkin ia seorang perempuan matre. Mudah-mudahan saja puisi yang aku titipkan untuknya itu sampai ke tangannya.

Satu minggu telah berlalu sejak berakhirnya UAS di kampus Hijau ku. Aku tidak pernah nongol di kampus. Aku sibuk membantu ayah menyelesaikan pekerjaan borongan membuat rumah. Jaiman ngomel-ngomel lewat sms karena aku tidak pernah bertemu dan bercanda dengannya. Aku biarkan ia penasaran dengan tidak membalas pesannya. Aku lanjutkan pekerjaan ku mencampur pasir dan semen membuat adonan untuk pengacian dinding.

“Adonannya jangan terlalu lembek Din”

“Baik, ayah”

Aku terkejut mendengar jeritan nada dering hp yang aku taruh di atas tumpukan pasir di samping ku bekerja. Aku bisa memastikan kalau penelponnya adalah Jaiman. Dugaan ku meleset, ternyata bukan Jaiman yang menelpon. Hanya nomer saja yang kelihatan tanpa ada nama pemanggil. Aku angkat dan dari seberang sana terdengar suara merdu seorang cewek mengucapkan salam.

“Assalamu’laikum”

“Wa’alaikumsalam.Siapa ya ?”

“Terima kasih ya atas puisinya yang so sweet and romantis abis.Aku sangat suka lho”

“Jadi,kau……..”

“Iya, kaget ?”

“Kaget sih ndak, tapi darimana kau tahu nomer ku ?”

“Tidak pentinglah kau tahu, yang penting aku suka puisinya dan kalau boleh aku mau lagi dong di buatin. Assalamu’alaikum”

Tut,tut,tuuuut.

Belum sempat aku menjawab salamnya, hp-nya dimatikannya. Tak apalah yang jelas hati ku berbunga-bunga dibuatnya. Lampu hijau telah menyala, aku ada kesempatan untuk semakin dekat dengannya dan pada akhirnya menyatakan isi hati ku kepadanya.

“Hey kenapa kau senyum-senyum sendiri di sana, cepat bawa adonannya kemari”

Aku tersadar mendengar ayah ku yang meminta adonan luluh[2]. Aku membawakannya dua ember luluh. Ketika hendak berbalik, sebuah batu bata jatuh tersenggol kaki ayah ku tepat mengenai dahi kanan ku. Aku merasakan sakit dan pusing yang tak terperikan. Aku melihat banyak kunang-kunang yang berterbangan, menari-nari di depan mata ku lalu pelan namun pasti menghilang hingga akhirnya gelap dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Sayup-sayup aku mendengar suara orang-orang yang sedang berbicara. Aku membuka mata ku. Aku meraba kepala ku yang terasa berat. Aku terkejut mendapatkan dahi ku telah diperban. Dahi ku terasa nyeri ketika tangan ku menyentuh perbannya. Ternyata aku telah berada di dalam kamar ku. Aku mengenal dengan jelas dari aroma dan dekorasi gantungan berbagai macam bentuk kerang laut yang tergantung di daun pintu dan jendela. Melihat aku siuman ayah dan ibu ku masuk

“Kau jangan bangun dulu nak”

“Ibu mu betul Din. Maafkan ayah nak, telah ceroboh sehingga tidak melihat batu bata tersenggol dan jatuh menimpa mu”

Sudah tiga hari aku diam di rumah sejak kejadian naas menimpa ku. Aku merasa bosan, tetapi mau gimana lagi dahi ku masih terasa nyeri walau tidak terlalu sakit karena mungkin jahitannya yang belum di buka. Menurut ayah, jahitan di dahi ku berjumlah tujuh, itu berarti lukanya lumayan lebar. Aku duduk di atas tepi ranjang. Aku bermaksud menelpon Jaiman tapi aku tidak enak memberitahunya toh juga aku sudah baikan sekarang.

Untuk mengusir rasa bosan ku, aku membuat puisi lalu aku kirim untuk Tira si mata bundar. Aku merebahkan badan ku yang terasa masih lemas setelah yakin kalau puisi yang aku kirim via sms benar-benar telah terkirim ke nomernya Tira. Aku pejamkan mata ku untuk mencari setitik ketenangan dari kekosongan perasaan akibat diam di rumah tanpa aktivitas. Jauh di dasar hati dan ingatan ku yang paling dalam, hanya ada bayangan senyum Tira yang menari-nari seperti mengundang ku untuk bercengkerama dengannya. Aku tersadar ketika mendengar nada pesan di ponsel ku. Sms dari Tira.

“Wow, ternyata kau berbakat juga jadi pujangga. Aku suka, aku suka. Eh, ngomong-ngomong kamu gi ngapain ?”

Ternyata Tira asyik juga, dari gaya bicaranya aku yakin dia orangnya easy going di balik wajah seriusnya yang tampil cool and religi banget. Kadang tubuh langsingnya tak kentara akibat kerudung besar yang sering ia kenakan.

Aku tersentak kaget mendengar nada panggil hp-ku. Dari Tira. Aku sadar kalau aku belum menjawab sms Tira.

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam”

“Kalau ndak punya pulsa bilang dong biar ku beliin agar kalau aku sms bisa dijawab.Sorry bercanda”

“Maaf aku lupa, soalnya gi mikirin…….”

“Apa sih yang kau pikirkan pagi-pagi kayak gini”

“Kamu”

Tira diam setelah mendengar jawaban singkat ku. Hanya suara tarikan pelan nafasnya yang terdengar dari seberang sana. Aku pun diam,bingung harus bicara apa selanjutnya untuk mencairkan suasana kebekuan diantara kami. Aku menguatkan hati untuk memecah keheningan ini.

“Halooo….. Kamu tidak apa-apa, kan ?”

“I,i…iya halo. Aku tidak apa-apa kok. Aku hanya sedikit tersanjung karena ada orang yang mau mikirin aku”

“Really”

“Iya beneran kok. Oya, kenapa batang hidung mu tidak pernah kelihatan di kampus ?”

“Aku sibuk membantu ayah bekerja dan beberapa hari yang lalu aku tertimpa batu bata dan harus istirahat di rumah. Tau gak ? Membosankan diam di rumah tanpa aktivitas”

Ups! Lidah ku keseleo telah memberitahu Tira keadaan ku yang seharusnya tidak ku kasi tahu. Dia terkejut mendengarnya. Nada bicaranya khawatiiiir banget.

“Why you didn’t tell me before. Ok, I’m going to your house this afternoon”

“Wait ! I’m fine. I’m OK now”

“But, I have to see you soon. Assalamu’alaikum”

Tut,tut,tut,tuuuuuut.

Bad habit. Belum sempat dijawab sudah dimatikan hp-nya. Tapi no problems. Itulah manusia ada kelebihan dan ada pula kekurangannya. Aku harus menyadari akan hal itu.

Hati ku benar-benar berbunga-bunga karena telah merasakan kedekatan dengan si mata bundar Tira. Kedekatan itu sangat jelas terasa dari rasa khawatir yang ia tunjukkan dan dari ekspresi kata-kata yang ia ungkapkan, sangatlah jelas bahwa ia memiliki perasaan yang sama dengan ku. Tinggal selangkah lagi aku benar-benar akan menjadikannya pacar ku. Sudah sembilan puluh persen aku rasakan bahwa ia sudah tertarik pada ku dan mau menjadi perempuan pujaan hati ku.

Setelah shalat asar aku duduk di teras depan rumah,menikmati semilir angin sore sepoi-poi. Aku membaca majalah Hello berbahasa Inggris untuk memperlancar penguasaan bahasa Inggris ku. Aku mengalihkan perhatian ku dari majalah Hello ke arah seorang perempuan pengendara speda motor spacy matic merah memasuki halaman rumah ku yang tidak jauh dari pinggir jalan pedesaan. Hati ku berdesir halus ketika tahu siapa perempuan tersebut, jantung ku berdegup kencang bak genderang perang,seperti kata penggalan bait lagunya Ahmad Dani. Ia parkir motornya di bawah pohon sawo.

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam. Tira ?!”

Tira menyalami ibu ku yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah begitu tahu ada seorang tamu yang datang. Tira melepas helm merahnya lalu duduk di atas kursi bambu di hadapan ku.

“Din, kenapa kamu tidak beritahu ibu kalau ada tamu yang akan datang menjenguk mu. Dia teman mu atau……?“

Aku dan Tira berpandangan, aku belum tahu harus menjawab apa pertanyaan ibu ku. Ibu ku masuk tanpa menunggu jawaban dari ku.

“Jadi beneran kamu selama ini sakit. Kamu jahat, gak ngabarin ke aku secepatnya”

“Sakit sih tidak, hanya sedikit lecet”

Pembicaraan ku dengan Tira terhenti ketika ibu ku keluar membawa minuman untuk kami

“Silahkan, nak”

“Tira, bu”

“Silahkan nak Tira diminum dulu. Ibu tinggal dulu ya”

“Terima kasih, bu”

Hening menyelimuti kami,tidak tahu apa yang harus terucap dari bibir kami masing-masing. Kali ini aku berusaha sekuat tenaga tuk menguatkan hati dan tekad ku untuk memastikan bahwa si mata bundar Tira benar-benar memiliki perasaan yang sama dengan ku. Ia memainkan gantungan kunci di tangannya sambil sesekali melirik ke arah ku dan aku dapat menangkap isyaratnya bahwa ia ingin aku yang lebih dulu untuk membuka pembicaraan kami.

“Tira…..”

“Iya, apa ?”

“Perlukah lagi aku untuk membuat penguatan lewat kata-kata puitis ku untuk menyatakan perasaan ku yang begitu dalam terhadap mu ?”

“I think you don’t need to do that. Dua buah puisi mu itu sudah cukup untuk ku”

“So……..?”

“Iya. Itu sebabnya aku langsung kemari karena sangat mengkhawatirkan keadaan mu karena aku tidak mau kehilangan orang yang selalu aku harapkan dalam setiap desah nafas ku, meninggalkan ku yang baru saja merasakan setetes manisnya madu cinta yang kau berikan lewat bait-bait puisi mu itu. Satu hal lagi yang perlu kau tahu”

“Katakan saja”

“Sejak pertemuan pertama kita ketika OSPEK, hati ini telah memilih mu”

“Andai aku tahu,aku tidak akan menunggu sampai berbulan-bulan baru ungkapkan asa dan rasa ku yang menggunung Rinjani tingginya terhadap mu walau hanya lewat puisi”

Pembicaraan kami terhenti ketika suara nada panggilan dari ponsel ku berdering mengagetkan konsentrasi kami yang saling menumpahruahkan asa dan perasaan kami masing-masing. Aku sedikit menyesalkan kenapa harus hp-ku berdering di saat-saat romantis seperti ini. Telpon dari Jaiman.

“Hai kawan, ada kabar gembira untuk kau”

“Apa ?”

“Pertama, imfo terakhir tentang si mata bundar hanyalah akal-akalan ku saja hanya untuk menguji kesungguhan kau kawan”

“Jadi…..?”

“Kau jangan marah dulu. Yang kedua, kau mendapatkan nilai tertinggi di antara mahasiswa semua jurusan kawan. Bravo !!”

“Bisa ku percaya omongan kau kawan”

“Tentu. Yang ketiga, aku mau traktir kau untuk liburan smester ke Bali. Hadiah atas prestasimu itu kawan”

Jaiman muncul dari balik pagar pembatas pekarangan sambil tertawa-tawa.Rupanya ia sengaja tidak langsung masuk karena melihat aku dan Tira sedang berduaan. Dengan gaya bicara meniru gaya ku yang agak kebatak-batakan ia lagi-lagi tertawa sambil menghampiri kami di teras.

“Kawan,tak mungkinnya aku mengganggu acara kalian. Makanya aku ngumpet dulu”

Aku, Tira, dan Jaiman tertawa penuh bahagia

“Hei Tira, kau ajaklah si jangkung ini agar mau ikut kita ke Bali liburan”

“Tentu saja Man”

“Kita akan rayakan kebahagian ini di sana dan semuanya aku yang traktir kalian nanti. Karena rumah kakek ku dan rumah kakek mu tidak begitu jauh, aku minta si Jangkung ini nginap bersama ku nanti, gimana ?”

“No problem”

Sore yang indah terasa semakin indah, aku dan Tira mulai sore ini resmi menjadi sepasang kekasih. Kami akan ke Bali untuk liburan smester, sekaligus merayakan hari yang bersejarah ini. Jaiman yang akan mentraktir kami, dia bagi ku bukan sekadar sahabat,bahkan lebih dari itu. Tangannya selalu di atas ketika aku dalam kesulitan.

Ternyata antara Jaiman dan Tira sudah lama saling kenal karena persamaan latar belakang keluarga. Tetapi begitu rapi semua itu ia sembunyikan dari ku hanya dengan alasan untuk menguji keteguhan keyakinan ku akan kekuatan cinta yang aku miliki terhadap Tira. Dan sekarang aku benar-benar merasa sangat bahagia punya sahabat dan pacar yang perhatian kepada ku. Rasa nyeri pada dahi ku sirna sudah, yang tersisa hanyalah rasa bahagia yang tinggi menjulang ke angkasa tanpa sekat.

Tadi aku sempat melihat Jaiman diam-diam membuka tas Tira dan mengambil sehelai kertas merah jambu yang ternyata adalah puisi yang aku berikan kepada Tira. Jaiman membaca keras-keras puisi yang aku berikan pada Tira itu. Aku menunduk tersipu. Tira tersenyum kepada ku penuh arti. Jaiman semakin antusias membaca ketika melihat ekspresi wajah ku dan wajah Tira si mata bundar.

Ketika ku memandang wajah mu,tanpa ku sengaja

Perasaan asing masuk menusuk hati ku

Perasaan itu begitu dalam menghunjam sehingga sulit tuk ku ungkapkan

Ini adalah kali pertama aku merasakan perasaan seperti itu

Bayangan wajah mu melekat erat dalam benakku

Untaian tawa mu belenggu ingatan ku walau selalu ku saksikan

dari persembunyianku

Aku yakin engkau pasti miliki rasa yang sama dengan ku

Hanya saja aku belum mampu katakan semua rasaku pada mu

Aku telah berjanji tuk ikat hatiku hanya untuk mu

Karna ku tak sanggup tuk berpaling hati dari mu

Selamanya,sampai habis waktu ku

[1] Kampus Hijau adalah sebutan untuk kampus STKIP Selong karena semua bangunannya diberi warna dengan cat hijau sehingga para mahasiswa menyebutnya dengan sebutan kampus Hijau tak terkecuali aku dan Jaiman teman ku

[2] Luluh adalah adonan dari pasir dan semen yang dipakai untuk mengaci

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post